Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bukan Hanya NWR, Kasus Kekerasan pada Perempuan Meningkat 2 Kali Lipat di 2021

KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan, selama 2021 kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 2 kali lipat dibandingkan 2020.

Kasus bunuh diri dan kekerasan seksual yang dialami oleh mahasiswi berinisial NWR (23) menambah rentetan panjang kasus kekerasan dalam pacaran (KDP) dan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan, kasus NWR merupakan salah satu dari 4.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode Januari-Oktober 2021. 

"Ini sudah dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020. Lonjakan pengaduan kasus telah kami amati sejak tahun 2020," jelasnya.

Sementara itu, masih berdasarkan laporan Komnas Perempuan, catatan KDP adalah jenis kasus kekerasan di ruang privat atau personal yang ketiga terbanyak di laporkan.

Pada kurun tahun 2015-2020, tercatat 11.975 kasus dilaporkan oleh berbagai pengadaan layanan di hampir 34 provinsi, atau sekitar 20 persen dari total kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat.

Dalam kurun waktu yang sama, rata-rata 150 kasus per tahun dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan.

"Kasus ini seringkali berakhir dengan kebuntuan di proses hukum," kata Ami dalam konferensi pers Komnas Perempuan, Senin (6/12/2021).

Latar belakang relasi pacaran kerap menyebabkan peristiwa kekerasan seksual yang dialami korban dianggap sebagai peristiwa suka sama suka. 

Sedangkan, dalam konteks pemaksaan aborsi, justru korban yang kerap kali dikriminalkan sementara pihak laki-laki lepas dari jeratan hukum.

Tantangan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan

Ia menambahkan, dengan sumber daya yang sangat terbatas, Komnas Perempuan berpacu untuk membenahi sistem untuk penyikapan pengaduan, mulai dari verifikasi kasus, pencarian lembaga rujukan dan pemberian rekomendasi. 

Namun, lonjakan kasusnya sendiri mengakibatkan antrian kasus yang panjang, sehingga keterlambatan penyikapan merupakan kekhawatiran yang terus dipikul oleh Komnas Perempuan.

"Kekhawatiran kami semakin menjadi sejak kwartal kedua 2021," kata dia.

Dikarenakan tidak mendampingi kasus secara langsung, upaya membantu korban dilakukan Komnas Perempuan dengan melalui sistem rujukan dan kerjasama dengan berbagai mitara lembaga layanan.

Namun, pada tengah tahun 2021 semakin banyak lembaga layanan yang menyatakan diri kewalahan menerima rujukan, sementara kasus-kasus pengaduan langsung membanjiri mereka, yang juga bekerja dengan sumber dana yang terbatas.

Terlebih, masa pandemi mempengaruhi daya lembaga layanan sehingga tidak mampu melakukan layanan seperti yang diharapkan. 

Sementara itu, kajian kebijakan daerah tentang layanan terpadu bagi perempuan korban kekerasan pada tahun 2020, memperlihatkan bahwa hanya 30 persen kebijakan daerah yang memandatkan adanya sistem pemulihan. 

Di banyak daerah, keberadaan dan dukungan konselor psikolog adalah hal yang mewah, seperti juga visum gratis dan rumah aman.

"Situasi lembaga layanan serupa ini jelas merupakan bom waktu terutama di hadapan lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual," kata dia.

"Keterlambatan dalam membantu NWR adalah pelajaran sangat berharga bagi kita semua," imbuhnya.

Oleh karena itu, Ami menegaskan, mendidik publik untuk mendukung korban dan mendesak negara agar sungguh-sungguh membangun secara berkelanjutan infrastruktur dan sistem layanan pemulihan korban adalah tanggung jawab semua pihak.

Hal ini perlu diupayakan agar kisah memilukan seperti NWR yang membawa duka dan pukulan bagi keluarga korban, semua perempuan korban kekersan, dan banyak dari kita, juga bagi Komnas Perempuan serta lembaga-lembaga pendamping sebagai pertanda Indonesisa daruat kekekerasan seksual menjadi yang terakhir.

"Semua tangan haruslah disiapkan untuk merangkul dan merawat korban," tegasnya.

Komnas Perempuan menyerukan agar kasus NWR ini menjadi momentum dalam banyak hal. Di antaranya sebagai berikut.

1. Saatnya negara benahi diri

Negara harus segera membenahi diri, termasuk dengan menyegerakan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan mengembangkan ekosistem dukungan pemulihan bagi korban di tingkat nasional maupun daerah.

2. Sahkan RUU TPKS segera

Dari kasus NWR ini, Komnas Perempuan juga meminta agar semua pihak untuk turut mendorong pengesahan RUU TPKS, memberikan dukungan bagi lembaga pengada layanan dan individu pendamping korban kekerasan, khususnya kekerasan seksual dan bersama-sama mengupayakan mengikis budaya menyalahkan perempuan korban kekerasan.

3. Kepolisian harus tegas

Kepolisian diminta untuk melakukan langkah-langkah tegas untuk menyikapi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.

Terutama kasus pelecehan seksual, dengan tidak terbatas pada demosi, pelucutan jabatan ataupun penghentian keanggotaan saja, melainkan dengan proses hukum dan pemulihan korban yang berkeadilan.

4. Pembenahan internal

Ami pun menambahkan, secara internal, Komnas Perempuan akan terus melakukan penguatan sistem dalam penyikapan pada pengaduan korban, menguatkan sistem rujukan, dan meningkatkan upaya untuk menggalang dukungan bagi lembaga-lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan.

"Komitmen kami tidak akan pernah kendur, demi keadilan dan pemulihan korban atas nama kemanusiaan," tegasnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/07/160000423/bukan-hanya-nwr-kasus-kekerasan-pada-perempuan-meningkat-2-kali-lipat-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke