Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pernikahan Dini Siswi SMP di Buru Selatan, Begini Situasi Perkawinan Anak di Indonesia

KOMPAS.com - Pernikahan dini siswi sekolah menengah pertama (SMP), NK, dengan tokoh agama asal Banten di Buru Selatan menuai kontroversi.

Tidak hanya itu, pernikahan dini siswi SMP ini juga mendapat protes dari sejumlah siswa, teman-teman NK dan guru sekolahnya.

Teman-teman NK dan guru-gurunya itu bahkan menggelar demo di Kantor Pemerintahan Kabupaten Buru Selatan, Maluku, Senin (4/10/2021).

Kepala SMP tempat NK bersekolah, Noho Lesilawang mengatakan, para siswa dan guru memilih berunjuk rasa karena merasa keputusan orang tua NK dan KUA telah memengaruhi murid lainnya.

"Kasus ini menjadi perhatian semua siswa di sekolah, mereka sangat merasa kehilangan begitu pun para guru, jadi saat dia dikawinkan oleh orangtuanya secara paksa itu sangat berpengaruh sekali kepada para siswa jadi inisittif dari Osis dan siswa, serta para guru kita langsung turun demo," kata Noho, seperti dalam pemberitaan Kompas.com, Minggu (10/10/2021).

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buru Selatan, Maluku, Ambo Intan Karate mengaku heran dengan respons masyarakat dan sekolah atas pernikahan dini putrinya yang masih duduk di bangku SMP dengan seorang ustaz asal Tangerang, Banten.

Ambo menyebut di Maluku, ada banyak kasus siswi SMP yang menikah namun tidak pernah dibesar-besarkan dan menjadi heboh.

"Kenapa anak Ketua MUI yang disorot-sorot begitu, di kampung-kampung banyak anak SMP yang menikah tapi tidak pernah diprotes,"  ujarnya kepada Kompas.com via telepon seluler, Sabtu (9/10/2021).

Menurut Ambo, pernikahan putrinya itu menjadi urusan internal, dan bukan karena paksaan, tetapi atas keinginan putrinya sendiri, sehingga tidak perlu untuk dibesar-beesarkan.

Pernikahan dini di Indonesia

Kabar dari NK, siswi SMP dari Buru ini hanyalah salah satu dari kisah pernikahan dini atau perkawinan anak di Indonesia.

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) melaporkan peningkatan angka perkawinan anak selama pandemi Covid-19. 

Anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun dan umumnya merupakan pelajar. 

Namun, temuan Kemen PPN/Bappenas mengungkap bahwa ada sekitar 400-500 anak perempuan usia 10-17 tahun berisiko menikah dini akibat pandemi Covid-19. 

Peningkatan angka kehamilan tidak direncanakan serta pengajuan dispensasi pernikahan atau pernikahan di bawah umur juga terjadi. 

Pada tahun 2020, terdapat lebih dari 64 ribu pengajuan dispensasi pernikahan anak di bawah umur.

Adapun, penyebab meningkatnya angka perkawinan anak pada masa pandemi ini tidak jauh berbeda dengan penyebab perkawinan anak pada kondisi normal. 

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, kehamilan tidak direncanakan setidaknya dapat bersumber pada dua hal.

Pertama yakni pasangan usia subur yang tidak segera melakukan kontrasepsi pasca persalinan atau abortus, dan kedua adalah kehamilan tanpa pernikahan. 

"Keduanya bisa terjadi karena mereka tidak memahami kesehatan reproduksi, sehingga perlu diberikan edukasi atau pemahaman terkait masalah ini," kata Hasto dalam Dialog Produktif Forum Merdeka Barat 9 (FMB)- KPCPEN), Rabu (29/9/2021).

Pernikahan anak di Indonesia tertinggi ke-2 di ASEAN

Indonesia menduduki peringkat ke-2 di ASEAN dan peringkat ke-8 di dunia untuk kasus perkawinan anak.

Diketahui, sekitar 22 dari 34 provinsi di tanah air memiliki angka perkawinan anak yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. Hal ini dianggap mengkhawatirkan. 

Pasalnya, pemerintah telah mengatur dengan jelas batas minimal perkawinan menjadi 19 tahun, dan memperketat aturan dispensasi perkawinan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan

Namun praktik perkawinan anak masih kerap terjadi. Bahkan, perkawinan anak menjadi salah satu permasalahan sosial yang pelik di Indonesia, kompleks serta multi dimensi. 

Hal ini menunjukkan, bahwa kebijakan saja belum cukup untuk menekan laju perkawinan anak.

Menurut Koalisi Perempuan Indonesia (2019) dalam studinya Girls Not Brides menemukan data, bahwa 1 dari 8 remaja putri Indonesia sudah melakukan perkawinan sebelum usia 18 tahun. 

Temuan ini diperkuat dengan data dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) BPS tahun 2017 yang menunjukkan presentase perempuan berusia 20-24 tahun yang sudah pernah kawin di bawah usia 18 tahun sebanyak 25,71 persen. 

Dilihat dari aspek geografis, tren angka perkawinan anak dua kali lipat lebih banyak terjadi pada anak perempuan dari pedesaan dibandingkan dengan di perkotaan. 

Walaupun tren angka perkawinan anak mengalami penurunan secara nasional dari 11,21 persen (2018) menjadi 10,82 persen (2019), namun angka perkawinan anak di 18 provinsi di Indonesia justru mengalami peningkatan kasus. 

Empat provinsi di antaranya seperti Provinsi Kalimantan Selatan meningkat menjadi 21,2 persen, Provinsi Kalimantan Tengah sekitar 20,2 persen, Provinsi Sulawesi Tengah dengan 16,3 persen dan Provinsi Nusa Tenggara Barat pernikahan dini meningkat menjadi 16,1 persen.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/10/11/170200923/pernikahan-dini-siswi-smp-di-buru-selatan-begini-situasi-perkawinan-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke