Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perokok Anak Meningkat, Pemerintah Perlu Perketat Pengendalian Rokok

Kompas.com - 12/06/2020, 16:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Komnas Pengendalian Tembakau menyoroti persoalan meningkatnya perokok anak di Indonesia. Pemerintah pun diminta untuk mengambil langkah-langkah dalam memperketat pengendalian produk tembakau.

Merujuk Riset Kesehatan Dasar 2018 jumlah perokok Indonesia masih sangat tinggi, yaitu 33 persen atau 1 dari 3 orang merupakan perokok. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok ketiga tertinggi di dunia.

Sementara, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun naik dari 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018, atau 1 dari 10 anak Indonesia merokok.

Menurut Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, usia tersebut tampaknya tidak mencakup usia anak yang lebih muda, seperti yang suka muncul pada video-video viral di media sosial, sehingga sangat mungkin jumlah perokok pemula di negara Indonesia jauh lebih tinggi.

Baca juga: WHO: Perokok Tembakau dan Sisha Berisiko Tinggi Terkena Covid-19

"Cara-cara manipulatif yang dilakukan industri rokok demi melanggengkan bisnis buruknya sangat berbahaya dan mengancam masa depan Indonesia, terutama karena yang mereka target adalah anak-anak kita," ujar Hasbullah dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (12/6/2020).

Ia mengatakan, meningkatnya jumlah perokok anak dipengaruhi masifnya iklan, promosi, dan sponsor rokok, serta harga rokok yang masih sangat terjangkau bagi kantong anak-anak.

Berbagai taktik juga dilakukan industri rokok demi menggaet anak muda untuk mulai merokok dan menjadi kecanduan, mulai dari membuat iklan yang bergaya anak muda keren, meletakkan iklan-iklan di sekitar sekolah, sampai membuat promosi harga per batang di iklan-iklannya.

Melalui banyaknya program semacam-CSR (tanggung jawab sosial perusahaan), lanjut Hasbullah, industri rokok melegitimasi dirinya dengan pembuat kebijakan dan publik untuk melawan perhatian negatif produknya yang mematikan.

Baca juga: Hari Tanpa Tembakau Sedunia, WHO Ingatkan Rokok Memperparah Risiko Infeksi Covid-19

"Serta untuk membangun citra baik di antara para pembuat kebijakan dan masyarakat," katanya.

Tobacco Industry Interference Index yang diterbitkan Southeast Asia Tobacco Control Alliance menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan industri rokok di Indonesia menjadi yang tertinggi se-ASEAN sejak 2014.

Oleh sebab itu, Hasbullah meminta pemerintah untuk memperketat aturan pengendalian tembakau, seperti menerapkan larangan iklan, promosi, dan sponsor rokor.

Kemudian, meningkatkan cukai rokok dan mengimplemetasikan simplifikasi tarif cukai demi mencegah keterjangkauan harga rokok di masyarakat, khususnya anak-anak.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Momentum Pemerintah Perbesar PHW di Bungkus Rokok

Pemerintah juga diharapkan menutup setiap peluang yang memberi kesempatan bagi industri rokok untuk melakukan intervensi kebijakan.

Termasuk dengan tidak menempatkan industri rokok sebagai stakeholders dalam pengambilan kebijakan dan menghentikan endorsing (dukungan) terbuka kepada kegiatan-kegiatan semacam-CSR industri rokok.

Hasbullah berharap, pemerintah menitikberatkan perhatian pembangunan kepada perlindungan dan pengembangan sumber daya manusia, terutama pada sektor kesehatan publik dan pendidikan.

"Serta menerapkan terminologi new normal versi pengendalian tembakau melalui kenormalan baru yang terbebas dari manipulasi industri rokok dan jebakan candu produknya yang mematikan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com