Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/08/2020, 07:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com- Stunting menjadi salah satu fokus permasalahan kesehatan yang benar-benar ditargetkan tereliminasi pada pencapaian Indonesia Emas tahun 2045 mendatang.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menemukan tingkat stunting di Indonesia mencapai 30,81 persen. Persentasi ini disebutkan sudah mengalami penurunan dibandingkan kasus stunting pada tahun 2013 yang mencapai 37,2 persen.

Hanya saja, angka ini masih jauh di bawah standar kasus stunting yang bisa ditoleransi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu paling banyak setidaknya hanya 20 persen saja.

Akan lebih baik jika kasus kejadian stunting bisa mencapai di bawah 20 persen.

Seperti diketahui, stunting merupakan permasalah kesehatan yang erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan gizi.

Baca juga: Ahli Sebut Lagu Bantu Stimulasi Positif Anak untuk Pahami Gizi Seimbang

 

Lantas, bagaimana masalah gizi di Indonesia?

Ahli gizi dan Ketua Tim Ahli Pengembang Panduan Isi Piringku untuk anak usia 4-6 tahun, Prof Dr Ir Sri Anna Marliyati MSi mengatakan bahwa masalah gizi di Indonesia itu ada tiga beban malnutrisi yang terjadi.

"Di kita itu masalah gizi ada namanya triple burden of malnutrition (tiga beban malnutrisi)," kata Anna dalam acara bertajuk Upaya Penguatan Edukasi Perilaku Gizi Seimbang untuk Anak pada Masa Adaptasi Kebiasan Baru, Jumat (28/8/2020).

Ketiga beban malnutrisi tersebut adalah gizi lebih, gizi kurang, dan defisiensi zat gizi mikro. Berikut penjelasan rincinya dan ciri atau potensi risiko dari ketiga beban malnutrisi yang ada.

Baca juga: Ahli: Perhatikan Gizi dan Psikologis Klinis di Masa Emas Anak Usia 1 sampai 5 Tahun

1. Gizi berlebih

Anna menjelaskan bahwa, gizi berlebih ini umumnya dapat menjadikan seorang anak mengalami berat badan berlebih atau obesitas.

Berat badan berlebih (obesitas) atau kegemukan ini berlaku jika anak itu dibandingkan dengan rata-rata berat badan anak-anak seusianya.

"Bahayanya obesitas itu sendiri berisiko terhadap penyakit tidak menular (PTM)," kata Anna.

Hal ini mengkhawatirkan karena banyak jenis PTM yang justru lebih berisiko tinggi terhadap kematian dibandingkan penyakit yang menular.

Beberapa contoh penyakit yang masuk dalam kategori PTM dan terbilang sangat berbahaya adalah penyakit kanker, diabetes, hipertensi, stroke, penyakit kardiovaskular, dan lain sebagainya.

Ilustrasi anak obesitas akibat gizi berlebih.Shutterstock Ilustrasi anak obesitas akibat gizi berlebih.

2. Gizi kurang

Dalam kategori beban malnutrisi gizi kurang ini, umumnya dapat terlihat ketika anak-anak mengalami stunting (pendek), kurus, berat badan kurang atau bahkan mengalami gizi buruk.

"Stunting ini adalah gagal tumbuh yang berkembang selama jangka waktu yang panjang," ujarnya.

Hal yang menjadi permasalahan dari stunting itu bukanlah hanya tubuh terlihat lebih pendek saja. Melainkan kualitas sumber daya manusiannya juga lebih rendah, baik dari intelektualitas otak dan produktivitasnnya.

Jika terjadi, ini cenderung akan merugikan bagi dirinya sendiri dan juga suatu instansi bahkan negara.

Baca juga: Masalah Gizi di Indonesia Mengkhawatirkan, Bagaimana Kondisi di Tengah Pandemi?

 

 

Sementara itu, kurus yang dimaksudkan dalam kategori ini adalah kondisi seseorang yang kurus untuk tinggi badannya karena kekurangan pangan akut atau penyakit.

Sedangkan, kategori kekurangan gizi atau gizi buruk adalah kondisi berat badan kurang yang dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa dan lansia.

Ironisnya, kata Anna, jika malnutrisi ini terjadi secara akut, maka akan berisiko tinggi terhadap kematian.

3. Defisiensi gizi mikro

Defisiensi zat gizi mikro ini disebabkan karena kekurangan asupan, penyerapan atau penggunaan satu atau lebih vitamin dan mineral.

Baca juga: Pandemi Corona, Ahli Ingatkan Penuhi Gizi untuk Anak-anak

 

WHO mengindikasikan tiga hal yang masih harus dipertimbangkan dalam menyatakan seorang anak mengalami defisiensi zat gizi mikro. Di antaranya adalah anemia gizi besi, defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium.

"Ingat vitamin A itu bukan hanya bermanfaat untuk mata saja. Melainkan juga berpengaruh terhadap fungsi otak dan kebutuhan nutrisi tubuh anak," kata dia.

Serta, untuk yodium bukan hanya harus dipenuhi karena khawatir anak akan menjadi pendek dan tidak berkembang tumbuh fisiknya saja.

Akan tetapi, jika anak-anak mengalami masalah gizi defisiensi yodium, maka ada kecenderungan kecerdasan intelektual (IQ) anak tersebut akan mengalami 10-15 persen lebih rendah dibandingkan anak-anak lain seusianya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com