Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Librarysaurus

Kompas.com - 30/10/2020, 11:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Hendro Subagyo dan Suherman

LONCENG kematian perpustakaan kian hari kian terdengar semakin jelas. Prediksi hilangnya perpustakaan karena ditelan oleh gelombang elektronik dan digital, yang dahulu sudah banyak dilakukan orang sejak awal tahun 80-an kini terbukti sudah.

Kemajuan teknologi informasi, komunikasi, dan komputer (ITC) terutama kecerdasan buatan (artificial intellegence) bagaikan tsunami yang menyeret dan menyapu banyak bidang dan profesi yang telah mapan berabad-abad, termasuk perpustakaan dan pustakawan.

Di masa yang akan datang, “generasi coronial” (yang lahir pada masa pandemik corona) tidak perlu lagi berkunjung ke perpustakaan untuk mencari bahan bacaan. Mereka cukup membuka smartphone atau gadget dari mana saja dan kapan saja sambil berkativitas apa saja.

Mungkin mereka akan pergi ke perpustakaan. Akan tetapi, bukan untuk mencari infomasi. Hanya untuk bernostalgia mengenang “artefak dan fosil” informasi sebagai mana kita pergi ke museum.

Perpustakaan bernasib seperti dinosaurus, binatang purba yang punah karena tidak bisa beradaptasi dengan zaman. Begitu pun dengan perpustakaan, akan menjadi “librarysaurus“.

Di kemudian hari generasi coronial ini akan bercerita tentang perpustakaan sebagaimana kita sekarang ini berbicara tentang dinosaurus. Mungkin novel yang akan mereka baca atau film yang ditonton judulnya “ The Good Librarysaurus” atau “Bibliosaurus T-Rex”

Itu bukan suatu hal yang mustahil karena sekarang ini sebagian besar manusia mencari informasi sudah tidak datang lagi ke perpustakaan. Informasi bisa diakses tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Jumlah informasi yang tersedia pun sudah tidak terbatas sampai dikatakan “banjir informasi” dan “ledakan informasi.”

Bayangkan! Data dan informasi yang diproduksi worldwide setiap tahunnya sebesar 500 exabytes (5 x 1020). Jika diubah menjadi halaman teks dan dibuat menjadi halaman buku, bisa untuk delapan kali membungkus Bumi atau kita bisa bertamasya sepuluh kali ke Pluto.

Dampak dari kemajuan tersebut terhadap bidang perpustakaan adalah dalam kurun waktu lima tahun saja (2016-2020) di Amerika Serikat telah terjadi tragedi seperti berikut: 343 perpustakaan umum (public library) tutup, 25% pustakawan berkurang, 8.000 pekerjaan pustakawan hilang, dan 16% pengunjung tiap tahun berkurang.

Di masa depan, manakala teknologi lebih maju lagi, maka data dan informasi pun akan diproduksi lebih dashsyat lagi, tahun 2019 data dan informasi worldwide sudah sebesar 41 zetabyte (1 zetabyte = 1000 exabyte).

Kita pun sudah mulai merasakannya, dan yang paling duluan adalah perpustakaan khusus (special library) yang berada di bawah naungan lembaga-lembaga riset atau perusahaan—sudah banyak yang gulung tikar.

Di kantor kami, misalnya, banyak satuan kerja yang sudah tidak memiliki lagi perpustakaan karena kebutuhan informasi sudah terpenuhi dengan berlangganan e-journal dan e-book, serta mudahnya para peneliti membangun jejaring dengan pusat-pusat informasi global.

Ilustrasi perpustakaanShutterstock Ilustrasi perpustakaan

Memang hari ini perpustakaan umum daerah belum ada yang tutup, akan tetapi sudah mulai banyak kehilangan pengunjung, sehingga sebagian layanan perpustakaan dilakukan dengan jemput bola, mendatangi masyarakat dengan menggunakan perpustakaan keliling.

Perpustakan perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah banyak yang masih bertahan hanya untuk memenuhi persyaratan akreditasi. Bila akreditasi sudah beres, maka perpustakaan berubah menjadi ruang guru atau kelas baru.

