Beberapa yang dapat menyamainya adalah ekosistem riset Scielo di Brasil, ekosistem penerbitan ilmiah African Journal Online (AJOL) dan Africaxiv dari benua Afrika.
Kesamaan dari ketiga ekosistem ini adalah dikelola oleh entitas nirlaba (mayoritas adalah perguruan tinggi, lembaga riset, dan asosiasi profesi) dengan model tata kelola nirlaba.
Ini justru berlawanan dengan apa yang terjadi di Eropa dan belahan Dunia Utara yang bergerak di bawah komando entitas bisnis. Mereka bahkan menerbitkan makalah secara OA dengan biaya yang tidak murah.
Untuk mendukung ekosistem riset terbuka di Indonesia dengan jurnal OA, kerja sama antara pengelola jurnal, peneliti, dan pemerintah perlu ditingkatkan.
Meski menduduki ranking pertama di seluruh dunia, proporsi jumlah jurnal dengan sistem 0A hanya 16% dari total jurnal yang terbit di Indonesia.
Berikut ini beberapa rekomendasi yang kami tawarkan untuk memperkuat sistem OA di Indonesia bagi para pemegang kepentingan yang relevan.
Pengelola jurnal
Mereka perlu membangun kepercayaan diri dengan membangun tata kelola jurnal akademik yang lebih kredibel. Caranya, misalnya menetapkan panduan pengelolaan jurnal yang generik dan baku pada level nasional (ARJUNA) maupun level internasional COPE.
Mereka juga perlu membangun diversifikasi seperti jenis makalah, saluran penyebaran informasi ke format audio maupun video, maupun jejaring penerbitan tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar. Di dunia dikenal banyak komunitas atau organisasi penerbit akademik, seperti DOAJ, OASPA, dan Open Access OAPEN.
Dosen dan peneliti
Para peneliti atau dosen bisa mengurangi motivasi gengsi menerbitkan penelitiannya di jurnal berbayar. Mereka harus menyadari bahwa hasil riset penting juga untuk disebar seluas-luasnya pada masyarakat.
Mereka juga harus membangun kapasitas mereka dalam menyebarkan artikel mereka dengan gaya populer.
Pemerintah
Pemerintah perlu mengurangi bahkan menghentikan kebergantungan mereka terhadap asing untuk instrumen penilaian kualitas jurnal atau riset lokal, apalagi jika kita sudah memiliki instrumen itu.
Untuk menggantikannya, pemerintah dapat menggunakan standar pengelolaan jurnal yang ditetapkan oleh organisasi internasional yang menerbitkan panduan pengelolaan jurnal seperti COPE. Untuk versi lokalnya, Indonesia memiliki ARJUNA).