Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan dari Alam, Wabah Belalang Serang Afrika

Kompas.com - 07/07/2020, 18:28 WIB
Monika Novena,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Virus corona bukan satu-satunya pandemi yang menganggu Afrika Timur. Masyarakat di wilayah tersebut juga harus didera dengan ancaman serius lainnya, yakni wabah belalang.

Seperti dilansir dari Science Alert, Jumat (3/7/2020) serangga-serangga rakus ini telah berkembang biak dengan suburnya sejak 2019.

Salah satunya yang memungkinkan itu terjadi adalah kondisi cuaca yang basah.

Dalam jumlah yang luar biasa banyak, mencapai hingga triliunan belalang, mereka kemudian menghancurkan padang rumput serta tanaman berharga lain mulai dari Kenya, Ethiopia, Yaman dan bahkan menjangkau hingga bagian India utara.

Wabah belalang ini dianggap menjadi yang terburuk dalam beberapa dekade.

Baca juga: Kamasutra Satwa: Kanibalisme Belalang Sembah, Kepala Jantan Dimakan Usai Bercinta

Banyak orang yang khawatir akan kelaparan dan juga kejatuhan ekonomi di wilayah tersebut. Namun bagi ahli entomologi Dino Martins, wabah belalang itu juga merupakan peringatan dari alam.

"Ada pesan yang lebih dalam dan pesannya adalah bahwa kita sedang mengubah lingkungan," kata Martins.

Martins yang bekerja di Pusat Penelitian Mpala di Kenya utara menyebut jika penggundulan hutan, perluasan padang pasir, degradasi lingkungan lokal dan penggembalaan berlebih menciptakan kondisi ideal untuk belalang berkembang biak.

Selain itu, perubahan iklim mengubah pola cuaca kita dan membawa lebih banyak hujan ke bagian dunia ini.

Kawanan besar belalang pertama muncul akhir tahun lalu setelah cuaca hangat dan basah yang luar biasa. Jumlahnya mencapai ratusan miliar.

Gelombang belalang kedua berikutnya datang di bulan April, kali ini jumlahnya sampai triliunan. Kemungkinan akan ada kawanan besar lainnya pada Juli dengan jumlah yang lebih besar.

"Saat Anda berada dalam kerumunan belalang, itu sebenarnya pengalaman yang luar biasa. Anda bisa lihat warna merah muda dan kuning yang dihasilkan dari sayap belalang muda dan dewasa. Ada sedikit bau belalang juga di sekitar Anda dan banyak burung memakannya," cerita Martins.

Baca juga: Ini Dia Makhluk Frankenstein, Kombinasi Tawon, Belalang, dan Kecoa

Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Qu Dongyu menyebut bahwa akibat kombinasi dengan Covid-19, ia khawatir mungkin akan ada konsekuensi bencana pada mata pencaharian lokal serta keamanan pangan.

Peta penyebaran belalangsciencealert Peta penyebaran belalang

Sementara ini serangga dikendalikan dengan pestisida yang disemprotkan dari helikopter.

Namun, ccara tersebut tentunya dapat berimbas pada kesehatan manusia dan lingkungan. Bahkan dalam proses penyemprotan itu, bisa jadi justru akan membunuh serangga penting lain, seperti lebah.

Tak hanya mengancam Afrika, wabah belalang juga melanda Argentina dan kemungkinan dapat meluas hingga Paraguay, Uruguay, dan Brasil. Para ahli menduga kejadian ini masih terkait dengan perubahan iklim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com