Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Akhirnya, Peneliti Temukan Hubungan Endometriosis dan Kanker Ovarium

KOMPAS.com - Para ilmuwan telah menemukan hubungan genetik dan kemungkinan hubungan sebab akibat antara endometriosis dan beberapa jenis kanker ovarium.

Risiko absolut dari endometriosis yang mengembangkan kaner masih sangat rendah. Tapi, penanda genetik yang tumpang tindih ini dapat membantu para peneliti memahami dan mengobati kedua penyakit dengan lebih baik di masa mendatang.

“Kami tidak ingin wanita dengan endometriosis khawatir, tapi kami ingin mereka sadar dan tahu bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang kedua penyakit ini dengan memahami hubungan genetik di antara keduanya,” ujar ahli biomolekuler dari Universitas Queensland Australia Sally Mortlock seperti dikutip dari Science Alert, Sabtu (19/3/2022).

Sebagai informasi, studi ini dipublikasikan di Cell Reports Medicine.

Mortlock menjelaskan, endometriosis adalah kondisi yang sangat umum dan kurang terdiagnosis. Ini terjadi ketika sel-sel yang mirip dengan lapisan rahim tumbuh di tempat lain di tubuh, yang terkadang menyebabkan rasa sakit atau nyeri haid hingga kemandulan.

Mirip dengan kondisi nyeri wanita lainnya, endometriosis secara historis telah diabaikan oleh obat-obatan. Ini membuat terbatasnya pengetahuan mengenai endometriosis, termasuk penyebabnya.

Adapun dalam studi endometriosis dan kanker ovarium terbaru menunjukkan endometriosis memegang komponen genetik yang kuat, menunjukkan seseorang dengan endometriosis lebih mungkin mengembangkan kanker ovarium di kemudian hari.

Untuk menyelidiki lebih lanjut hubungan antara dua kondisi tersebut, peneliti mengumpulkan data dari beberapa studi genom.

Pada akhirnya, ditemukan 19 lokasi genetik dalam DNA wanita yang tampaknya menjadi predisposisi orang untuk endometriosis, sementara juga membuatnya rentan terhadap kanker ovarium epitel, yang merupakan jenis yang berkembang di lapisan luar ovarium.

"Secara keseluruhan, penelitian memperkirakan bahwa 1 dari 76 wanita berisiko terkena kanker ovarium dalam hidupnya, dan memiliki endometriosis sedikit meningkat menjadi 1 dari 55," tutur Mortlock.

Kendati begitu, masih belum mengetahui cara memprediksi pasien endometriosis yang lebih mungkin mengembangkan kanker ovarium, tapi penelitian memberikan sejumlah petunjuk.

Studi tentang hubungan endometriosis dan kanker ovarium ini menggunakan data genomik dari beberapa meta-analisis besar dan terbaru pada endometriosis dan kanker ovarium epitel.

Tak seperti penelitian sebelumnya, bagaimanapun, penulis dapat mengaitkan komponen genetik endometriosis dengan beberapa jenis kanker ovarium secara kausal.

Secara sederhana, ini mengartikan bahwa para peneliti menemukan gen yang bertanggung jawab untuk endometriosis mendorong perkembangan jaringan yang meningkatkan risiko kanker ovarium, tapi tidak sebaliknya.

Arahan ini menunjukkan, endometriosis dan kanker ovarium epitel (EOC) terkait secara biologis.

"Efek varian genetik pada endometriosis kemungkinan akan menyebabkan efeknya pada EOC untuk varian yang disorot dalam penelitian ini," tutur peneliti.

Wilayah genetik yang dimiliki oleh endometriosis dan EOC dapat membantu para ahli mencari tahu mekanisme apa yang mendorong hubungan sebab akibat ini dan jalur biologis apa yang mungkin berkontribusi terhadap risiko tersebut.

Penelitian tersebut dapat memberikan target obat potensial dan pilihan pengobatan untuk kedua penyakit dalam menghentikan perkembangannya.

Dalam studi saat ini, beberapa varian genetik yang sama ditemukan di daerah yang diketahui menampung gen yang responsif terhadap hormon.

Hal ini menunjukkan regulasi hormon dapat membantu memblokir jalur kausal antara endometriosis dan jenis EOC yang dikenal sebagai kanker ovarium sel jernih (CCOC), yang terkait dengan pertumbuhan jaringan abnormal di luar rahim.

Para penulis juga mencatat jalur adhesi sel diperkaya secara signifikan untuk beberapa variasi genetik yang dimiliki bersama antara endometriosis dan CCOC.

Hal ini menunjukkan kemampuan lesi endometriosis untuk melekat pada jaringan yang mungkin menjadi bagian penting dari perkembangan penyakit untuk kedua penyakit.

Kanker ovarium endometrioid (ENOC) juga terkait dengan endometriosis, dan pada tingkat lebih rendah, kanker ovarium serosa derajat tinggi (HGSOC), merupakan salah satu kanker manusia paling mematikan dengan sedikit biomarker prediktif.

Beberapa penanda genetik untuk endometriosis dan EOC yang diidentifikasi dalam penelitian ini juga sama dengan penyakit reproduksi lainnya, seperti sindrom ovarium polikistik dan fibroid rahim.

Sehingga, para penulis menduga bahwa gangguan pada jalur yang mendasari pengembangan dan pengaturan sistem reproduksi dan endokrin dapat mempengaruhi wanita terhadap berbagai penyakit, tergantung pada faktor risiko genetik dan lingkungannya.

Perlu diketahui, endometriosis sendiri tidak bersifat kanker, namun selama bertahun-tahun, para peneliti telah membandingkan cara lesi endometrium bermetastasis, menyebar, menyerang, dan merusak jaringan dengan cara sel kanker.

Beberapa studi kasus bahkan menunjukkan pada kesempatan yang sangat jarang, lesi endometrium dapat berubah menjadi jaringan ganas.

Masih ada begitu banyak jalan untuk dipelajari dalam hal memahami endometriosis, penyakit nyeri haid yang sering dialami oleh banyak perempuan.

Studi genetik untuk mengetahui hubungan endometriosis dan kanker ovarium seperti ini dapat membantu para ahli mengurangi banyak pilihan dan mendorong penelitian masa depan ke arah yang benar.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/03/21/133100823/akhirnya-peneliti-temukan-hubungan-endometriosis-dan-kanker-ovarium

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke