Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Temukan Bukti Dampak Meteorit Raksasa pada Permukaan Bulan

Kompas.com - 12/05/2020, 20:03 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

Sumber PHYSORG


KOMPAS.com - Sekelompok ilmuwan menilai dampak meteorit raksasa turut berperan dalam pembentukan batuan purba di Bulan.

Penelitian baru ini dipublikasikan di jurnal Nature Astronomy yang mengungkapkan peristiwa destruktif yang paling sering dikaitkan dengan kepunahan dinosaurus dan bencana.

Peristiwa ini juga diduga memberi kontribusi pada pembentukan permukaan Bulan, seperti dilansir dari Phys, Selasa (12/5/2020).

Para ilmuwan meneliti sebuah batuan unik yang dikumpulkan para astronot NASA selama misi Apollo 17 pada 1972 di Bulan.

Baca juga: Ternyata Bulan Pernah Menghilang dari Langit Bumi, Kok Bisa?

Mereka menemukan, batuan ini mengandung mineralogi yang mana terbentuk pada suhu yang sangat tinggi lebih dari 2300 derajat Celcius yang hanya mungkin dicapai dengan mencairnya lapisan luar planet dalam peristiwa yang besar.

Dalam batuan tersebut, peneliti menemukan keberadaan zirkonia kubik, fase mineral yang sering digunakan sebagai pengganti berlian dalam perhiasan.

Fase yang hanya akan terbentuk pada batuan yang dipanaskan hingga 2300 derajat Celcius.

Sambil melihat struktur kristal yang ada dalam batuan itu, para peneliti juga mengukur usia butiran, yang mengungkapkan baddeleyite yang terbentuk lebih dari 4,3 miliar tahun yang lalu.

Baca juga: Pembangunan Pangkalan di Bulan, Ilmuwan Akan Gunakan Urine Astronot

Disimpulkan, fase zirkonia kubik suhu tinggi harus terbentuk sebelum waktu ini, menunjukkan bahwa dampak besar sangat penting untuk membentuk batuan baru di awal Bulan.

Pembentukan permukaan Bulan

Ketika sampel batuan pertama yang dibawa dari permukaan Bulan pada 50 tahun lalu, para ilmuwan mengajukan pertanyaan tentangan bagaimana batuan di kerak Bulan terbentuk. Hingga saat ini, pertanyaan ini masih terkunci dan belum dapat terjawab.

Penelitian baru ini menunjukkan dampak besar terhadap lebih dari 4 miliar tahun yang lalu dapat mendorong pencampuran ini, menghasilkan batuan yang kompleks yang terlihat di permukaan Bulan saat ini.

"Batuan di Bumi terus-menerus didaur ulang, tetapi Bulan tidak menunjukkan lempeng tektonik atau vulkanisme, yang memungkinkan batuan yang lebih tua dipertahankan," kata Dr Lee White, Hatch Postdoctoral Fellow di Royal Ontario Museum (ROM), Toronto, Kanada.

Dr White mengatakan dengan mempelajari Bulan, peneliti dapat lebih memahami sejarah awal planet Bumi. Jika dampak besar dan sangat panas dalam pembentukan batuan Bulan, kata dia, kemungkinan proses yang sama dapat terjadi di Bumi.

"Meskipun ukuran batuan ini lebih kecil, kurang dari satu milimeter, butiran baddeleyite yang menarik perhatian kami adalah yang terbesar yang pernah saya lihat dari sampel yang dibawa Apollo," kata penulis pendamping penelitian, Dr Ana Cernok,rekan Postdoctoral Fellow di ROM.

Dr Cernok mengatakan butiran kecil ini masih memegang bukti pembentukan cekungan benturan yang berdiameter ratusan kilometer di permukaan Bulan.

Ilustrasi astronot lakukan misi di permukaan Bulan. Ilustrasi astronot lakukan misi di permukaan Bulan.

Baca juga: Pesawat Antariksa NASA Temukan Molekul Air di Permukaan Bulan

"Ini adalah bukti yang signifikan, sebab kami tidak melihat bukti dampak lama ini di Bumi," imbuhnya.

Temuan tentang batuan pembentuk kerak di Bulan ini benar-benar mengubah pemahaman ilmuwan tentang geologi bulan dari sampel yang dibawa Apollo.

"Benturan meteorit sangat keras yang tak terbayangkan ini, memberi dampak pada pembentukan kerak Bulan, tetapi tidak menghancurkannya," sambung James Darling, dari University of Portsmouth, pendamping penelitian ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber PHYSORG
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com