Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Belajar dari Johnny Depp dan Amber Heard, Ketahui Tanda dan Cara Mengatasi Trauma Masa Kecil

Mantan jaksa dengan spesialisasi kasus pelecehan seksual dan kekerasan rumah tangga di California, Michelle Charness, JD, PsyD, LCSW pun angkat bicara soal ini.

Menurutnya, hubungan antara pasangan yang bertemu saat syuting The Rum Diary ini dapat dikategorikan sebagai hubungan toksik (Toxic Relationship) yang terjadi akibat trauma masa kecil.

Melalui artikel yang ditulisnya di situs Psychology Today, Charness mengatakan, Johny Depp memandang serangan verbal dan fisik yang tak terduga dari istrinya mencerminkan pelecehan yang dideritanya dari ibunya.

Sebaliknya, Amber Heard menyamakan pemeran Willy Wonka itu seperti ayahnya yang alkoholik, sosok yang bisa berubah menjadi mengerikan dan kejam saat mabuk.

“Jadi, mereka adalah dua orang dewasa yang trauma dengan pelecehan yang dilakukan oleh orangtuanya di masa kanak-kanaknya,” ujar Charness.

Keduanya bisa dikatakan memiliki masa kecil tidak menyenangkan berkaitan dengan sosok orangtuanya.

Johnny Depp dengan ibunya yang dingin dan kejam, serta akan menyerang keluarganya secara fisik dan emosional.

Sementara itu, Amber Heard tumbuh dengan seorang ayah yang akan memukuli ibunya, yang ia saksikan sebagai seorang anak.

Ayahnya juga sangat kasar terhadap aktris asal Texas ini ketika berada di bawah pengaruh alkohol.

“Trauma masa kanak-kanak yang tidak diproses, tidak dicerna, dan ditekan tidak akan hilang seiring waktu,” kata Charness.

Trauma masa kecil pengaruhi kehidupan dewasa

Eunike Sri Tyas Suci dari Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya menjelaskan, hubungan yang toksik atau Toxic Relationship seperti yang dialami oleh Johnny Depp dan Amber Heard memang bisa jadi akibat dari trauma masa kecil.

“Menurut saya, trauma masa kecil yang tidak diselesaikan sangat bisa berpengaruh pada kehidupan saat individu dewasa,” kata Tyas kepada Kompas.com, Selasa (27/4/2022).

Hal ini juga disampaikan oleh Praktisi Priskolog di Kota Solo, Hening Widyastuti saat dihubungi terpisah.

Hening mengatakan, trauma-trauma yang dialami masa kecil, sangat membekas mendalam ke alam bawah sadar seseorang, sehingga akhirnya berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, sekaligus cara menghadapi, serta memutuskan sebuah masalah.

Trauma tersebut akan sangat berpengaruh, apalagi hal itu terjadi ketika mereka berusia sangat belia, di mana usia kanak-kanak adalah usia golden age, seperti lembaran putih yang mampu menyerap apapun dengan cepat dan mudah.

Bila saat usia tersebut, hari-harinya selalu dipenuhi cercaan, cacian, kekerasan fisik, dan verbal dan terjadi bertahun tahun dengan situasi tidak tenang, tidak nyaman, dan penuh kekhawatiran, maka itu akan mengancam psikologis, serta sangat berpengaruh terhadap karakter si individu.

"Biasanya membentuk individu yang keras, agresif menyerang, menyakiti pasangannya, sama seperti apa yang dulu dia pernah terima hal menyakitkan dari ibunya," jelasnya.

Pada akhrinya, trauma masa kecil itu bisa memengaruhi cara individu tersebut berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya.

Hal itu juga berpengaruh terhadap respons pada masalah tertentu yang menstimulus dia untuk melakukan agresivitas dan lain-lain.

Tanda-tanda seseorang mengalami trauma masa kecil

Hening mengatakan, untuk mengenali tanda-tanda seseorang mengalami trauma masa kecil tidak mudah dilihat secara langsung.

“Secara kasat mata tidak terlihat dengan cepat,” kata dia.

Lebih lanjut, kata dia, seseorang yang mengalami trauma masa kecil bisa diidentifikasi ketika dalam kondisi tertekan, emosi sedang tinggi, dan merespons sebuah masalah.

“Dari situ kita bisa explore lebih lanjut, baik tingkat kecemasan, agresivitas yang tinggi, cenderung menyerang orang lain atau menyakiti diri sendiri,” papar Hening.

Tanda-tanda trauma masa kecil juga biasanya bisa mulai dicurigai, jika terjadi perubahan prilaku, sebagai berikut.

1. Kecemasan akan perpisahan: terjadi ketika seorang anak diliputi kecemasan, jika orangtuanya tidak ada.

2. Gangguan tidur: ini bisa berarti bahwa mereka mulai mengalami mimpi buruk atau kehilangan kemampuan untuk tertidur dengan cepat.

3. Kesedihan: jika menyadari bahwa Anda atau orang yang Anda cintai lebih sering merasa sedih, itu mungkin pertanda bahwa mereka sedang menghadapi peristiwa traumatis.

4. Kehilangan minat dalam aktivitas normal: seorang anak mungkin kehilangan minat pada hal-hal yang pernah mereka nikmati.

5. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi: ini bisa menjadi jangka panjang atau pendek dan berdampak pada hal-hal seperti sekolah, pekerjaan, atau aktivitas normal.

6. Kemarahan: kemarahan yang tidak dapat dijelaskan atau mudah marah yang tidak sesuai dengan kejadian yang sedang terjadi, bisa jadi itu tanda dari peristiwa traumatis.

7. Keluhan somatik: ini bisa termasuk sakit perut, sakit kepala, atau sakit fisik lainnya, yang tampaknya tidak memiliki akar penyebab.

Cara mengatasi trauma masa kecil

Seperti yang dikatakan sebelumnya, trauma masa kecil yang tidak diatasi dan dipendam saja akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

Untuk itu, Hening menyarankan, cara paling awal untuk mengatasi trauma masa kecil adalah dilakukan dengan kesadaran dan penerimaan diri dari individu yang bersangkutan.

Hal yang paling awal adalah individu itu haruslah menyadari, ada yang tidak normal dalam sikap dan perilaku, entah melukai diri sendiri atau menyerang orang lain, baik pasangan hidup atau anggota keluarga lain.

Setelah penerimaan dari diri sendiri, Hening juga meminta orang-orang disekitar individu yang bersangkutan, agar memberikan support atau dukungan yang baik untuknya.

“Dibantu, disupport keluarga atau teman kepercayaan juga sangat baik,” ucap dia.

Selanjutnya, jika Anda merasa tidak bisa mengatasinya sendiri bersama dengan orang terkasih di sekitar, maka sebaiknya datanglah ke tenaga ahli untuk melakukan konsultasi dan terapi khusus, trauma healing, hypnotherapy, dan lain sebagainya.

Tenaga ahli yang bisa membantu seseorang dalam mengatasi trauma masa kecil adalah psikolog klinis, psikiater, dan hypnotherapist.

“Penting untuk dilakukan dengan kesadaran diri, disiplin untuk melakukan terapi, semua bisa diatasi perlahan untuk melewati masa kelam menuju mental yang sehat, hidup sehat, dan bermakna tanpa bayang-bayang masa lalu yang suram dan menyakitkan,” tegasnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/04/27/200500023/belajar-dari-johnny-depp-dan-amber-heard-ketahui-tanda-dan-cara-mengatasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke