Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Satelit Baru Bakal Mengorbit, Para Astronom Khawatir

Kompas.com - 25/05/2020, 10:15 WIB
Yohana Artha Uly,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejak peluncuran satelit buatan manusia pertama yakni Sputnik 1 pada tahun 1957 ke orbit bumi rendah atau low earth orbit (LEO), kini ada sekitar 2.220 satelit yang telah ditempatkan pada orbit tersebut.

LEO merupakan orbit yang berada pada ketinggian 160-2.000 kilometer di atas permukaan Bumi.

Objek yang berada di LEO memiliki waktu periode orbit sekitar 90 menit untuk sekali mengelilingi Bumi.

Dilansir Science Alert, Minggu (17/5/2020), ternyata LEO tak hanya diisi oleh satelit yang aktif, melainkan juga sampah-sampah antariksa yang dihasilkan dari satelit.

Misalnya pecahan-pecahan akibat tabrakan antar satelit, komponen yang menerbangkan satelit, hingga satelit yang tak lagi berfungsi.

Baca juga: Lawan Corona, Konsorsium Covid-19 Targetkan Kit Deteksi hingga Satelit Buatan

Namun ribuan satelit yang sudah mengorbit di LEO rasanya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia yang saat ini serba digitalisasi.

Misi-misi peluncuran satelit buatan manusia pun terus dilakukan hingga saat ini dan mungkin akan terus bertambah jumlahnya.

Teranyar, ada SpaceX yang telah meluncurkan 60 satelit pada 22 April 2020, yang merupakan bagian dari program Starlink.

Program ini bertujuan menyediakan internet dengan kecepatan tinggi untuk penduduk dunia.

CEO SapceX Elon Musk, yang juga pemilik Tesla Inc. menargetkan 12 ribu satelit untuk bisa memberikan layanan internet kecepatan tinggi.

Untuk tahap awal, layanan ini menyasar Amerika Serikat dengan telah menempatkan sekitar 400 satelit di LEO.

Baca juga: Pecahkan Rekor, Satelit NASA Ini Nyaris Menyentuh Matahari

Proyek Starlink ini merencanakan membuat satelit membentuk rasi bintang di sekitar Bumi dari jarak 321 kilometer hingga 1.126 kilometer di atas permukaan Bumi dan mengirimkan data ke stasiun di Bumi.

Tak hanya SpaceX, ada Amazon, Telesat, dan beberapa perusahaan lainnya yang memiliki proyek serupa dengan target ratusan hingga ribuan satelit mengorbit di LEO.

Alhasil, sudah dapat dipastikan proyek-proyek tersebut akan membuat orbit rendah bumi semakin ramai.

Komponen peluncuran satelit juga akan menjadi puing-puing yang memenuhi ruang angkasa, ukurannya berkisar dari beberapa mikron hingga beberapa meter.

Stuart Gray, seorang insinyur ilmu ruang angkasa di University of Strathclyde, telah menghasilkan visualisasi menakjubkan yang menyoroti lebih dari 20.000 objek berukuran lebih dari 10 sentimeter yang sekarang mengorbit Bumi. Termasuk juga ada jutaan partikel berukuran 1 milimeter atau lebih kecil.

Ramainya ruang angkasa di orbit bumi rendah dengan objek-objek buatan manusia mengkhawatirkan para astronom.

Satelit-satelit tersebut memberikan kesan mengkilap, akibat permukaan satelit dapat memantulkan sinar dari matahari ke permukaan Bumi.

Rentetan satelit Starlink SpaceX di angkasa. Tahun depan (2020), jumlahnya bertambah. Rentetan satelit Starlink SpaceX di angkasa. Tahun depan (2020), jumlahnya bertambah.

Baca juga: Jepang Akan Kirim Perangkat ke Dua Satelit Planet Mars

Semburan cahaya yang intens tersebut menganggu observasi atau pengamatan objek ruang angkasa oleh para astronom yang berada di Bumi.

International Astronomical Union (IAU) pun telah menyuarakan kekhawatiran mereka terkait dampak negatif yang dihasilkan satelit tersebut.

Menanggapi hal tersebut, SpaceX meyakinkan publik bahwa telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak reflektivitas satelitnya pada kegiatan pengamatan astronomi.

Dari sekitar 3 persen konstelasi satelit yang direncanakan diluncurkan, SpaceX setidaknya menanggapi kekhawatiran yang diajukan oleh para astronom.

Diharapkan perusahaan-perusahaan lainnya yang juga memiliki proyek konstelasi satelit bisa menanggapi kekhawatiran para astronom dan segera mengambil langkah.

Ramainya Satelit di LEO Berisiko Buruk untuk Astronot

Tak hanya dapat mempengaruhi kegiatan observasi ruang angkasa para astronom, kerumunan satelit di orbit rendah Bumi bisa berisiko terjadi tabrakan antar satelit dan juga
pesawat ruang angkasa yang berisikan astronot.

Untuk mencapai orbit, sebuat satelit mencari keseimbangan antara kecepatan dan efek gravitasi Bumi terhadapnya. Kecepatan yang harus dilalui satelit untuk mencapai keseimbangan ini tergantung pada ketinggiannya di atas Bumi.

Semakin dekat dari Bumi, maka semakin tinggi kecepatan orbit yang dibutuhkan.

Pada ketinggian 200 kilometer di atas Bumi, kecepatan orbit yang dibutuhkan adalah sekitar 7,4 kilometer per detik. Setiap puing yang dihasilkan dari satelit ataupun objek ruang angkasa lainnya akan mempertahankan kecepatan orbit yang sama.

Sampah luar angkasa penuhi orbit Bumi. Sampah-sampah ini berasal dari pecahan satelit yang sudah tak aktif.science alert Sampah luar angkasa penuhi orbit Bumi. Sampah-sampah ini berasal dari pecahan satelit yang sudah tak aktif.

Baca juga: Geser Rekor Jupiter, Saturnus Punya 20 Satelit yang Baru Terungkap

Oleh karena itu tabrakan antara objek-objek langit buatan manusia tersebut, dapat terjadi pada kecepatan gabungan yang berpotensi hingga 14,8 kilometer per detik pada ketinggian 200 kilometer.

Efek dari dampak tersebut dapat serius bagi para astronot dan stasiun luar angkasa.

Layaknya kisah dalam film Gravity, di mana terjadi tabrakan antara puing-puing satelit dengan pesawat dan stasiun ruang angkasa yang membuat astronot terjebak di ruang angkasa dan berupaya untuk kembali ke Bumi.

Sebenarnya ada perisai pada satelit dan pesawat ruang angkasa yang dirancang untuk menghadapi tabrakan dari benda berukuran kurang dari 1 sentimeter.

Tapi ukuran puing antariksa yang lebih besar memberikan dampak yang buruk bagi pesawat jika terjadi tabrakan. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan internal dan disintegrasi yang mengancam keselamatan misi antariksa.

Badan luar angkasa seperti NASA dan ESA telah membentuk program untuk mengamati puing-puing tersebut dan mengembangkan strategi untuk mengendalikan dampaknya.

Diperkirakan dengan meningkatnya penggunaan dan komersialisasi ruang angkasa akan meningkatkan risiko peristiwa bencana yang terkait dengan puing-puing hasil dari mesin-mesin buatan manusia.

Semua pihak harus menyadari hal ini untuk mengurangi kemungkinan peristiwa buruk terjadi akibat puing-puing dengan berusaha mengurangi jumlah sampah antariksa di masa mendatang. Lantaran, hanya dengan cara pembersihan sampah luar angkasa inilah maka manusia akan memiliki jalur yang terbuka untuk menuju ke ruang angkasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com