Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Komnas Perempuan: Kasus Mahasiswi NWR jadi Alarm Darurat Kekerasan Seksual di Indonesia

KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentiriyani mengatakan, kasus bunuh diri dan kekerasan seksual yang terjadi pada NWR (23) merupakan alarm bahwa Indonesia sedang darurat kekerasan seksual.

"Kisah tragis NWR harus menjadi pelajaran bagi kita. Kasus ini merupakan alarm keras pada kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia yang membutuhkan tanggapan seirus dari apart penegak hukun, pemerintah, legislatif dan masyarakat," kata Andy dalam konferensi pers Komnas Perempuan, Senin (6/12/2021).

Andy menyampaikan bahwa Komnas Perempuan turut berduka yang mendalam atas meninggalnya NWR, korban kekerasan seksual di Mojokerto yang mengakhiri hidupnya pada 2 Desember 2021 lalu.

Mahasiswi berinisial NWR (23) tersebut ditemukan meninggal dunia, yang diduga bunuh diri dengan meminum racun. 

Jasadnya ditemukan meninggal tepat di pusara ayahnya di pemakaman umum Desa Japan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sekitar pukul 15.30 WIB.

Diberitakan, Polda Jawa Timur telah menahan dan memproses Bripda RB yang merupakan kekasih korban. Bripda RB terbukti memiliki hubungan asmara sebagai pacar dari mahasiswi NWR, sejak 2019.

Bripda RB ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana aborsi atau pasal dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan janin. Bripda RB dijerat pasal 348 KUHP juncto pasal 55 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara.

Dari penyelidikan polisi juga diketahui, penyebab NWR mengakhiri hidupnya karena mengalami tekanan mental atau depresi usai paksaan aborsi tersebut.

"Kasus ini sungguh memilukan dan menjadi kesedihan bagi keluarga korban dan kita semua," ujarnya.

Andy menambahkan, kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia ini juga terlihat dari daya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang sangat rapuh di tengah kondisi layanan yang sangat terbatas kapasitasnya menghadapinya lonjakan pelaporan kekerasan seksual yang semakin tinggi dengan jenis kasus yang semakin kompleks.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa kekerasan dalam pacaran (KDP) seperti yang dialami NWR adalah jenis kasus kekerasan di ruang privat atau personal yang ketiga terbanyak dilaporkan.

Pada kurun tahun 2015-2020, tercatat 11.975 kasus dilaporkan oleh berbagai pengada layanan dihampir 34 provinsi, atau sekitar 20 persen dari total kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat.

Dalam kurun waktu yang sama, rata-rata 150 kasus per tahun dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan.

"Kasus (kekerasan seksual pada perempuan seperti pada kasus mahasiswi NWR) ini seringkali berakhir dengan kebuntuan diproses hukum," kata Ami.

Latar belakang relasi pacaran kerap menyebabkan peristiwa kekerasan seksual yang dialami korban dianggap sebagai peristiwa suka sama suka. 

Sedangkan, dalam konteks pemaksaan aborsi, justru korban yang kerap kali dikriminalkan sementara pihak laki-laki lepas dari jeratan hukum.

Dengan melihat kondisi ini, Ami menegaskan perlunya menyegerakan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang meneguhkan komitmen negara dalam pelaksanaan tanggung jawab pemulihan korban, selain memutus impunitas adalah langkah mendesak.

"Mengembangkan ekosistem dukungan bagi korban juga tidak lagi dapat ditunda, dari keluarga hingga bagi lembaga-lembaga yang menyelenggarakan layanan, mulai dari desa hingga nasional," ujarnya.

Sehingga, Komnas Perempuan menyerukan agar kasus NWR ini menjadi momentum dalam banyak hal. Di antaranya sebagai berikut.

1. Saatnya negara benahi diri

Negara harus segera membenahi diri, termasuk dengan menyegerakan pengesahan RUU TPKS dan mengembangkan ekosistem dukungan pemulihan bagi korban di tingkat nasional maupun daerah.

2. Sahkan RUU TPKS segera

Dari kasus NWR ini, Komnas Perempuan juga meminta agar semua pihak untuk turut mendorong pengesahan RUU TPKS, memberikan dukungan bagi lembaga pengada layanan dan individu pendamping korban kekerasan, khususnya kekerasan seksual dan bersama-sama mengupayakan mengikis budaya menyalahkan perempuan korban kekerasan.

3. Kepolisian harus tegas

Kepolisian diminta untuk melakukan langkah-langkah tegas untuk menyikapi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.

Terutama kasus pelecehan seksual, dengan tidak terbatas pada demosi, pelucutan jabatan ataupun penghentian keanggotaan saja, melainkan dengan proses hukum dan pemulihan korban yang berkeadilan.

4. Pembenahan internal

Ami pun menambahkan, secara internal, Komnas Perempuan akan terus melakukan penguatan sistem dalam penyikapan pada pengaduan korban, menguatkan sistem rujukan, dan meningkatkan upaya untuk menggalang dukungan bagi lembaga-lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan.

"Komitmen kami tidak akan pernah kendur, demi keadilan dan pemulihan korban atas nama kemanusiaan," tegasnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/06/184000823/komnas-perempuan--kasus-mahasiswi-nwr-jadi-alarm-darurat-kekerasan-seksual

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke