KOMPAS.com - Hoaks dan informasi simpang-siur terkait Covid-19 atau infodemik, belakangan kian ramai mewarnai media publik di Indonesia.
Tak heran jika di tengah pandemi virus corona yang kian serius dihadapi negara ini, kepercayaan masyarakat turut mengikis akibat terimbas oleh keberadaan informasi yang ada.
Padahal, seperti disampaikan Badan Pembina Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS), Prof. Dr. dr Zubairi Djoerban, Sp.PD, KHOM, saat ini di Indonesia sudah lebih dari 110.000 orang yang terinfeksi virus corona baru ini.
"Pada waktu sekarang ini, rumah sakit di Jakarta sudah makin penuh, tadinya sudah makin berkurang (pasien). Sekarang beberapa rumah sakit kembali penuh," kata Prof Zubairi, dalam webinar dengan tema Covid-19, Hoax & Fakta Vs Teori Konspirasi & Teori Ilmiah, Rabu (5/8/2020).
Baca juga: Bagaimana Peran Ilmuwan Indonesia Menangkal Hoaks tentang Covid-19, Ahli Jelaskan
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini juga menyampaikan, saat ini Indonesia sedang menghadapi kurva yang tidak melandai, tetapi semakin serius.
Sementara dalam kondisi ini, diharapkan semua tenaga dan upaya dapat terkonsentrasi untuk mengatasi pandemi Covid-19.
"Sayangnya timbul berita-berita bohong (hoaks) dan tidak benar yang amat merugikan dalam penatalaksanaan penyakit ini. Masyarakat jadi bingung dan makin tidak percaya dengan upaya yang sedang dilakukan," jelas Prof Zubairi.
Baca juga: Penjelasan Hadi Pranoto soal Herbal Antibodi Covid-19 dan Tanggapan Ahli
Menanggapi munculnya informasi-informasi tidak benar itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutnya dengan infodemik, yakni informasi tidak benar terkait pandemi virus corona yang dihadapi saat ini.
Informasi tidak benar yang baru saja viral yakni terkait obat Covid-19 herbal yang diungkapkan Hadi Pranoto. Sementara, komunitas ilmiah Indonesia sangat meragukan riset yang diungkapkan Hadi saat tampil di channel Youtube milik musisi Anji.
Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Bidang Penelitian Fundamental, Prof. dr. Herawati Sudoyo, MS, Ph.D mengatakan bahwa dalam menghadapi setiap pandemi, tidak terkecuali Covid-19, selalu ada sikap-sikap non-ilmiah yang beredar di masyarakat.
"Itu sebenarnya sebagai konstruksi berpikir untuk memahami pandemi tersebut. Tetapi karena itu non-ilmiah, sikap-sikap itu tidak berkorelasi langsung terhadap eksistensi pandemi," jelas Prof Herawati.
Tak heran, jika seringkali masalah tersebut semakin memperburuk persebaran pandemi yang dimaksud, dalam hal ini terkait Covid-19.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.