Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2020, 12:02 WIB
Imamatul Silfia,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Per 27 Maret 2020, jumlah kasus terkonfirmasi virus corona di Indonesia mencapai 1.046 dengan total angka kematian sebesar 87 kasus.

Pemerintah terus menyerukan kepada masyarakat untuk menerapkan physical distancing dan jika memungkinkan sebisa mungkin tetap berada di rumah.

Akhir dari wabah ini masih belum terlihat. Namun, di tengah suasana negatif ini, akan sangat membantu jika Anda mengetahui penelitian-penelitian yang memberikan harapan mengenai pengobatan dan pencegahan virus corona di masa depan.

Baca juga: Angka Kematian Akibat Virus Corona di Indonesia Tinggi, Apa Sebabnya?

Melansir Medical News Today, berikut adalah beberapa penelitian yang tengah dikembangkan para ilmuwan untuk menghadapi virus corona.

1. Berhasilnya langkah-langkah pengendalian infeksi

Para peneliti di Hong Kong mengevaluasi pengaruh wabah pada 43 rumah sakit umum di negara tersebut.

Langkah-langkah pengendalian infeksi yang diterapkan para tenaga medis berhasil melindungi mereka dari tertular virus selama masa studi. Selain itu, tidak ada infeksi yang didapatkan di rumah sakit.

Baca juga: Empon-empon untuk Obat Penangkal Corona, Bagaimana Risetnya?

Dr. Vincent C.C. Cheng dan koleganya, dari Departemen Mikrobiologi Queen Mary Hospital di Hong Kong, menyimpulkan langkah-langkah pengendalian infeksi yang tepat dapat mencegah penularan virus pada tenaga kesehatan.

Memerhatikan kebersihan tangan, pemakaian masker bedah di rumah sakit, dan penggunaan peralatan pelindung pribadi yang tepat dalam merawat pasien merupakan kunci langkah-langkah pengendalian infeksi untuk mencegah penularan virus di rumah sakit.

Ilustrasi: perawatan pasien positif terinfeksi virus coronaShutterstock Ilustrasi: perawatan pasien positif terinfeksi virus corona

2. Tertular virus dapat melindungi diri dari infeksi ulang di masa depan

Sebuah studi menguji paparan SARS-CoV-2 terhadap empat kera rhesus. Para peneliti menginfeksi kembali dua dari empat kera setelah 28 hari dari infeksi yang pertama.

Sebanyak 96 uji nasofaring dan dubur terbukti negatif pada paparan kedua infeksi yang dikonfirmasi melalui euthasiana dan nekropsi salah satu dari kedua kera tersebut.

Hasil ini menunjukkan terinfeksi SARS-CoV-2 dapat melindungi dari paparan berikutnya dan ini akan berguna untuk merencanakan vaksin virus ini.

Baca juga: Update Corona 28 Maret: 601.238 Kasus di 199 Negara, 133.443 Sembuh

Prof. Martin Bachmann, seorang profesor vaksinologi di Oxford University mengatakan, "Bisa saya katakan, jika Anda terkena Covid-19 dan menjadi sangat sakit, saya yakin tubuh Anda akan membuat respons antibodi yang akan bertahan lama."

Akan tetapi, jika virus dalam tubuh Anda hanya mereplikasi dalam jumlah sedikit dan tidak benar-benar mencapai kelenjar getah bening, bisa jadi tubuh Anda tidak langsung membuat antibodi. 

Baca juga: Mengenal Rapid Test Corona, Cara Kerjanya dan Siapa yang Boleh Tes

"Bagusnya adalah berarti Anda tidak terlalu sakit. Dan jika ada orang yang benar-benar sakit karena virus ini, saya akan terkejut jika mereka tidak membangun respons antibodi," jelas Bachmann.

3. Vaksin sedang dalam tahap uji coba

Sebuah uji coba vaksin tengah dilakukan oleh Institut Kesehatan Nasional (NIH) di Institut Penelitian Kesehatan Kaiser Permanente Washington di Seattle. Vaksin ini merupakan yang pertama kalinya diuji coba langsung pada manusia.

Dalam uji coba, 45 relawan yang sehat akan diberikan vaksin yang mengandung segmen kode genetik yang meniru SARS-CoV-2. Namun, vaksin ini tidak mengandung SARS-CoV-2 yang sebenarnya, sehingga para relawan tidak akan terinfeksi Covid-19.

Baca juga: Harapan Baru, AS Mulai Uji Coba Vaksin Corona Covid-19 pada Manusia

Tim ofisial pemerintah mengatakan mungkin akan membutuhkan waktu 12-18 bulan sebelum vaksin mencapai pasar. Karena tujuan utama dari uji coba ini adalah untuk memastikan tidak ada efek samping dari vaksin tersebut.

Namun, masih ada banyak penelitian lain yang sedang berjalan untuk menemukan vaksin baru.

4. Metode lama mungkin dapat melawan Covid-19

Menurut salah satu penelitian dalam jurnal The Journal of Clinical Investigation, para dokter mungkin dapat menggunakan metode lama yang disebut "terapi antibodi pasif" untuk menangani pasien Covid-19.

Ilmuwan dalam penelitian tersebut mengatakan metode ini tidak perlu dikaji ulang atau dikembangkan karena metode ini telah ada sejak 1930.

Baca juga: Harapan Baru, AS Mulai Uji Coba Vaksin Corona Covid-19 pada Manusia

Metode ini melibatkan pengumpulan darah dari seseorang yang telah sembuh dari virus tersebut.

Dengan menggunakan serum, bagian yang mengandung antibodi penangkal infeksi, para peneliti berharap dapat menyuntikkannya ke orang lain sehingga dapat mencegah infeksi atau membantu melawannya.

"Itu semua bisa dilakukan. Namun, akan sangat membutuhkan usaha, organisasi, sumber daya, serta orang-orang yang berhasil sembuh dan mau menyumbangkan darahnya," ucap Dr. Arturo Casadevall, seorang profesor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Baltimore.

Ilustrasi virus corona, SARS-CoV-2, Covid-19Shutterstock Ilustrasi virus corona, SARS-CoV-2, Covid-19

5. Sistem kekebalan tubuh manusia dapat mengalahkan virus

Sebuah penelitian dalam jurnal Nature Medicine mengamati pasien Covid-19 yang berhasil sembuh dalam beberapa hari.

Dia adalah seorang perempuan berusia 47 tahun yang terinfeksi virus di Wuhan, China. Para peneliti mengamati bagaimana respons antibodi dalam tubuh wanita ini untuk memahami proses penyembuhannya.

Prof. Katherine Kedzierska dan timnya dari Departemen Mikrobiologi dan Imunologi di Doherty Institute di Melbourne, Australia, menemukan peningkatan imunoglobulin G, tipe antibodi yang paling umum, dalam sampel darah wanita tersebut.

Baca juga: Ahli Australia Ungkap Cara Sistem Kekebalan Tubuh Perangi Covid-19

Mereka juga mendeteksi sel imun kunci dalam jumlah besar, seperti sel T pembantu khusus, sel T pembunuh, dan sel B pada hari ketujuh dan sembilan setelah timbulnya gejala.

"Ini merupakan langkah yang menakjubkan untuk memahami proses penyembuhan dari Covid-19. Peneliti lain dapat menggunakan metode kami untuk memahami respons imun dalam Covid-19 yang lebih besar dan apa kekurangan dari hasil yang fatal," jelas Kedzierska.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com