Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Menakar Kelayakan Metode Riset Digital di Tengah Pandemi

Kompas.com - 25/08/2020, 11:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Bahtiar Rifai

PEMBATASAN fisik dan sosial yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk mengurangi risiko penyebaran virus Corona telah berpengaruh terhadap riset sosial-humaniora (soshum) yang mendasarkan pada interaksi sebagai sumber utama data penelitian.

Sementara itu, kegiatan riset harus terus berjalan sebagai kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan meski tengah menghadapi Pandemi Covid-19.

Kondisi ini dialami sebagian besar lembaga penelitian maupun perguruan tinggi, terlebih mahasiswa (sarjana, magister dan kedokteran) sebagai syarat memperoleh gelar (kelulusan).

Beberapa universitas di luar negeri, seperti di Hawai, Australia dan Inggris, telah memilih beberapa mitigasi protokol riset seperti menunda kegiatan pengumpulan data, mengganti proses pengumpulan data, atau meminimalkan hal tersebut. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Bilamana di sektor usaha baik skala kecil-menengah (UKM) maupun usaha besar didorong oleh Menteri Keuangan untuk bertransformasi dalam sistem bisnis digital, maka kegiatan riset pun diharapkan mampu beradaptasi atas pandemi dengan menggunakan metode digital dalam pengumpulan data.

Tidak dimungkiri bila muncul dari sisi peneliti, akademisi dan masyarakat umum, pertanyaan apakah pendekatan ini berpengaruh terhadap kualitas riset. Kemudian, bagaimana hasil riset tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, seperti memenuhi kualifikasi tugas akhir, laporan penelitian ataupun publikasi ilmiah dalam jurnal ilmiah.

Belum lagi menghadapi gelombang resistensi dari sebagian peneliti soshum yang memandang metode digital ini sulit menggantikan pendekatan konvensional melalui tatap muka. Hal ini disinyalir akibat keterbatasan pengalaman peneliti tersebut menggunakan metode tersebut ataupun penguasaan skills digital.

Metode digital sebenarnya bukan sebuah pendekatan yang baru dalam riset soshum. Pengumpulan data berbasis teknologi digital telah dikembangkan sejak tiga dekade silam. Awalnya, metode ini digunakan dalam penelusuran literatur yang bertransformasi dari versi cetak menjadi digital repositories di tahun 1990.

Saat ini, hampir semua sumber literatur sudah dalam bentuk digital yang dapat ditelusuri melalui mesin pencari artikel (google scholar misalnya).

Dalam waktu yang relatif bersamaan, survei yang sebelumnya berbasis persuratan ataupun kunjungan langsung mulai bergeser ke survei surat elektronik (e-mail). Dalam proses seleksi responden ataupun narasumber, unsur etnografi telah dielaborasi seperti pengelompokan responden berdasar pekerjaan, agama, pendidikan, dan kondisi sosial lainnya.

Tanpa disadari, perkembangan teknologi di awal tahun 2000 telah menggeser alat ini dengan survei berbasis website seperti dengan google form (2008), Survey Monkey (2010) ataupun Qualtrics.

Di samping itu, pemanfaatan etnografi digital yang dikenalkan pertama tahun 2001, terus berkembang seiring dinamika sosial, yaitu dengan memanfaatkan unstructured data dalam BigData yang bersumber dari berbagai platform digital seperti pada bidang komunikasi (WhatsApp, Line, WeChat, Messenger), media sosial (Facebook, Instagram, Twitter, Snapchat), hiburan (YouTube) dan permainan online (Mobile Legends).

Konsep dasar metode digital merupakan pendekatan pengumpulan data yang menstransformasi interaksi tatap muka langsung (face-to-face) menjadi non-tatap-muka yang berbasis pada koneksi internet dengan menggunakan berbagai jenis platform (media komunikasi) yang dapat diakses pada beberapa perangkat seperti komputer, tablet dan telepon pintar yang selanjutnya data diproses secara otomatis sebagai luarannya.

Ketersediaan jaringan informasi dan komunikasi, konektivitas internet dan keterjangkauan terhadap perangkat komunikasi menjadi faktor kunci dalam merealisasikan pendekatan ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com