Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangtua Aniaya Anak karena Tak Paham Saat Belajar Daring, Pertanda Gangguan Jiwa?

Kompas.com - 26/10/2020, 21:06 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 membuat aktivitas belajar mengajar harus dilakukan secara daring.

Namun, pembelajaran daring selain dinilai membuat anak-anak merasa jenuh dan stres, juga seringkali membuat anak kesulitan memahami materi elajaran.

Itu sebabnya, orangtua harus banyak terlibat dalam pembelajaran daring. Masalahnya, ada beberapa faktor yang membuat orangtua juga kesulitan saat mengajarkan anak, misalnya karena tak terbiasa mengajar atau karena beban pekerjaan yang juga emmbuat stres.

Sehingga, ketika anak tak cepat paham dengan materi pelajaran yang disampaikan, orangtua merasa kesal dan emosi.

Baca juga: Ini Saran Ahli Menyikapi New Normal agar Tidak Stres dan Terinfeksi Covid-19

Alhasil, selama sistem pembelajaran daring berjalan, ada beberapa kasus penganiayaan orangtua terhadap anaknya, karena anak tak kunjung memahami materi dari sekolah.

Lalu, apakah itu berarti orangtua yang menganiaya anaknya merupakan indikasi gangguan kejiwaan?

Menjawab persoalan ini, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) DR Dr Diah Setia Utami SpKJ MARS mengatakan, bahwa saat ini semua memang dalam kondisi stressful di tengah pandemi Covid-19, baik dari masalah ekonomi, sosial, fisik, mental dan lain sebagainya. 

Diah mengatakan, bukan tidak mungkin kejadian tersebut dipicu dari kondisi stres yang dialami orangtua.

"Pemicu utama perlakuan aniaya pada anak, bukan karena anak tidak memahami materi pelajaran. Tapi, bisa jadi karena di saat yang sama orangtua sedang menghadapi masalah lain yang menyebabkan stres," kata Diah dalam diskusi daring bertajuk Peran Psikolog Klinis dan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dalam Mendukung Kesehatan Jiwa Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19, Rabu (14/10/2020).

Oleh karena itu, tak ada yang bisa mendiagnosis kondisi seseorang hanya dengan melihat apa yang mereka lakukan saat itu. 

Bahkan kata Diah, sebelum adanya pandemi Covid-19 dan sistem pembelajaran secara daring diterapkan, banyak permasalahan dalam sebuah rumah tangga yang bisa memicu emosi di antara anggota keluarga.

"Misalnya suami atau istrinya lagi di PHK akibat pengurangan karyawan perusahaan, atau usaha yang dimiliki sedang menurun penghasilannya, bisa juga di keluarga sedang ada tuntutan-tuntutan kebutuhan lain yang harus dipenuhi, atau siapa tahu ternyata ibu yang menganiaya anaknya itu mengalami kekerasan rumah tangga, ada banyak kemungkinan," ujar Diah.

Banyaknya kemungkinan tersebut juga menandakan bahwa banyaknya hal  yang menjadi latar belakang orang tua melakukan kekerasan terhadap anaknya, apalagi ketika anaknya rewel tidak mengerti materi pembelajaran sekolah daringnya.

"Itu adalah hal-hal yang bisa membuat mereka (orangtua) lepas kontrol, tidak bisa mengendalikan tindakan dirinya terhadap anaknya, karena kejengkelan yang tidak bisa dia lemparkan ke mana-mana."

Baca juga: Stres Selama Pandemi Covid-19, Harus Bagaimana?

 

IlustrasiTHINKSTOCKPHOTOS.COM Ilustrasi

Diah melanjutkan, pada dasarnya orang yang paling tidak berdaya di rumah adalah anak-anaknya, dan itu membuat orangtua mudah melampiaskan kekesalan kepada anaknya.

"Kalau dibilang gangguan jiwa, itu harus dieksplorasi lagi lebih dalam. Bisa saja itu emosi sesaat," kata dia.

"Tetapi, jika berlangsung terus-menerus dan orang lain tidak nyaman hidup bersama dia, terutama anak-anaknya dan orang lain di sekitarnya juga mendapatkan perlakukan yang sama, maka bisa jadi orang itu punya masalah kejiwaan," jelas Diah.

Namun, jika ternyata yang terjadi adalah emosi sesaat, makaperlu edukasi yang lebih dalam kepada masyarakat, bagaimana harus bisa mengontrol diri, apa yang harus dilakukan jika emosi meluap meski sesaat, dan mereda setelah itu.

Baca juga: Anak Stres Belajar Daring? Ini Saran Psikolog untuk Mencegahnya

Tanda-tanda munculnya gangguan kejiwaan

Berikut adalah beberapa tanda munculnya gangguan kejiwaan yang patut diwaspadai dan upayakan untuk mencegah kondisi ini terjadi pada diri Anda atau keluarga Anda.

- Kebiasaan membentak seseorang saat bercengkerama, termasuk kepada keluarga, padahal situasi percapakan tidak buruk

- Sulit konsentrasi atau seringkali gagal fokus

- Terlalu sering terlihat bingung

- Gelisah

- Tidak tenang

- Mengomel panjang dan terus-menerus

- Mudah marah dengan hal-hal sepele

Namun, kondisi di atas tidak hanya terjadi sekali, melainkan berulang kali atau terus-menerus, setidaknya minimal terjadi selama 2 minggu.

Kapan harus ke psikolog?

Diah menyarankan, jika mengalami beberapa gejala atau tanda gangguan yang sudah disebutkan di atas, Anda bisa pergi berkonsultasi ke psikolog.

Tetapi, jika tanda tersebut muncul selama dua minggu dan terjadi terus-menerus, kemungkinan Anda membutuhkan bantuan psikiater.

"Seperti di rumahmengomel terus, yang dahulu suka tanaman karena capek dan lelah daring, jadi tanamannya ditendangi, atau ada tanda-tanda lain yang muncul berkepanjangan selama dua minggu, dan tak kunjung hilang meski sudah konsultasi dengan psikolog, maka harus ke psikiater," kata Diah.

Menurutnya, jika masih bisa berkomunikasi baik dengan orang lain, sebagai makhluk sosial, tak ada salahnya berbagi cerita tentang masalah Anda pada orang yang dipercaya, jangan dipendam sendiri.

"Tapi kalau pikolog bilang, ada sesuatu yang berbeda dengan pasien atau depresi berat, nah itu silahkan ke psikiater untuk dibantu dengan obat," pungkasnya.

Baca juga: Ini Saran Ahli Menyikapi New Normal agar Tidak Stres dan Terinfeksi Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com