Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Riset: Suami, Mertua dan Ibu Kandung Hambat Keberhasilan Ibu Menyusui

Kompas.com - 19/08/2020, 20:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mereka melabeli ibu muda ini dengan label negatif seperti “sok tahu, sok paham dan keras kepala”.

Setali tiga uang dengan ibu kandung dan mertua, secara umum suami juga memilih tidak terlibat dalam proses menyusui. Apalagi saat terjadi konflik terkait menyusui antara istrinya dengan mertua atau orangtua kandungnya. Pola komunikasi yang buruk ini menghambat keberhasilan ibu muda menyusui bayinya.

Para orangtua sang ibu, baik mertua atau ibu kandung mengharapkan ibu muda ini mencari dukungan untuk berhasil menyusui. Seorang responden menyatakan bahwa dirinya harus proaktif belajar tentang kehamilan dan persiapan menyusui kepada orang yang lebih tua darinya, meski orangtua dan mertua tidak paham soal ASI, pentingnya ASI, posisi yang ideal menyusui, manfaat menyusui dan lain sebagainya.

Dalam kacamata ibu muda yang menyusui, sikap yang “seharusnya” seperti ibu proaktif bertanya pada orangtua kandung dan mertua dan mengikuti saran-saran terkait ASI dari orangtua dan mertua, menjadi lampu hijau bagi orangtua dan mertua untuk hadir secara fisik dan mental selama proses hamil hingga mengasuh.

Dari banyak proses menyusui yang penulis temui di lapangan, para mertua dan orangtua kandung menggangap ibu masa kini sebagai pembelajar pasif yang tidak mau menjadikan orangtua atau mertua sebagai pedoman dalam menyusui anak-anaknya.

Menurut orangtua dan mertua, ibu masa kini tidak mau melibatkan 100 persen kehadiran mereka, sehingga label ‘mandiri’, ‘bisa sendiri’ atau ‘tidak usah dibantu karena sudah pintar’ tersematkan dengan kuat pada diri ibu, yang berdampak buruk pada keduanya, baik bagi ibu atau orangtua dan mertua.

Sikap ibu muda yang gamang tentang ASI dan butuh pendampingan, direspons dingin oleh orangtua dan mertua. Kondisi ini pada gilirannya menurunkan keyakinan ibu untuk sukses menyusui dan berujung gagal.

Demikian pula hubungan ibu bayi dan suaminya.

Suami yang seharusnya menjadi pijakan terbesar ibu pada saat hamil dan menyusui, justru berlaku sebaliknya. Bahkan jika bayi menunjukkan ekspresi seperti tangis ketika menyusu, maka tawaran pertama dari suami adalah pemberian susu formula, agar situasi bisa segera kembali tenang dan nyaman.

Data kualitatif menunjukkan bahwa pendampingan yang tidak maksimal dari suami, seperti tidak adanya informasi yang cukup tentang ASI, suami yang merasa bahwa persoalan menyusui bukan wilayah yang harus dicampurinya, menambah goyahnya keyakinan ibu untuk berhasil menyusui.

Mari dukung ibu menyusui

Komunikasi dan hubungan yang buruk antara ibu muda, suami, dan orangtua kandung serta mertua, tanpa disadari menjadi suatu budaya yang berdampak buruk pada kesehatan ibu dan bayi.

Pada ibu muda, kegagalan menyusui memberikan risiko psikologis yang besar seperti ketidakpercayaan diri sebagai ibu yang berhasil. Sementara pada bayi yang gagal menyusu akan berdampak pada kondisi kesehatan yang juga berisiko besar, seperti terpapar obesitas, alergi akut, infeksi pernapasan, dan lain sebagainya.

Karena itu, kita perlu mengajak semua lapisan masyarakat agar lebih peduli pada ibu yang sedang hamil dan menyusui. Caranya dengan memberikan dukungan sosial yang positif, misalnya memberikan informasi yang akurat dan menarik kepada orangtua, mertua dan suami, tentang apa yang dibutuhkan ibu.

Suami, orangtua, dan mertua juga harus “disasar” program kampanye pentingnya menyusui bayi melalui seminar, diskusi, dan promosi kesehatan di Posyandu, Puskesmas, dan ruang publik.

Kepedulian kita adalah langkah awal untuk menciptakan atmosfer yang sehat di lingkungan ibu, dan juga bentuk lain dari dukungan sosial kita kepada ibu yang sedang menyusui.

Andi Muthia Sari Handayani

Dosen Psikologi, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu

Artikel ini tayang di Kompas.com berkat kerja sama dengan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambil dari artikel asli berjudul "Riset di Kota Palu: suami, mertua dan ibu kandung hambat keberhasilan ibu menyusui" Isi di luar tanggung jawab Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com