Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kajian Sampah Pesisir Huntete Wakatobi, Banyak dari Negara Tetangga

Kompas.com - 09/03/2020, 18:10 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pantai Huntete di Kecamatan Tomia Timur, Wakatobi dijadikan tempat kajian sampah pesisir dan laut oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Hasil kajian menemukan, sampah paling banyak "dikirim" negara tetangga.

Menurut Direktur Program Kelautan YKAN, Muhammad Ilman, Pantai Huntete disebut sebagai pesisir pantai yang cocok dijadikan tempat penelitian dan kajian sampah laut karena beberapa pertimbangan.

"Pantai Huntete ini masih memenuhi kategori untuk melakukan kajian dan penelitian terhadap sampah laut di sini," kata Ilman, di Desa Kulati-Wakatobi, Sabtu (29/2/2020).

Pantai Huntete dipilih karena panjang pesisirnya yang mencapai 1.260 kilometer dan tidak ada bangunan permanen di sekitar pesisir pantai tersebut.

Baca juga: Sulit Didaur Ulang, Jumlah Sampah Sachet Diprediksi Terus Meningkat

Dengan begitu menjadikan kajian yang dilakukan bisa bersifat objektif dengan kondisi yang benar-benar terjadi secara alami di alam.

"Ya kalau ada bangunan permanen, misalnya rumah warga, jadi sampahnya itu bisa jadi sampah warga yang menetap, kita susah tahu itu sampah datangan atau sampah buangan warga," kata Ilman.

Mekanisme kajian lapangan

Kajian lapangan yang dilakukan tersebut telah dimulai pada Agustus 2018, dengan tiga periode pengambilan sampel pada musim angin yang berbeda.

Pengambilan sampel sampah pertama kali di pesisir itu baru dilakukan pada September 2018 atau saat musim angin Timur.

Untuk diketahui, musim angin Timur di wilayah Wakatobi adalah bulan Juli hingga September.

Setelah itu, sampel sampah kembali diambil pada musim angin peralihan yaitu bulan Oktober hingga November. Dan sampel berikutnya diambil pada musim angin Barat yaitu bulan Desember 2018 hingga Januari 2019.

Sampah plastik di pesisir pantai Huntete, Kecamatan Tomia Timur, Wakatobi Sampah plastik di pesisir pantai Huntete, Kecamatan Tomia Timur, Wakatobi

"Satu periode musim angin, itu dua kali pengambilan sampelnya (sampah)," kata Nyong Tomia, masyarakat yang membantu sekaligus Ketua Komunitas Poassa Nuhada Desa Kulati.

Sampah di pesisir akan diambil, dikumpulkan dan dipilah berdasarkan katerisasi yang telah dibuat oleh tim.

Hasil kajian sampah pesisir

Dari hasil kajian yang telah dilakukan itu, YKAN menemukan bahwa sampah volume sampah cenderung lebih banyak pada musim angin peralihan.

Volume sampah di pesisir pada musim angin peralihan mencapai 444 kilogram, pada musim angin Barat mencapai 259 kilogram, dan musim angin Timur volume sampah yang ada mencapai 230 kilogram.

Tetapi perhitungan itu adalah akumulasi gabungan antara sampah plastik dan sampah organik yang ada dipesisir.

Dengan begitu, sampah kiriman yang ada di pesisir keseluruhannya mencapai 933 kilogram, dan ini lebih banyak daripada sampah rumah tangga di daerah tersebut yaitu sebanyak 923 kilogram.

Baca juga: Ini Cara Pemerintah Atasi Masalah Sampah di Taman Nasional Wakatobi

Kiriman dari pulau dan negara tetangga

Disampaikan juga oleh oleh Stakeholder Engagement Coordinator YKAN, La ode Arifudin, bahwa sampah kiriman di pesisir sejauh ini diketahui kebanyakan datang dari luar pulau Wakatobi, dan Desa Kulati khususnya.

"Iya sampah di kita ini banyak sampah kiriman dari pulau lain bahkan negara tetangga. 90 persen sampah berasal dari luar pulau," kata Arif.

Arif melanjutkan, sampah kiriman banyak berasal dari Pulau Jawa, Ambon, dan Kalimantan. Sementara sampah dari negeri tetangga banyak berasal dari Malaysia, Vietnam, dan Filipina.

Hal itu diketahui ketika tim memeriksa dan memilah, jenis sampah, merk, produsen, dan di mana produk yang sudah menjadi sampah itu diproduksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com