KOMPAS.com - Tes polymerase chain reaction (PCR) digadang-gadang menjadi solusi akurat untuk menguji infeksi virus corona. Sebab, rapid test Covid-19 hanya menguji ada dan tidaknya virus.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Profesor Amin Soebandrio mengatakan rapid test sebetulnya hanya menguji antibodi pasien.
Tes ini hanya menguji, apakah seseorang memiliki infeksi virus corona atau tidak.
"Namun, jika hasilnya (rapid test) menunjukkan negatif, belum tentu orang yang bersangkutan tidak memiliki virus," kata Prof Amin kepada Kompas.com, Kamis (2/4/2020).
Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Teknologi PCR Temuan Mullis untuk Hadapi Corona
Tingkat sensitivitas rapid test dalam menguji sampel virus, hanya sekitar 70 persen, meski beberapa menyebut sensitivitasnya dapat mencapai 90 persen.
Prof Amin mengatakan di masyarakat, rapid test dilakukan untuk mendeteksi orang-orang yang mungkin membawa virus corona, tetapi tidak memiliki gejala.
"Atau mereka yang memiliki gejala ringan (Covid-19). Jadi dengan rapid test ini, diharapkan bisa dideteksi," sambung dia.
Sedangkan tes PCR dapat dilakukan beberapa hari setelah rapid test corona.
Baca juga: Sembuh dari Covid-19, Menurut WHO ini Rerata Waktu Penyembuhan Corona
Apabila seseorang terdeteksi positif, namun tidak memiliki gejala, atau hanya menunjukkan gejala ringan, maka orang tersebut akan diminta melakukan self quarantine (karantina mandiri).
Prof Amin menjelaskan karantina ini akan dilakukan selama 14 hari dan setelah itu, baru dilakukan tes PCR untuk lebih memastikan hasilnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.