Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi DNA Ungkap Kepunahan Megafauna Mastodon Amerika

Kompas.com - 07/09/2020, 17:01 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com - Mastodon Amerika adalah salah satu megafauna yang pernah hidup di planet ini. Banyak spekulasi yang menyebutkan kepunahan hewan ini pada 11.000 tahun lalu.

Melansir Science News, Senin (7/9/2020), sebuah tim peneliti dari McMaster University melakukan studi filogeografik dari mastodon Amerika yang bernama latin Mammut americanum.

Berdasarkan studi DNA dari 35 genom mitokondria yang diurutkan, mereka menemukan bahwa hewan besar ini berulang kali meluaskan ruang geraknya ke utara sebagai respons terhadap pemanasan interglasial.

Berdasarkan sisa-sisa yang ditemukan dari kawasan subtropis di Amerika Tengah hingga garis lintang di wilayah Arktik Alaska dan Yukon, mastodon Amerika adalah bagian ikonik dari habitat hutan dan rawa di masa periode Pleistocene.

Baca juga: Pelajari Gigi Mastodon, Para Peneliti Justru Temukan Spesies Baru

 

Ada banyak spekulasi terkait kepunahan hewan ini, namun banyak ilmuwan yang meyakini bahwa mastodon punah akibat kombinasi antara perubahan iklim, persaingan sumber makanan yang kian ketat dan perburuan manusia purba.

Suhu Bumi di masa lalu mengalami fluktuasi yang dramatis dan berulang yang terjadi secara rutin selama jutaan tahun.

Penurunan suhu yang paling dramatis yakni selama 800.000 tahun terakhir, yang menyebabkan lapisan es semakin meluas dan menyusutkan kawasan hutan dan lahan basah yang merupakan sumber makanan bagi mastodon, rusa dan berang-berang.

"Data genetik menunjukkan sinyal migrasi yang kuat, bergerak bolak-balik melintasi benua, didorong hal yang sepenuhnya tampak dipengaruhi oleh iklim," kata penulis senior Profesor Hendrik Poinar, ahli genetika evolusioner di McMaster university.

Baca juga: Megafauna Hiu Terancam Punah Ancam Ekosistem Laut, Ini Penyebabnya

 

Prof Poinar mengatakan mastodon-mastodon ini hidup di Alaska pada saat cuaca di kawasan itu hangat. Hewan purba ini juga diketahui pernah hidup di Meksiko dan sebagian wilayah Amerika Tengah.

"Ini bukan populasi yang tidak bergerak, data menunjukkan ada pergerakan bolak-balik yang konstan," jelas Prof Poinar.

Dalam studi yang telah diterbitkan di jurnal Nature Communications ini, Prof Poinar dan timnya mencari dan merekonstruksi DNA dari sampel fosil termasuk gigi, taring dan tulang.

Emil Karpinski, penulis utama dan ahli paleogenetik di McMaster Ancient DNA Center di McMaster University mengatakan proyek ini telah dimulai sejak 2014 lalu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com