Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gempa Indonesia: Mengenal Penyebab Gempa Bumi hingga Potensi Tsunami

KOMPAS.com - Secara geografis, Indonesia berada di wilayah lingkaran api pasifik atau cincin api Pasifik, yang merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Eurasia. Tak heran jika gempa bumi sering terjadi di Indonesia.

Pertemuan lempeng-lempeng tersebut menghasilkan tumpukan energi. Kondisi ini membuat wilayah Indonesia rawan akan bencana gempa bumi.

Melansir Kompas.com, 17 Januari 2022, pakar Tektonik Aktif Geologi Gempa Bumi dari Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada (UGM) Gayatri Indah Marliyani mengatakan bahwa gempa bumi masih akan sering terjadi dikarenakan letak Indonesia secara geografis mendukung potensi kemunculannya.

Daerah perbatasan lempeng bumi atau lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi, dan pembentukan daratan tinggi.

Berdasarkan analisis gempa bumi Indonesia, menurut dia, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertemuan lempeng yang aktif.

“Pertemuan lempeng di wilayah Indonesia tergolong yang paling aktif di dunia, sehingga memang kawasan Indonesia rawan bencana gempa bumi,” tutur Gayatri.

Mengenal lempeng tektonik penyebab gempa Indonesia

Penyebab Indonesia sering terjadi gempa bumi, karena adanya pertemuan lempeng bumi yang cukup aktif.

Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang mengapung di atas astenosfer yang cair dan panas, merupakan lapisan paling luar bumi. Sehingga, lempeng tektonik bebas bergerak dan saling berinteraksi.

Lapisan paling luar bumi, papar Gayatri, bersifat getas atau rigid dan terpecah-pecah menjadi bagian terpisah yang bergerak dengan arah dan kecepatan yang bervariasi. Sehingga, area lempeng-lempeng bumi berinteraksi, tekanannya sangat kuat mengakibatkan batuan di sekitarnya mengalami deformasi yang ditandani dengan kejadian gempa.

Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling mendekati, atau saling bergeser. Umumnya, gerakan ini berlangsung lambat dan tidak dirasakan oleh manusia, tapi terukur sebesar 0-15 cm per tahun.

Terkadang, gerakan lempeng macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung secara terus-menerus. Suatu saat, batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak kuat menahan gerakan itu, dan terjadi pelepasan mendadak yang dikenal sebagai gempa bumi.

Gempa bumi biasanya berlansung dalam waktu yang sangat singkat, lokasi kejadian tertentu, dan berpotensi terulang.

Sejauh ini, gempa belum dapat diprediksi dan berpotensi menimbulkan bencana. Gempa bumi di Indonesia atau di wilayah rawan gempa di mana pun, tidak dapat dicegah, tetapi dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi.

Potensi tsunami akibat gempa di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak daerah rawan gempa bumi, karena dilalui jalur pertemuan tektonik.

Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke arah utara dan menyusup ke dalam lempeng Eurasia, sedangkan lempeng Pasifik bergerak relatif ke arah barat.

Jalur pertemuan lempeng berada di laut, sehingga terjadi gempa bumi besar dengan kedalaman dangkal maka berpotensi menimbulkan tsunami, sehingga wilayah Indonesia pun rawan tsunami.

Mengingat terdapat selang waktu antara gempa dengan tsunami, maka selang waktu ini dapat digunakan untuk memberikan peringatan dini ke masyarakat.

Diberitakan sebelumnya, terdapat setidaknya tiga kriteria gempa bumi yang dapat menyebabkan tsunami, seperti:

1. Gempa bumi tektonik yang berpusat di laut dan kedalaman kurang dari 100 km

Secara umum, kedalaman gempa bumi terbagi menjadi tiga yaitu gempa bumi dangkal, gempa bumi menengah, dan gempa bumi dalam.

Gempa bumi dangkal memiliki hiposentrum berada kurang dari 60 km dari permukaan bumi. Biasanya, gempa menimbulkan kerusakan yang besar.

Sementara gempa bumi menengah, mempunyai hiposentrum antara 60-300 km di bawah permukaan bumi. Umumnya, gempa bumi ini menimbulkan kerusakan ringan dan getarannya lebih terasa.

Adapun gempa bumi dalam adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi. Biasanya gempa bumi ini tidak terlalu berbahaya.

2. Gempa bumi tektonik dengan magnitudo lebih dari 7,0

Magnitudo gempa, besaran yang menyatakan besarnya energi seismik yang dipancarkan sumber gempa, akan bernilai sama meskipun dihitung dari tempat yang berbeda.

Skala yang kerap digunakan untuk menyatakan magnitudo gempa adalah skala richter.

Gempa yang dapat memicu tsunami, magnitudo gempa harus lebih besar dari 7 magnitudo, karena hanya dengan kekuatan ini gempa bumi bisa mengirim air laut ke darat.

Ini mengartikan, jika ada gempa bumi tektonik terjadi di laut dengan kedalaman kurang dari 100 km dan skala kurang dari 7 skala magnitude, gempa tidak akan memicu tsunami.

3. Gempa bumi tektonik dengan pola sesar naik atau sesar turun (deformasi vertikal)

Deformasi merupakan perubahan bentuk, posisi, dan dimensi suatu benda. Deformasi gempa bumi tektonik secara umum ada tiga macam, yaitu horisontal, vertikal, dan diagonal.

Jenis gempa bumi yang berpotensi tsunami adalah gempa dengan deformasi vertikal.

Zona megathrust gempa di Indonesia

Megathrust bisa diartiken gerak sesar naik yang besar. Mekanisme gempa megathrust bisa terjadi di pertemuan lempeng benua.

Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lembeng disebut zona subduksi.

Sedangkan zona megathrust terbentuk saat lempeng samudra bergerak ke bawah menghujam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi.

Zona subduksi diasumsikan sebagai sebuah zona petahan naik yang besar atau zona megathrust.

Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan atau stress pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.

“Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting),” ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono seperti dikutip dari pemberitaan sebelumnya.

Umumnya, jalur subduksi lempeng sangat panjang dengan kedalaman sekitar 50 km, mencakup bidang kontak antarlempeng.

Zona megathrust bukanlah suatu hal baru, karena telah ada sejak jutaan tahun yang lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.

Sebagai sebuah area sumber gempa, maka zona ini dapat memunculkan gempa bumi dengan berbagai magnitudo dan kedalaman.

Gempa megathrust dianggap menakutkan karena selalu bermagnitudo besar dan memicu tsunami.

Kendati begitu, data menunjukkan mayoritas gempa yang terjadi di zona megathrust merupakan gempa kecil dengan kekuatan kurang dari 5,0.

Zona megathrust di Indonesia berada di zona subduksi aktif, seperti:

  • Subduksi Sunda mencakup Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba
  • Subduksi Banda
  • Subduksi Lempeng Laut Maluku
  • Subduksi Sulawesi
  • Subduksi Lempeng Laut Filipina
  • Subduksi Utara Papua

Perlu digarisbawahi, segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya, dan seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust meskipun tak selalu berkekuatan besar.

Besarnya kekuatan gempa bumi tidak bisa diprediksi dan sangat bergantung pada gerak dan kedalamannya.

Meskipun gempa kecil lebih banyak terjadi di zona megathrust, zona ini dapat memicu gempa besar. Tak setiap gempa megathrust menimbulkan tsunami.

Adapun syarat terjadi tsunami adalah gempa besar, hiposenter dangkal, dan gerak sesar naik.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/18/173100323/gempa-indonesia--mengenal-penyebab-gempa-bumi-hingga-potensi-tsunami

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke