“Kami mendapat banyak panggilan yang menyedihkan, yang menunjukkan betapa intens perlakuan buruk terhadap fisik dan psikologis ketika seseorang berada 24 jam di rumah,” tutur Ana Bella, yang baru membuat sebuah institusi untuk membantu para wanita yang terkena KDRT.
Minggu lalu, pihak kepolisian di Perancis melaporkan tingkat KDRT untuk seluruh wilayah negara meningkat 30 persen. Christophe Castaner selaku Menteri Dalam Negeri Perancis telah meminta pihaknya untuk mengatasi krisis ini.
“Risikonya bertambah karena kurungan (lockdown),” tuturnya.
Judith Lewis Herman, seorang ahli trauma di Harvard University Medical School menemukan bahwa metode pemaksaan yang digunakan pelaku KDRT untuk mengontrol pasangan dan anak-anak mereka memiliki “kemiripan luar biasa” dengan apa yang dilakukan penculik untuk mengendalikan sanderanya.
“Metode yang digunakan ini cukup konsisten. Sementara pelaku eksploitasi politik atau seksual terorganisir dan dapat saling menginstruksikan satu sama lain dalam metode pemaksaan, pelaku pelecehan dalam rumah tangga menciptakannya kembali,” tutur Herman dalam jurnalnya.
Baca juga: Kenali Tanda Anda Jadi Korban Kekerasan Verbal
Selain kekerasan fisik, beberapa jenis kekerasan lainnya dalam rumah tangga antara lain isolasi dari keluarga, pengawasan dan aturan ketat yang terperinci, serta pembatasan akses pada kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan fasilitas sanitasi.
Bagaimanapun, lockdown atau karantina wilayah serta pandemi ini akan berakhir. Namun selama masih berjalan, risiko KDRT akan terus tinggi. Apalagi ketika berkaitan dengan masalah baru seperti PHK atau krisis finansial lainnya.
Namun warga yang mengalami KDRT diharapkan segera mencari bantuan dan melapor kepada pihak berwajib, meski pandemi belum berakhir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.