Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal IPAG60, Teknologi Pengolah Air Gambut Jadi Air Bersih

Kompas.com - 03/04/2020, 17:04 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Instalasi Pengolahan Air Gambut (IPAG60) dikembangkan sebagai sarana pemenuhan hak dasar masyarakat atas air, terutama di daerah gambut.

Diceritakan oleh Ignasius, ide dari inovasi IPAG60 ini berasal dari pengalamannya yang mengunjungi berbagai daerah, terutama di Kalimantan, di mana fasilitas air bersihnya meskipun di hotel sekalipun adalah air gambut.

"Awalnya itu tahun 2000-an ada survei di Kalimantan Timur, saya terkejut dengan kondisi layanan air bersih bahkan di hotel. Di hotel saja airnya begitu, berarti di rumah warga juga bisa jadi lebih (buruk) dari itu," ujar dia.

Baca juga: Pentingnya Akses Air Bersih di Lokasi Bencana, PMI Terima Bantuan ini

Oleh sebab itu, ia berusaha membuat inovasi yang dapat digunakan untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan air bersih yang memenuhi standar.

Pengembangan teknologi sudah dilakukan sejak tahun 2009. Setelah itu, pada tahun 2010 hingga 2011, mulai pengujian laboratorium sampai implementasi awalnya. Bahkan, pada tahun 2013, teknologi ini sempat mendapatkan penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi RI.

IPAG60 memiliki kombinasi perangkat dan bahan pengolah air gambut yang efektif dan efisien dengan pengoperasian dan perawatan yang mudah dan relatif murah.

Teknologi IPAG60 telah berhasil diterapkan sebagai solusi untuk memecahkan permasalahan rendahnya ketersediaan air bersih atau air minum di berbagai daerah dan terus dilakukan perkembangan di wilayah lain.

"Kami hanya menyiapkan inovasinya, nanti eksekusinya bagaimana ke masyarakat, itu tergantung partner kerjasamanya. Bisa instansi atau juga pemerintah daerah setempat," kata dia.

Baca juga: Tahun 2040 Jawa Kehabisan Air, Ratusan Juta Penduduk Terancam

Oleh sebab itu, kata Ignasius, ia dan timnya sangat terbuka jika ada yang meminta bantuan untuk mengolah dan memproduksi air bersih agar bisa dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat banyak.

Teknologi yang telah diterapkan di Kabupaten Bengkalis, Riau dan Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah ini dapat mengubah air gambut dengan kualitas yang tidak baik menjadi layak guna dan konsumsi. Wilayah lainnya seperti Sumatera Selatan, Jambi juga sedang dalam perundingan untuk implementasi inovasi ini.

Hasil uji menunjukkan bahwa air produksi IPAG60 telah memenuhi standar air golongan A berdasarkan Peraturan Menkes No. 492/2010, dan dapat memenuhi kebutuhan air untuk 400-500 jiwa per hari atau sekitar 100-200 kepala keluarga.

"Ini sengaja kami buat kapasitas kecil, karena lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan daerah yang kami amati. Biar tidak habis di cost (biaya) distribusi," ujar dia.

Teknologi pengelolaan air bersih ini dapat menghasilkan 60 liter air bersih per menit. Kendati teknologinya bisa dibuat dengan kapasitas yang lebih besar, tetapi inovator lebih mempertimbangkan untuk membuatnya kecil dan bisa digunakan di banyak wilayah, daripada besar tapi hanya sedikit wilayah yang mendapatkan akses.

Untuk diketahui, teknologi IPAG60 tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk mengolah air gambut, tetapi juga untuk air yang berwarna, tingkat keasaman tinggi dan jenis pencemaran air lainnya.

Dituturkan Ignasius, inovasi IPAG60 ini setidaknya diharapkan ke depannya dapat membantu pemerintah mencapai target tahun 2030 untuk menyelesaikan 100 persen permasalahan sanitasi di masyarakat.

Sebab, yang diperlukan untuk mencapai target tersebut bukan hanya teknologi, tetapi juga kebijakan dan implementasi dari inovasi yang telah diciptakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com