Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Handy Chandra
Bekerja di Kementerian Kelautan dan Perikanan

Bekerja di Kementerian Kelautan dan Perikanan | Menekuni Inovasi Teknik dan Manajemen Lingkungan Laut | Pengalaman di bidang Maritim dan Pemilik Paten Plutonium Buoy

Wakatobi-AIS, Perangkat Kemaritiman Inovasi Anak Negeri

Kompas.com - 26/06/2020, 09:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LELAKI muda ini benar-benar anak laut. Dia kelahiran Bima tahun 1985, propinsi Nusa Tenggara Barat.

Kemudian pindah mencari nafkah di Wakatobi, propinsi Sulawesi Tenggara. Dari pulau ke pulau, dari kota pesisir ke kota pesisir, dari propinsi tenggara barat ke propinsi tenggara. Lalu bekerja di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Lengkap sudah nuansa lautnya.

Namanya Arief Rahman. Sejak tahun 2017, dia berjuang dengan teman-temannya di Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) membantu keselamatan nelayan.

Kepeduliannya pada keselamatan nelayan dilatarbelakangi keluarganya yang juga nelayan. Dia membantu keselamatan nelayan dengan kapabilitas ilmu, kapabilitas institusi dan kapabilitas kerja sama. Didukung penuh dengan kepala LPTK, Akhmatul Ferlin.

Baca juga: Kurangi Kecelakaan Kapal Nelayan, KKP Luncurkan Wakatobi AIS

Dengan berbasis kapabilitas yang dimiliki, dia mengembangkan teknologi AIS kelas B. Apa itu AIS? Ini merupakan singkatan dari alat bantu keselamatan pelayaran, yaitu Automatic Identification System.

Alat ini memiliki dua klasifikasi atau kelas, yaitu kelas A dan kelas B. Kelas A memiliki fitur daya 12,5 watt, memiliki layar pantauan yang terintegrasi dengan radar, dan dapat dipantau secara global melalui satelit.

Untuk kelas B, fitur dayanya ada 2 jenis, yaitu 5 watt dan 2 watt. Tidak memiliki layar pantau dan hanya bisa dipantau dengan kapal terdekat yang memiliki radar.

Kerja keras selama tiga tahun mulai berbuah di tahun 2020. Proses sertifikasi sedang berlangsung di Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP), Kementerian Perhubungan.

Diharapkan, tahun ini juga bisa selesai, walau dikepung pandemi Covid-19. Nama alat itu adalah Wakatobi-AIS, yang merupakan perangkat AIS kelas B dan merupakan karya anak negeri.

Wakatobi adalah kabupaten yang terdiri dari 4 pulau utama. Ada pulau Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Disingkat Wakatobi. Kabupaten baru ini berdiri sekitar tahun 2003-2004.

Hal yang menarik untuk alat ini, teman-teman LPTK memberi nama Wakatobi juga. Yaitu singkatan dari: WAhana KeselamatAn dan pemanTauan Obyek Berbasis Informasi - AIS. Sebuah kecocokan yang manis.

Pada tahun 2019, Penulis beserta semua tim Wakatobi-AIS melakukan evaluasi dan mengeluarkan rekomendasi pemanfaatannya. Finalisasi disain dan fitur juga tuntas di tahun itu.

Mari sebentar, kita kilas balik sejarah kemaritiman. Sebelum ada teknologi AIS, kejadian tabrakan antar kapal sangatlah tinggi.

Paling banyak justru di pelabuhan, bukan di laut lepas. Kejadian ini terjadi pada pelabuhan yang lalu lintasnya padat, cuacanya sering berkabut, pada malam hari dan banyak gunung es terapung (daerah sub-tropis).

Sebelum ada teknologi radio yang ditemukan oleh Marconi, komunikasi antar kapal di laut menggunakan sinar lampu, suara peluit dan bendera.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com