Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Australia Sebut Indonesia Hotspot Baru Corona, Ini Tanggapan Ahli

Kompas.com - 24/06/2020, 12:03 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis


KOMPAS.com – Sebuah artikel yang dimuat di situs berita The Sydney Morning Herald menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi hotspot baru Covid-19.

Artikel berjudul “The world’s next coronavirus hotspot is emerging next door” tersebut menjabarkan beberapa bukti tertinggalnya Indonesia dari negara-negara lain di Asia Tenggara dalam memerangi Covid-19.

Tertulis bahwa mengutip situs Worldometer, Indonesia berada pada peringkat 163 dengan jumlah tes sebanyak 2.123 per 1 juta penduduk.

Penulis membandingkannya dengan Rusia yang berada pada peringkat 18, dengan 107.445 tes per 1 juta penduduk. Sementara itu, AS berada pada peringkat 27 dengan 80.750 tes per 1 juta penduduk.

Baca juga: UI Bikin Bilik Swab Test, Kurangi Risiko Tenaga Medis Terpapar Corona

India lebih baik dari Indonesia. Negara di Asia Selatan tersebut menempati peringkat 138 dengan 4.530 tes per 1 juta penduduk.

Penulis juga menyebutkan bahwa Indonesia terlalu cepat membuka gerbang perekonomian terutama dari sektor pariwisata.

Tanggapan ahli

Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Dr Pandu Riono., MPH., Ph.D, menyebutkan bahwa kondisi Indonesia saat ini sudah mendekati hotspot baru.

“Memang sudah seperti hotspot sekarang,” ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (24/6/2020).

Menurut Pandu, tak ada yang salah dengan artikel yang dimuat di The Sydney Morning Herald. Evaluasi penulis disebut komprehensif karena melihat keseriusan Indonesia dalam menangani pandemi, melaksanakan PSBB.

“Ini kekhawatiran negara tetangga, jangan dianggap menjelek-jelekkan Indonesia. Justru jadi suatu dorongan untuk Indonesia menangani Covid-19 dengan lebih baik,” tuturnya.

Baca juga: Update Corona 24 Juni, Lebih dari 5 Juta Orang Sembuh Covid-19

Pandu menyebutkan beberapa alasan Indonesia berpotensi menjadi hotspot baru virus corona yang menurutnya masuk akal.

“Pertama, angka kasus Covid-19 di Indonesia naik terus sementara negara lain mulai turun. Artinya, banyak daerah yang masih tinggi angka kasusnya,” papar Pandu.

Kedua adalah jumlah testing yang masih sedikit. Pandu menjelaskan, jumlah tes di Indonesia masih belum sebanding dengan jumlah penduduk.

“Testing kita kurang banyak. Kalau tidak ada testing, bukan berarti tidak ada kasus. Jika kita testing-nya tinggi dengan positivity rate rendah, mereka (media Australia dan seluruh dunia) baru akan menganggap Indonesia serius (dalam memerangi Covid-19),” tuturnya.

Warga mengenakan masker untuk menjaga diri dari risiko terpapar virus corona, awal Februari 2020.Shutterstock Warga mengenakan masker untuk menjaga diri dari risiko terpapar virus corona, awal Februari 2020.

Pandu menyebutkan mayoritas tes di Indonesia masih merupakan tes antibodi (rapid test) yang banyak menghasilkan false negative atau negatif palsu.

Testing-nya harus serius, semuanya harus pakai PCR. Tidak mudah memang. Masyarakat juga harus patuh terhadap protokol pencegahan Covid-19 dan PSBB,” tuturnya.

Baca juga: Reaktif Rapid Test Covid-19 Belum Tentu Positif Corona, Ahli Jelaskan

Terakhir, menurut Pandu, Indonesia belum memiliki sistem komunikasi yang baik untuk penduduk dengan berbagai segmen.

“Saat ini belum ada komunikasi masif yang mengubah penduduk. Hal-hal sederhana jadi membuat orang ketakutan,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com