Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Konsumsi Olahan Susu Turunkan Risiko Hipertensi dan Diabetes

Kompas.com - 07/06/2020, 10:03 WIB
Yohana Artha Uly,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Sebuah studi mengungkapkan konsumsi produk olahan susu bisa membantu menurunkan risiko terkena tekanan darah tinggi (hipertensi) dan diabetes.

Studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal BMJ Open Diabetes Research & Care tersebut, juga menemukan bahwa mengonsumsi produk olahan susu dengan kandungan lemak utuh jauh lebih baik bagi kesehatan, dibanding olahan susu yang rendah lemak.

"Banyaknya mengonsumsi produk olahan susu, seperti susu, yogurt, dan keju, terutama dengan kandungan lemak utuh daripada rendah lemak, berkaitan dengan risiko yang lebih rendah terkena sindrom metabolik juga hipertensi dan diabetes," ujar Andrew Mente, peneliti utama di Population Health Research Institute, dilansir dari Medical News Today, Jumat (5/6/2020).

Baca juga: Alasan Rasa Susu Sapi Organik Lebih Manis dan Khas

Penelitian dilakukan Mente bersama timnya pada 147.812 responden dari 21 negara di Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika, dan Eropa. Para peserta berkisar pada usia 35-70 tahun.

Tim peneliti mempelajari asupan makanan peserta selama satu tahun melalui kuesioner. Peserta mencatat berapa kali mereka telah mengonsumsi produk olahan susu dalam daftar yang ada pada kuesioner.

Daftar tersebut mencantumkan beberapa produk olahan susu seperti yogurt, keju, susu, dan hidangan yang berbahan susu. Tapi mentega dan krim tidak di masukkan ke dalam daftar karena bukan menu umum yang disantap di banyak negara.

Ilustrasi: Produk olahan susuKOMPAS.com/ESTU SURYOWATI Ilustrasi: Produk olahan susu

Produk olahan susu tersebut digolongkan menjadi dua kategori yakni dengan kadar lemak utuh dan rendah lemak.

Selain itu, para peneliti juga mempertimbangkan informasi masing-masing peserta, mencakup riwayat medis, resep hidangan, pendidikan, tekanan darah, lingkar pinggang, kadar glukosa dan lemak dalam darah.

Hasilnya, ditemukan bahwa kebiasaan mengonsumsi setidaknya 2 porsi olahan susu per hari menurunkan risiko terkena sindrom metabolik sebesar 24 persen, dibandingkan dengan tidak mengonsumsi susu sama sekali.

Sindrom metabolik merupakan sekelompok gangguan kesehatan yang terjadi secara bersamaan, meliputi peningkatan tekanan darah tinggi, penumpukan lemak di sekitar pinggang, kenaikan kadar gula darah, kolesterol, dan trigliserida.

Kondisi ini membuat penderitanya berisiko tinggi mengalami penyakit jantung, stroke, dan diabetes.

Baca juga: Batasi Gula, Garam, dan Lemak untuk Cegah Diabetes Saat Pandemi Corona

Selain itu, ditemukan setidaknya 2 porsi olahan susu dengan kadar lemak utuh menurunkan risiko terkena sindrom metabolik sebesar 28 persen. Sedangkan produk olahan susu rendah lemak tidak berdampak pada pengurangan risiko sindrom metabolik.

Temuan ini mungkin tampak berlawanan dengan anggapan masyarakat selama ini, bahwa produk susu dengan kadar lemak utuh lebih tidak sehat, daripada yang rendah lemak. Oleh sebab itu, peneliti berharap studi ini bisa menghilangkan mitos tersebut.

“Produk olahan susu yang mengandung lemak utuh menyediakan protein berkualitas tinggi dan berbagai vitamin, juga mineral penting, termasuk kalsium, magnesium, kalium, seng, fosfor, dan vitamin A, B-12, dan riboflavin,” jelas Mente.

Kendati demikian, belum diketahui dengan pasti bagaimana susu dapat mencegah terjadinya gangguan kesehatan tersebut, oleh sebab itu para peneliti berharap untuk mengkonfirmasi temuan mereka dalam uji coba yang lebih besar dan jangka panjang.

Jika kesimpulan mereka dikonfirmasi, para peneliti mengatakan, meningkatkan konsumsi susu dapat terbukti sebagai pendekatan yang layak dan murah untuk mengurangi tingkat sindrom metabolik, tekanan darah tinggi, dan diabetes di seluruh dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com