Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

WHO Peringatkan Kemungkinan Lonjakan Penyakit Kronis pada 2030

KOMPAS.com - Laporan baru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, kurangnya olahraga akan menimbulkan kerugian besar terhadap masyarakat dunia di tahun-tahun mendatang.

Sebagai dampaknya, laporan itu memperkirakan bahwa akan ada hampir setengah miliar kasus baru penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung dan diabetes pada tahun 2030.

Hasil laporan juga mengungkap bahwa banyak negara yang tak berbuat banyak untuk membantu orang untuk tetap aktif, seperti membangun jalan yang lebih aman untuk dilalui dengan berjalan kaki.

Mengutip Gizmodo, Selasa (25/10/2022) temuan di atas merupakan hasil laporan status global pertama WHO tentang aktivitas fisik.

Organisasi dunia tersebut menganalisis data dari 194 negara tentang seberapa sering orang aktif secara fisik dan kebijakan yang diberlakukan oleh negara-negara untuk mempromosikan aktivitas fisik.

Sebagai bagian dari laporan, peneliti juga menghitung efek potensial pada sistem perawatan kesehatan jika tingkat olahraga orang tetap sama hingga tahun 2030.

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa olahraga apa pun di usia berapa pun, dapat membantu orang tetap sehat.

Dan pada studi ini, peneliti mencoba menghitung fraksi penyakit tidak menular yang dapat dicegah dan terkait dengan kurangnya aktivitas fisik.

Peneliti fokus pada tujuh kondisi utama yaitu penyakit jantung, stroke, diabets tipe 2, hipertensi, kanker, demensia, dan depresi.

Secara keseluruhan, peneliti memperkirakan bahwa hampir 500 juta kasus baru dari kondisi ini akan terjadi antara tahun 2020 dan 2030 di seluruh dunia.

Kasus-kasus ini juga akan menghabiskan sekitar $300 miliar (USD) atau Rp 4.6 kuadriliun dalam biaya medis langsung selama periode waktu itu dan sekitar $27 miliar atau sekitar Rp 422 triliun per tahun pada tahun 2030.

Sebagian besar kasus ini (sekitar 74%), akan terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah, tetapi biaya ekonomi akan lebih besar di negara-negara berpenghasilan tinggi (sekitar 64%).

"Studi ini menyerukan tindakan mendesak negara di dunia untuk memprioritaskan investasi dalam intervensi yang mengurangi faktor risiko yang dapat memodifikasi kondisi ini," tulis peneliti dalam laporan mereka.

Namun sejauh ini, tampaknya sebagian besar negara gagal dalam melakukan intervensi.

Laporan WHO menemukan, kurang dari setengah negara di dunia yang memiliki kebijakan aktivitas fisik nasional dan hanya 30 persen negara telah menyatakan pedoman aktivitas fisik nasional untuk semua kelompok umur.

Jika ada pun, penerapan kebijakan aktivitas fisik ini sayangnya juga sempat terkendala oleh pandemi Covid-19, di mana terdapat berbagai pembatasan untuk menghindari penularan virus.

Selain itu, laporan juga menyoroti tindakan negara yang gagal untuk mendorong gaya hidup yang lebih aktif bagi penduduknya.

Hanya 40 persen yang memiliki standar untuk merancang jalan yang akan membuat aktivitas jalan kaki dan bersepeda menjadi lebih aman.

"Kami membutuhkan lebih banyak negara untuk meningkatkan implementasi kebijakan yang mendukung masyarakat agar lebih aktif melalui jalan kaki, bersepeda, dan aktivitas fisik lainnya," kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO dalam sebuah pernyataan.

"Manfaatnya sangat besar, tak hanya untuk kesehatan fisik dan mental individu, tetapi juga masyarakat, lingkungan, dan ekonomi," imbuhnya.

Ia pun berharap, negara dan mitra akan menggunakan laporan dari WHO untuk membangun masyarakat yang lebih aktif, sehat, dan adil untuk semua.

WHO juga merekomendasikan beberapa hal untuk mendorong aktivitas fisik, antara lain lebih banyak ruang terbuka publik, jalan yang dapat dilalui pejalan kaki, dan lebih banyak aktivitas olahraga atau gym di sekolah.

Laporan ini bisa dilihat dalam jurnal pracetak Lancet.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/10/25/190300223/who-peringatkan-kemungkinan-lonjakan-penyakit-kronis-pada-2030

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke