Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/04/2020, 13:30 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

-

KOMPAS.com - Di tengah pandemi Covid-19, banyak ilmuwan berlomba mencari cara untuk melawan penyakit ini.

Di Indonesia, beberapa ilmuwan menyebutkan bahwa empon-empon, wedang jahe, jambu biji, dan minum jus jeruk dengan kulitnya dapat mencegah corona. Selain itu, ada juga ahli yang menciptakan obat dan mulai memasarkannya.

Dari berbagai temuan itu, rata-rata baru melakukan uji di tahap awal, in silico, in vitro, atau hewan. Meski begitu, mereka sudah merekomendasikan temuannya kepada masyarakat.

Untuk diketahui, suatu obat harus diuji diuji secara klinik pada manusia sebelum diedarkan.

Hal ini disampaikan oleh salah satu peneliti dari Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (AIMI), Berry Juliandi.

Baca juga: Curcumin Empon-empon untuk Penangkal Corona, Sudah Sampai Mana Risetnya?

"Obat yang diedarkan harus melalui proses uji (klinik atau ke manusia) itu dulu," ujar Berry kepada Kompas.com, Rabu (1/4/2020).

Namun, Berry mengatakan, ada celah di mana suatu produk dapat diedarkan tanpa melalui uji praklinik atau klinik.

"Produk bisa melewati uji praklinik atau klinik, kalau dia berupa suplemen atau bahan makanan tambahan. Kalau itu (suplemen dan bahan makanan tambahan) hanya cukup tes di BPOM," imbuhnya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan menguji suplemen atau bahan makanan tersebut untuk segi keamanan.

Keamanan itu termasuk menguji apakah suplemen atau bahan makanan tersebut beracun atau tidak dan mengandung bakteri atau tidak.

"Jadi diedarkannya sebagai suplemen dan sudah melewati uji kesehatan atau keamanan pangan. Kalau untuk obat harus sampai uji klinik atau uji pada manusia," ungkap Berry yang juga sebagai Sekretaris Jenderal AIMI itu.

Empon-emponShutterstock.com / Puspa Mawarni168 Empon-empon

Pentingnya perangai ilmiah

Lantas, bagaimana agar masyarakat dapat memilih mana yang harus diikuti dan tidak?

Menjawab pertanyaan ini, Berry mengungkapkan kita harus selalu melakukan pengecekan sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu, termasuk mengonsumi makanan yang disebut dapat mencegah corona.

"Jadi sebetulnya, peneliti itu punya reputasi, lalu artikel ilmiah atau hasil penelitian pun memiliki reputasi. Nah, masyarakat harus memilah peneliti yang berbicara terkait hasil penelitiannya atau artikel ilmiah yang melandasi pemikiran dia (peneliti), apakah si peneliti atau artikel ilmiah ini memiliki reputasi yang baik," kata Berry.

Dia menjelaskan, reputasi peneliti maupun artikel ilmiah yang menjelaskan suatu penelitian dapat dicek melalui google scholar atau scopus yang dapat dijelajah melalui internet.

Baca juga: WHO: Jumlah Kasus Corona Global Akan Capai 1 Juta Dalam Beberapa Hari

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com