Ada tiga bidang utama yang umumnya ada di setiap perpustakaan yaitu:

Pertama, koleksi. Dahulu prestise perpustakaan ditentukan oleh koleksi atau banyaknya sumber informasi (buku, majalah, dan lain-lain). Dengan adanya internet, hegemoni koleksi telah runtuh; yang diperlukan sekarang adalah konektivitas sehingga terjadilah demokratisasi informasi.

Seseorang bisa mengakses informasi dari pusat data atau pusat informasi mana saja tentang apa saja dan tidak tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Internet berkembang bukan saja menghubungkan data dan informasi tapi juga menghubungkan manusia, pengetahuan, dan intelegensi yang disebut dengan keterhubungan sosial (social connectivity).

Mungkin sekarang masih banyak orang yang belum paham dan belum bisa menggunakan big data untuk keperluan ilmiah, ekonomi, dan politik. Akan tetapi, beberapa tahun lagi akan semudah kita menggunakan aplikasi.

Yang akan menjadi orientasi utama pusat data dan informasi, dokumentasi, dan perpustakaan bukan lagi bagaimana menyimpan sumber informasi, karena dengan cloud computing tidak perlu lagi ruangan. Orientasi akan bergeser kepada bagaimana cara mengelola data dan informasi secara efisien.

"Libraries are dying, but it’s not about the books," kata Simon Jenkins (2016). Buku yang dimaksud adalah buku dalam bentuk digital atau multimedia.

Perpustakaan yang akan terus bertahan adalah yang memiliki koleksi warisan budaya untuk kepentingan pelestarian dan legitimasi historis bagi eksisitensi bangsa. Jadi, perpustakaan akan berubah menjadi semacam “museum buku”. Dan ini tidak perlu berdiri sendiri, akan tetapi bisa bergabung atau dilebur dengan museum dan arsip menjadi institusi memori kolektif.

Kedua, layanan. Dengan adanya internet, layanan sudah banyak dilakukan secara online. Sekali lagi kebutuhan akan ruang atau gedung sudah tereduksi.

Era kenormalan baru yang mengutamakan social distancing, physical distancing, fleksibilitas, serta work from home ke depan akan menjadi gaya hidup. Layanan perpustakaan berupa layanan pembaca di tempat dan diseminasi informasi akan hilang. Layanan yang bersifat pasif dan interaktif ke depan akan bertransfomasi menjadi bersifat konsultatif.

Ketiga, program. Minimnya kreativitas dan inovasi menyebabkan banyaknya program perpustakaan yang bersinggungan dengan bidang pendidikan terutama dalam membangun budaya baca atau budaya literasi.

Sebagai contoh, Perpustakaan Nasional membuat gerakan pemasyarakat minat baca, Kemendikbud juga membuat program gerakan literasi nasional. Ini adalah program yang sama tapi dikerjakan oleh institusi yang berbeda. Kalau negara melakukan efisiensi, sudah tentu daya tawar perpustakaan akan kalah oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kalau tidak segera meninggalkan peran-peran tradisionalnya, tidak melakukan redefinisi dan reposisi, dan juga tidak melakukan pergeseran paradigma, maka perpustakaan dari berbagai jenisnya, akan segera berubah wujud menjadi librarysaurus dan harus rela memasuki peristirahatan terakhirnya di museum.

Termasuk Perpustakaan Nasional, gedung 24 lantai yang baru saja diresmikan dan dinobatkan menjadi gedung perpustakaan tertinggi di dunia itu mungkin saja akan berganti menjadi sentra start-up industri kreatif yang berbasis teknologi informasi.

Di era disrupsi seperti yang tengah terjadi sekarang ini, sejarah bukan lagi kelanjutan dari masa lalu, tapi bisa berubah dengan seketika. Dengan adanya cloud computing atau high performance computer, dan juga dengan hadirnya big data; maka informasi tidak lagi memerlukan ruang.

Dengan software, sistem informasi perpustakaan tidak perlu lagi banyak orang untuk processing sumber informasi (kalau masih ada). Dengan maraknya sistem aplikasi layanan bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Jadi buat apa gedung perpustakaan yang besar dan tinggi itu?

Hendro Subagyo dan Suherman

Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah LIPI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com