Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Virus Cacar Monyet Terus Bermutasi, Bagaimana Perbedaannya?

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus monkeypox dari genus Orthopoxviridae yang pertama kali ditemukan pada sekumpulan monyet di Denmark tahun 1958.

Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dr. Robert Sinto menjelaskan, ada mutasi baru pada strain virus yang saat ini beredar. Hal ini berdasarkan laporan data penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat.

“Iya laporan yang ada sekarang ini menunjukkan bahwa dibandingkan strain tahun 2018-2019, itu sudah ada 50 titik mutasi baru di strain yang sekarang ini circulated (bersirkulasi),” ujar Robert dalam acara “Update Perkembangan Cacar Monyet di Indonesia" pada Rabu (27/7/2022).

Ia menambahkan, virus terus membelah dan setiap pembelahannya berpotensi terjadi mutasi.

Mutasi yang muncul terlihat dari perbedaan karakteristik antara monkeypox di negara endemis seperti Kamerun, Benin, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabun, dan Ghana (hanya teridentifikasi pada hewan), Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone dengan negara non endemis.

“Itu kenapa muncul hipotesis mengapa tampilan klinisnya agak berbeda dengan tampilan klinis yang kita temukan di Afrika dalam beberapa tahun terakhir,” jelas dia.

Sebelumnya gejala cacar monyet di negara endemis terlihat dari lesi kulit yang menyebar di seluruh tubuh. Namun, mutasi membuat lesi kulit hanya terlihat di beberapa bagian tubuh saja seperti mulut, telapak tangan, muka, dan kaki.

Perbedaan lainnya, monkeypox di Afrika bisa menginfeksi semua kelompok usia, dari anak-anak hingga lansia. Sementara itu, karakteristik monkeypox di negara non endemis, kasusnya didominasi oleh laki-laki berusia rata-rata sekitar 37 tahun.

“Meski banyak dialami laki-laki, namun penyakit ini tidak segmented. Semua orang memiliki potensi tertular virus ini. Saat ini masih dilakukan penelitian oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” papar Robert.

Selain menyebabkan perubahan karakteristik virus, strain baru dari monkeypox diduga mengubah cara penularannya menjadi lebih cepat. Ini pun menyebabkan kenaikan kasus secara signifikan di berbagai negara.

Berdasarkan data yang dihimpun WHO, telah ada 17.150 orang di 75 negara dengan tingkat kematian mencapai 0-11 persen. Kasus meningkat secara cepat pada bulan Juli 2022.

Tatalaksana pasien monkeypox

Pemerintah telah menetapkan lima tatalaksana pasien cacar monyet sebagai berikut:

1. Tatalaksana simptomatik dan supportif

Ini dilakukan dengan mengobati pasien sesuai dengan gejalanya, seperti pengurangan nyeri, mengatasi demam, dan lainnya.

2. Perawatan ruang isolasi

Pasien positif cacar monyet harus diisolasi di ruangan khusus. Tetapi, ruangan isolasi ini berbeda dengan ruang isolasi bagi pasien Covid-19.

3. Penderita diberikan asupan nutrisi dan cairan yang cukup

Ini dapat dilakukan dengan memberikan pasien cairan infus intravena, obat-obatan, makanan bergizi, dan lainnya.

4. Penapisan dan tata laksana komorbid dan infeksi sekunder

5. Pengawasan dan tata laksana harian bagi penderita yang dirawat

Pencegahan penularan infeksi cacar monyet

Dalam upaya mencegah infeksi cacar monyet semakin meluas, dapat mengurangi risiko penularan antar manusia, penularan dari hewan kemanusia, serta mengurangi kepanikan dan stigmatisasi.

Monkeypox dapat sembuh dengan sendirinya dan diobati. Penyakit ini memiliki tingkat kematian yang sangat rendah, sehingga stigmatisasi penderita dan fasilitas pelayanan kesehatan harus dicegah.

Selain itu, perlu adanya dukungan psikosisal kepada penderita selama perawatan dan setelah keluar dari ruang isolasi.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/07/28/200000723/virus-cacar-monyet-terus-bermutasi-bagaimana-perbedaannya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke