Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hingga Sore Ini, 37 Gempa Susulan Guncang Bali dan Lombok

Kompas.com - 22/03/2020, 21:32 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gempa bumi tektonik susulan kembali mengguncang wilayah Samudera Hindia Selatan Bali.

Hingga pukul 16.00 WIB pada hari Minggu (22/3/2020), terjadi gempa susulan sebanyak 37 kali dengan magnitudo terbesar M 5,2 dan terkecil M 2,9.

Untuk diketahui, Kompas.com telah melaporkan bahw pada pukul 13.48 WIB, wilayah ini mengalami gempa tektonik pertama dengan kekuatan magnitudo M 5,2.

Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa gempa bumi tersebut memiliki parameter awal dengan magnitudo M=5,2 yang kemudian dimutakhirkan menjadi M=5,0.

Baca juga: Setelah Sukabumi dan Papua, M 5,2 Guncang Bali-Nusa Tenggara

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono ST Dipl Seis MSc dalam keterangan tertulisnya, menyebutkan bahwa episenter gempabumi terletak pada koordinat 10.96 LS dan 115.16 BT.

Lokasi tepatnya berada di laut pada jarak 256 kilometer arah Selatan Kota Denpasar, Bali pada kedalaman 10 kilometer.

Rahmat juga menjelaskan bahwa, jika memperhatikan lokasi episenter, kedalaman, dan mekanisme sumbernya, tampak bahwa gempa yang terjadi masih merupakan rangkaian gempa susulan dari gempa utama dengan magnitudo M=6,3 pada 19 Maret 2020 pukul 00.45.38 WIB.

Sementara itu, dampak dari guncangan gempa bumi ini dirasakan di daerah Lombok Barat, Mataram dan Bali dengan skala intensitas II-III MMI. Getaran dirasakan oleh beberapa orang dan benda-benda ringan yang digantung bergoyang.

Baca juga: Gempa Hari Ini: Magnitudo 3,5 Guncang Sukabumi, Terasa di Pelabuhan Ratu

"Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tersebut," kata dia.

Kendati demikian, hasil pemodelan BMKG tidak menunjukkan adanya potensi tsunami.

Apa yang sedang terjadi?

Dijelaskan oleh Rahmat, gempa ini memiliki mekanisme patahan turun (normal fault) dengan deformasi batuan terjadi pada bidang tekukan Lempeng Indo-Australia yang mengalami gaya tarikan lempeng (ekstensional).

Di zona ini, slab lempeng samudra Indo-Australia “mulai” menunjam dan menekuk ke bawah lempeng benua Eurasia di Selatan Bali. Di sinilah patahan itu terjadi, karena patahan batuan terjadi di zona sumber gempa di luar zona subduksi (outer rise).

"Gempa signifikan yang bersumber di zona outer rise Bali tidak hanya saat ini saja terjadi," ujar dia.

Sebelumnya zona outer rise Bali pernah mengalami gempa signifikan sebanyak 4 kali, yaitu sebagai berikut.

1. Pada 9 Juni 2016 dengan magnitudo M 6,0

2. Pada 17 Market 2017 dengan magnitudo M 5,3

3. Pada 9 Juni 2019 dengan magnitudo M 5,1

4. Pada 19 Maret 2020 dengan magnitudo M 6,3

Baca juga: Gempa Hari Ini: M 5,2 Guncang Nabire Papua, 1 Kali Susulan

"Dengan meningkatnya aktivitas gempa di zona outer rise selatan Bali saat ini, kita patut waspada dan tidak boleh abai, karena zona sumber gempa ini mampu memicu gempa besar dengan mekanisme turun sehingga dapat menjadi generator tsunami," kata Rahmat.

Salah satu contoh gempa dahsyat yang bersumber di zona outer rise di Indonesia yang pernah memicu tsunami mematikan adalah zona outer rise di selatan Sumbawa. Sumber gempa ini memicu Tsunami Lunyuk, Sumbawa, pada 19 Agustus 1977.

Saat itu, gempa dahsyat M 8,3 yang oleh para ahli gempa dijuluki sebagai “The Great Sumba” telah memicu terbentuknya patahan dasar laut dengan mekanisme turun dan menyebabkan terjadinya tsunami dengan ketinggian sekitar 8 meter yang menewaskan lebih dari 300 orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com