Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kematian karena Covid-19 itu Nyata, Ahli Jelaskan Bukti Studi Otopsi

Kompas.com - 25/06/2020, 17:05 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com - Pernyataan meninggal karena Covid-19 pernah disangkal dan sempat viral diperbincangkan. Padahal, banyak studi menyatakan kematian akibat penyakit yang disebabkan virus corona baru ini memang nyata.

"Memang sempat ada klaim bahwa tidak ada kematian akibat Covid-19. Narasinya pasien meninggal karena penyakitnya (komorbiditas)," kata Ahli Biologi Molekuler Indonesia, Ahmad Utomo ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (25/6/2020).

Video tentang Bukti Meninggal karena Covid-19 telah dipublikasikan Ahmad untuk menjelaskan dan menerangkan tentang studi otopsi terhadap pasien yang meninggal akibat infeksi virus ini.

Dalam video berdurasi 19 menit 30 detik itu, Ahmad menerangkan sebagian tokoh masyarakat menarasikan pasien meninggal karena penyakitnya dan tidak ada hubungan dengan virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.

Baca juga: Ahli: Otopsi Bisa Jadi Cara Pelajari Virus Corona, Ini Penjelasannya

"Tentu ini tidak bisa dibenarkan, karena kita tahu meninggal karena Covid-19 itu memang nyata. Buktinya dari studi otopsi," ungkap Ahmad.

Ahmad memaparkan sudah cukup banyak artikel dan makalah penelitian yang membahas tentang penyebab kematian pasien Covid-19.

Ada kesamaan dengan SARS pertama

Studi otopsi yang dilakukan para peneliti di Eropa dari 12 jenazah pasien Covid-19 dan yang terbaru penelitian terhadap 37 jenazah pasien, menunjukkan kesamaan.

Jenazah pasien Covid-19 yang diotopsi memiliki berbagai riwayat penyakit penyerta yang disebut dengan komorbiditas. Antara lain seperti diabetes, penyakit jantung, kanker hingga penyakit bawaan lainnya.

Baca juga: Bukan Hanya Organ Paru, Virus Corona juga Bisa Merusak Jantung

"Dari hasil otopsi diketahui masalahnya, ternyata paru-paru adalah organ yang paling terdampak (infeksi virus SARS-CoV-2)," jelas Ahmad.

Ahmad menegaskan hasil studi ini semakin menguatkan bahwa virus corona baru, SARS-CoV-2 ini mirip dengan virus SARS sebelumnya.

"Sebenarnya ini studi ini sudah lama diketahui sejak SARS pertama, namun saat itu kasus kematian tidak banyak," kata Ahmad.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com