Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Situasi Kanker Paru di Indonesia Saat Ini, Prevalensi Kematian Meningkat

KOMPAS.com - Berdasarkan catatan Global Burden of Cancer Study, prevalensi kasus kematian akibat penyakit kanker di Indonesia meningkat hingga 8,8 persen, termasuk mortalitas yang disebabkan oleh jenis kanker paru. Situasinya saat ini cukup mengkhawatirkan.

Medical Oncologist di Parkway Cancer Centre (PCC), Singapore, Dr Chin Tan Min mengatakan, angka kasus kematian karena kanker paru ini juga semakin parah oleh penyakit jenis baru yakni Covid-19.

Pada tahun 2020, terdapat 34.783 kasus kanker paru, dengan angka kematian akibat kanker ini yang meningkat hingga 18 persen dibandingkan tahun 2018.

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) atau tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus).

Kanker paru menjadi penyebab sekitar 11 persen atau 2.206.771 kasus baru kanker dan kematian akibat kanker nomor satu di dunia dan di Indonesia.

Sama halnya dengan catatan Global Burden of Cancer Study, berdasarkan data Globocan 2020, kanker paru menjadi penyebab 8,8 persen atau 34.783 kasus baru di Indonesia.

Meskipun sudah banyak yang mengetahui apa itu kanker paru, namun hanya sedikit orang di Indonesia yang mengerti bahwa terdapat dua tipe kanker paru, yakni kanker paru sel kecil (SCLC) dan kanker paru non-sel kecil (NSCLC).

Dari kejadian kanker paru tersebut, lebih dari 80 persen merupakan tipe kanker paru Sel Bukan Kecil (Non Small Cell Lung Canser atau NSCLC), dan sekitar 40 persen dari NSCLC terjadi mutasi reseptor pertumbuhan epidermal (EFGR).

Adapun, kesintasan 5-tahunan untuk NSCLC sebesar 25 persen dibandingkan dengan 7 persen untuk kanker paru sel kecil.

Sementara itu, Indonesia Cancer Care Community (ICCC) mencatat bahwa 10-15 persen kasus kanker paru merupakan tipe SCLC, yang diketahui lebih agresif serta dapat berkembang dan menyebar secara cepat ke bagian tubuh lainnya. 

Tipe kanker paru ini erat kaitannya dengan efek samping dari merokok. 

Sedangkan, situasi penyakit tersebut saat ini, sebagian besar kasus kanker paru di Indonesia merupakan tipe NSCLC, yang terbukti tidak seagresif SCLC serta cenderung berkembang dan menyebar secara lebih lambat.

“Merokok tentunya menjadi faktor risiko terbesar timbulnya kanker paru, yang bertanggung jawab atas lebih dari 80 persen kasus kanker paru di dunia," kata Dr Chin dalam diskusi daring bertajuk Perawatan Kanker Paru Holistik di Parkway Cancer Centre (PCC) Singapore dan CanHope, Rabu (8/12/2021).

Para ahli yakin bahwa kandungan berbahaya pada rokok dapat merusak sel paru-paru dan seiring berjalannya waktu bisa berkembang menjadi kanker.

Tidak hanya perokok aktif saja yang berisiko tinggi menderita penyakit kanker paru ini, tetapi juga orang-orang yang tidak merokok dan menjadi perokok pasif atau tersier.

"Ini sangat memprihatinkan mengingat tingginya jumlah perokok di Indonesia dan banyak pula orang yang terpapar asap rokok setiap harinya," jelasnya.

Tidak hanya itu, kondisi kematian akibat kanker paru saat ini juga diperparah dengan adanya penyakit baru Covid-19 yang telah resmi menjadi pandemi di hampir seluruh negara di dunia.

Covid-19 diketahui juga dapat meningaktkan risiko bagi pasien kanker paru karena virus tersebut berdampak pada organ pernapasan, sehingga dapat memperburuk kondisi pasien.

Perkembangan sel kanker pun dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh yang melawan infeksi virus. 

Selain itu, perawatan kanker yang tertunda atau terhenti selama masa pandemi juga dapat menyebabkan risiko yang lebih tinggi bagi pasien.

Sehingga, secara langsung kanker tentunya dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental pasien. Ditambah lagi dengan tantangan secara sosial dan finansial yang harus mereka hadapi, yang juga bisa berdampak pada keluarga dan orang-orang terdekat.

Oleh karena itu, dalam menangani persoalan kanker paru ini, Dr Chin menyampaikan bahwa penting sekali adanya sebuah pendekatan multidisiplin yang holistik.

“Merawat pasien kanker juga berarti memahami segala kesulitan yang tengah mereka alami. Sehingga, seorang onkologi tidak dapat bekerja sendiri," kata dia.

"Oleh karena itu, kami selalu dibantu oleh tim multidisiplin PCC yang terdiri dari para ahli dan profesional di bidangnya masing-masing, agar dapat memastikan perawatan yang lebih holistik bagi para pasien kami,” tambahnya.

Selain terapi target, PCC pun menghadirkan metode perawatan lainnya kepada pasien kanker paru, seperti imunoterapi. Imunoterapi dikatakan mampu meningkatkan kesempatan hidup pasien kanker melalui manajemen perawatan jangka panjang.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/10/183100723/situasi-kanker-paru-di-indonesia-saat-ini-prevalensi-kematian-meningkat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke