Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wamenkes: Negara G20 Investasikan 20 Miliar Dolar Amerika untuk Capai Target 2030 Bebas Tuborkulosis

KOMPAS.com Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) dr Dante Saksono Harbuwono menyampaikan, saat ini negara-negara G20 berkomitmen untuk berinvestasi sebanyak 20 miliar US dolar per tahun untuk mengakhiri tuberkulosis.

Hal itu sejalan dengan kesepakatan yang telah dilakukan, yakni mengeliminasi tuberkulosis di tahun 2030 mendatang.

Pasalnya, tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit mematikan bahkan sebelum munculnya Covid-19. Angka kematian akibat tuberkulosis di seluruh dunia sangat besar, sehingga dibutuhkan upaya dalam hal investasi untuk mencegah pandemi selanjutnya.

"Salah satu komitmen dari pertemuan G20 side event yang diselenggarakan sekarang, adalah membuat komitmen bersama untuk melakukan investasi terhadap tuberkulosis," ujar Dante saat ditemui Kompas.com dalam Side Event Tuberkulosis G20 Indonesia yang digelar di Yogyakarta, Rabu (30/3/2022).

Lebih lanjut, dirinya berkata bahwa investasi tersebut digunakan untuk penanganan vaksin, penggunaan obat, dan ditambah untuk penelitian riset tuberkulosis sebanyak 4 miliar US dolar per tahunnya.

"Ajakan (investasi tuberkulosis) kita dimotori oleh G20, akan di-sounding (disuarakan) ke WHO, global fund, para donor dan mereka yang berkecimpung di bidang tuberkulosis di seluruh dunia," imbuhnya.

Semua langka itu diambil agar angka kematian akibat tuberkulosis, tidak menjadi momok yang menakutkan lagi di seluruh dunia.

"Dan kita harapkan lagi melakukan eradikasi angka TB ini di tahun 2030 di seluruh dunia," ucap Dante.

Pada kesempatan tersebut, Wamenkes Dante juga menyinggung soal target eliminasi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2024 yakni sebesar 95 persen. Saat ini, kata dia, target tersebut baru mencapai 49 persen sehingga diperlukan usaha keras untuk menurunkan kasusnya.

Meski selama pandemi Covid-19 masalah penanganan tuberkulosis terhambat, pengawasan terhadap penyakit ini masih gencar dilakukan. Penemuan kasus aktif tuberkulosis seperti yang dilakukan terhadap virus corona pun penting dilakukan, misalnya pada kontak dan tracing di tempat-tempat endemi yang kasusnya tinggi.

"Pandemi ini mengajarkan kita untuk menciptakan ketahanan dan sistem surveillance kesehatan yang benar. Salah satunya melakukan active case finding (penemuan kasus aktif) yang kita terapkan di_Covid-19," ungkapnya.

Perlunya ketersediaan vaksin tuberkulosis baru

Sebelumnya, Pulmunologist and Board of Stop TB Partnership Indonesia, Erlina Burhan mengatakan bahwa meningkatkan kolaborasi untuk mewujudkan upaya 3T (testing, tracing, treatement) pada tuberkulosis yang masif ini sebagaimana pada Covid-19 penting dilakukan.

Dia juga menekankan perlunya vaksin tuberkulosis baru, karena pengembangan vaksin ini terbilang lambat.

"Bayangkan saja vaksin Covid hanya ditemukan dalam waktu 1 tahun, sementara TB vaksin masih sangat lambat, selama 94 tahun belum ada penemuan vaksin baru. Sehingga kembali lagi, mewujudkan kolaborasi adalah hal yang penting," papar Erlina.

Berkaitan dengan lambatnya vaksin tuberkulosis baru, Dante menyampaikan terdapat banyak hal yang menjadi kendala salah satunya adalah karena resisten obat.

Resisten obat ini merupakan momok lantaran pengobatan pasien dengan tuberkulosis yang tidak selesai, kemudian membuat bakteri bermutasi yang pada akhirnya vaksin TB tidak efektif lagi.

"Oleh karena itu kita menetapkan protokol pengobatan yang baik supaya angka resensi tidak meningkat, dan angka tuberkulosis resisten obatnya tidak bertambah naik. Sehingga bisa menghasilkan vaksin yang baik daripada replikasi bakteri itu sendiri," pungkas Dante.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/03/31/130500923/wamenkes-negara-g20-investasikan-20-miliar-dolar-amerika-untuk-capai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke