Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Jelaskan, Banjir Bandang Luwu Utara Tidak Berkaitan dengan Gempa

Kompas.com - 21/07/2020, 08:09 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banjir bandang sempat melanda Masamba, Kabupaten Luwu Utara pada Senin malam (13/7/2020).

Kepala Seksi Operasi Kantor Basarnas Makassar Rizal mengatakan, data korban yang meninggal akibat banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, hingga Senin (20/7/2020) pagi sudah ditemukan 38 orang dan 11 orang masih dalam pencarian.

Hampir 15.000 penduduk setempat mengungsi karena rumah mereka rusak diterjang banjir bandang.

Banjir bandang yang terjadi karena curah hujan sedang hingga lebat terjadi dengan intens, dan membuat tiga sungai di Luwu Utara meluap.

Ketiga sungai tersebut yaitu Sungai Rongkong di Kecamatan Sabbang, Sungai Meli di Kecamatan Baebunta dan Sungai Masamba di Masamba.

Berkaitan dengan banjir bandang Luwu ini, ada isu yang menyebutkan bahwa banjir bandang dipicu oleh longsoran akibat gempa tektonik.

Menanggapi persoalan isu tersebut, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan analisisnya terkait getaran gempa bumi yang dirasakan masyarakat sekitar dan juga kejadian banjir bandang tersebut.

Baca juga: 2 Faktor Meteorologis Penyebab Banjir Bandang Masamba Luwu Utara

Memang ada getaran gempa

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono ST Dipl Seis MSc membenarkan bahwa beberapa kali wilayah Kabupaten Luwu Utara merasakah getaran gempa. Namun, hal ini tidak berkaitan dengan banjir bandang yang terjadi.

Getaran gempa di Luwu Utara terjadi pada waktu berikut:

  1. Gempa Luwu Utara pada 25 Agustus 2017 (Magnitudo M 4,3) dirasakan dengan skala intensitas III MMI
  2. Gempa Luwu Utara pada 8 April 2020 (M 5,0) dirasakan dengan skala intensitas II MMI
  3. Gempa Luwu Utara pada 11 April 2020 (M 4,2) dirasakan dengan skala intensitas II MMI
  4. Gempa Luwu Utara pada 13 Juni 2020 (M 4,2) dirasakan dengan skala intensitas II MMI

Untuk diketahui, skala intensitas II-III MMI masih dalam kategori getaran ringan yang dirasakan oleh beberapa orang hingga dirasakan seperti truk berlalu.

"Getaran gempa semacam ini belum mampu memicu terjadinya longsoran," kata Rahmat dalam keterangan tertulisnya.

Sebuah manekin anatomi tubuh berada di sekitar tumpukan material lumpur dan kayu pasca banjir bandang di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Minggu (19/7/2020). Pasca-banjir bandang sejumlah warga yang terdampak mulai mengambil barangnya yang masih bisa digunakan.ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE Sebuah manekin anatomi tubuh berada di sekitar tumpukan material lumpur dan kayu pasca banjir bandang di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Minggu (19/7/2020). Pasca-banjir bandang sejumlah warga yang terdampak mulai mengambil barangnya yang masih bisa digunakan.

Berdasarkan hasil monitoring BMKG, tidak ada catatan adanya aktivitas gempa tektonik di wilayah kabupaten Luwu Utara menjelang terjadinya banjir bandang.

"Sehingga, peristiwa banjir bandang yang terjadi tidak ada kaitannya dengan kejadian longsoran yang diakibatkan gempa," jelasnya.

Baca juga: BMKG: Masih Musim Kemarau, Tapi Ini Daftar Wilayah yang Justru Waspada Banjir

Banjir bandang disebabkan curah hujan tinggi

Kendati saat ini 64 persen Zona Musim (ZOM) di wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Namun, sejumlah wilayah lainnya memang justru harus tetap mewaspadai curah hujan yang bisa terjadi dengan intensitas tinggi hingga sangat tinggi.

Berdasarkan pengukuran hujan sampai ke Bumi dan estimasi dari satelit cuaca, memperlihatkan bahwa salah satu penyebab terjadinya banjir bandang di Luwu Utara pada (13/7/2020) adalah akumulasi curah hujan yang terjadi dalam beberapa hari sebelumnya.

"Dengan intensitas sedang hingga lebat yang turun di wilayah Masamba dan sekitarnya, terutama di wilayah perbukitan sebelah utara dan timur laut," imbuh Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG dalam siaran resminya.

BMKG menyebutkan, untuk mengetahui penyebab banjir bandang yang sesungguhnya diperlukan kajian yang komprehensif berdasarkan data lapangan.

Khususnya kondisi daerah aliran sungai dan kondisi lahan di wilayah hulu, apakah terjadi penggundulan hutan atau konversi lahan yang dapat memicu terjadinya peningkatan aliran permukaan (run off), sehingga memicu terjadinya banjir bandang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com