Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PBB: Dampak Pandemi Covid-19, Saatnya Transisi ke Energi Bersih

Kompas.com - 10/07/2020, 17:04 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Persoalan pandemi Covid-19 juga dikaitkan dengan permasalahan lingkungan dan ekonomi yang membutuhkan pemulihan secara signifikan, sebab sangat berdampak dan kuat pengaruhnya terhadap keberlangsungan kehidupan manusia.

Salah satu strategi pemulihan masalah lingkungan dan ekonomi yang cukup banyak mendapatkan sorotan dari sebelum dan saat pandemi Covid-19 adalah energi bersih.

Sejumlah pemimpin menteri energi dari berbagai dunia membahas persoalan transisi energi bersih ini dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Transisi Energi Bersih, melalui akun Youtube Badan Energi Internasional (IEA), Kamis (9/7/2020).

Baca juga: Jaga Bumi, LIPI Tawarkan Konversi Biomassa Ganti Bahan Bakar Fosil

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam sambutannya menegaskan poin utama pembahasan KTT tersebut adalah berfokus lebih tajam pada kebutuhan untuk beralih dari bahan bakar fosil menuju masa depan energi bersih.

"Masa depan yang melindungi manusia dan planet dan menawarkan kemakmuran," kata Guterres.

Guterres megungkapkan bahwa sebagai tanggapan terhadap pandemi Covid-19, banyak negara di dunia telah mengambil keputusan yang jauh jangkauannya karena mengucurkan triliunan dolar uang pajak negara ke dalam strategi pemulihan.

Menurut dia, saat merancang dan mengimplementasikan rencana pemulihan inilah, seharusnya setiap negara juga benar-benar memiliki pilihan yang tepat.

Pilihan yang ada harus dipertimbangkan guna menjadi hal yang paling tepat sebagai bentuk investasi lebih baik di masa depan, setelah pandemi Covid-19 berakhir, juga secara berkelanjutan.

Baca juga: Emisi Bahan Bakar Fosil Memicu Pengasaman Laut Sejak 1880

Sebab jika tidak begitu, persoalan yang dihadapi penduduk Bumi akan kembali ke masa-masa sebelum wabah dan saat pandemi serupa ini terjadi.

Dicontohkan Guterres, jika kita dapat berinvestasi dalam bahan bakar fosil yang pasarnya bergejolak, maka emisinya merupakan penyebab udara yang mematikan.

"Atau, kita dapat berinvestasi dalam energi terbarukan, yang handal, bersih, dan cerdas secara ekonomi," jelasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan laporan OpenAQ bahwa emisi yang dikenaljuga sebagai polusi udara luar ruang diperkirakan telah menyebabkan 4,2 juta kematian setiap tahunnya.

Baca juga: Biofuel, Bahan Bakar Ramah Lingkungan Mulai Dipakai Kawasan ASEAN

Angka tersebut bahkan melebihi jumlah kematian dari gabungan pandemi Ebola, HIV/AIDS, Tuberkulosis (TB) dan malaria yang mencapai angka 2,7 juta kasus.

"Saya terdorong (menekan kebijakan energi bersih dari bahan bakar fosil, melihat analisa) bahwa beberapa aksi pencegahan Covid-19 dan rencana pemulihan menempatkan transisi dari bahan bakar fosil pada intinya," imbuhnya.

Salah satu hal yang menjadi kebimbangan para pemimpin negara dalam melakukan transmisi energi bersih, seperti energi terbarukan, adalah kondisi ekonomi terutama sektor industri.

Ia menegaskan seharusnya hal itu tidak menjadi permasalahan lagi. Sebab, energi terbarukan dapat menawarkan pekerjaan tiga kali lebih banyak daripada industri bahan bakar fosil.

Baca juga: NASA Bersiap Uji Coba Bahan Bakar Roket Ramah Lingkungan

Oleh sebab itu, Guterres mengajak seluruh negara berkomitmen untuk tidak ada batu bara baru dan mengakhiri semua pembiayaan ekstrenal batubara di negara berkembang.

"Batubara tidak memiliki tempat dalam rencana pemulihan Covid-19," ujarnya.

Negara-negara harus berkomitmen pada net-zero pada tahun 2050 dan menyerahkan rencana iklim nasional yang lebih ambisius sebelum COP-26 tahun depan.

"Mari kita merangkul peluang besar masa depan energi bersih, dan ini adalah kepentingan semua orang," tegasnya.

Dukungan dana talangan untuk sektor-sektor seperti industri, penerbangan dan pengiriman harus dikondisikan sesuai dengan tujuan Perjanjian Paris.

Baca juga: Peneliti Australia Ciptakan Terobosan Bahan Bakar Hidrogen dari Amonia

Membuang-buang uang untuk subsidi bahan bakar fosil dan memberi harga pada karbon juga harus dihentikan. Hal ini peru dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, dengan menganalisis risiko iklim.

"Setiap keputusan keuangan harus mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial," jelasnya.

Ini lebih penting untuk beberapa bulan mendatang karena perusahaan, investor, dan negara membuat keputusan keuangan besar tentang masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com