Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Corona Paling Menular di Minggu Pertama Gejala, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 26/03/2020, 18:02 WIB
Imamatul Silfia,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Sumber SCMP


KOMPAS.com - Sebuah penelitian di Hong Kong mengungkapkan pandemi virus corona menular paling cepat saat minggu pertama gejala muncul. Hal ini disebabkan beban virus ini lebih tinggi pada periode ini.

Berdasarkan makalah yang diterbitkan di jurnal medis The Lancet, para peneliti melakukan uji coba sampel air liur pada 23 pasien terinfeksi Covid-19 di dua rumah sakit di Hong Kong. Rata-rata pasien berusia 35 hingga 75 tahun.

Hasilnya, beban virus berada pada situasi tertinggi saat tujuh hari pertama setelah gejala muncul lalu menurun secara bertahap, seperti dilansir dari South China Morning Post, Kamis (26/3/2020). 

"Beban virus di minggu pertama membuat virus bertransmisi dari satu orang ke orang lain dengan mudah sebelum mereka dirawat di rumah sakit," ucap Kelvin To Kai-wang, profesor asosiasi klinis di Departemen Mikrobiologi, University of Hong Kong.

Baca juga: Studi: Mendadak Tak Bisa Mencium Bau, Gejala Baru untuk Virus Corona

Sejauh ini, virus telah menginfeksi lebih dari 400.000 orang di seluruh dunia dan menyebabkan angka kematian sekitar 16.000 orang.

Virus ini diketahui lebih sering menyerang orang golongan tua dan bisa menetap dalam tubuh manusia selama hampir satu bulan.

Bahkan, dalam sebuah kasus, virus baru terdeteksi 25 hari setelah pasien menunjukkan gejala.

To mengatakan ada kemungkinan pasien harus diisolasi untuk waktu yang lebih lama.

"Sepertiga dari pasien kami melepaskan virus setelah 20 hari atau lebih," ujarnya.

Baca juga: Ilmuwan AS Kembangkan Tes Darah Deteksi Antibodi terhadap Virus Corona

Masa isolasi dapat lebih lama

Di China, pasien diisolasi selama 14 hari setelah keluar dari rumah sakit dan 14 hari lagi di rumah mereka masing-masing.

Berbeda dengan di Hong Kong, pasien yang telah keluar dari rumah sakit tidak diizinkan melakukan isolasi mandiri.

Mereka harus tetap dipantau oleh petugas medis untuk melihat progres penyembuhan mereka.

Lebih lanjut, To menjelaskan pelepasan virus yang lama tidak berarti pasien terinfeksi untuk waktu yang lama.

Karena tes yang mereka lakukan hanya mendeteksi keberadaan genom virus (asam nukleat virus), bukan virus yang hidup.

"Namun, jika dilihat dari kacamata kontrol infeksi, kami harus berasumsi bahwa setiap orang yang memiliki asam nukleat virus telah terinfeksi dan harus mengisolasi pasien lebih lama untuk mengurangi risiko," kata To.

Baca juga: Sembuh dari Covid-19, Pria Jepang Kena Corona Lagi, Ini Penjelasannya

Namun, To melanjutkan, ruang isolasi yang ada mungkin tidak cukup untuk menampung pasien dalam jumlah banyak.

Para peneliti menganjurkan akan lebih baik jika pasien mengumpulkam sampel air liur mereka daripada menunggu para tenaga medis melakukan usap tenggorokan dan hidung.

Sebab, usap tenggorokan dan hidung dapat menyebabkan pasien batuk dan bersin yang menghasilkan aerosol.

Hal ini dapat menyebabkan para tenaga medis berisiko terinfeksi virus corona yang menyebabkan penyakit Covid-19.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber SCMP
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com