Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Merokok Bisa Tingkatkan Prevalensi Stunting di Indonesia

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Dr. Ede Surya Darmawan, SKM., MDM mengatakan, rokok menjadi sumber masalah kesehatan bagi banyak orang.

Rokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok atau disebut sebagai perokok aktif, tetapi juga berdampak terhadap perokok pasif, yakni orang-orang yang tidak merokok tetapi menghirup asap pembakaran rokok tersebut.

Ada banyak sekali bahaya dari paparan rokok terhadap orang lain, dan salah satu bahaya yang bisa ditimbulkan dari paparan asap rokok adalah stunting.

“Ada Bapak merokok disamping ibu yang sedang hamil, saat menyusi dan lain-lain. Itu kan potensi anak dalam kandungan menjadi stunting," kata Ede dalam audiensi ‘Pengaruh Rokok Terhadap Stunting’ bersama TCSC dan BKKBN, Rabu (3/8/2022).

"Jadi proses pendidikan merokok sejak dini. Kalau kita berjuang untuk pendidikan anak sejak dini, nah perokok itu mendidik anaknya merokok sedini mungkin," lanjutnya.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mendukung penuh upaya IAKMI dalam menekan prevalensi perokok pada anak, dan ia pun menyebut memang benar rokok erat kaitannya dengan stunting.

Hasto menyampaikan, bahwa bayi yang lahir panjang badan kurang dari 48 sentimeter masih 22,6 persen.

Selain itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 bayi yang lahir prematur masih 29,5 persen, dan ini masih masuk dalam kategori cukup tinggi.

“Sementara pengaruh rokok itu terbukti, kan semua sepakat dari hasil katakan lah dari meta analisa atau statistika review itu semua menunjukan bahwa pengaruh rokok adalah janin tumbuh lambat,” kata Hasto.

“Secara ilmiah antara rokok dan pertumbuhan janin ini sudah terbukti dan sangat signifikan,” tambahnya.

Hasto menyebut, peran orangtua dalam hal ini seorang ayah harus benar-benar melindungi anggota keluarganya dari bahaya paparan asap rokok.


Jika terpaksa, Hasto meminta untuk merokok di luar rumah dan jauh dari anggota keluarga lain.

“Kalau kita melarang orang merokok itu hampir pasti kita gagal. Tapi kalau mencegah orang merokok kemungkinan sukses besar. Oleh karena itu, sebaiknya kita mencegahnya lewat perokok baru atau anak-anak ini,” jelasnya.

Di Indonesia saat ini, kematian karena 33 penyakit yang berkaitan dengan perilaku merokok mencapai 230.862 pada tahun 2015, dengan total kerugian makro mencapai Rp. 596,61 triliun.

Tembakau membunuh 290.000 orang setiap tahunnya di Indonesia dan merupakan penyebab kematian terbesar akibat penyakit tidak menular.

Dalam audiensi ini Tobacco Control Support Center (TCSC), berfokus dengan target bagaimana menurunkan paparan ataupun perokok anak remaja di Indonesia saat ini.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/08/09/180500923/merokok-bisa-tingkatkan-prevalensi-stunting-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke