Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Aglonema Merah Ternyata Bukan Spesies Tanaman Asli, Ini Penjelasan Peneliti LIPI

KOMPAS.com - Belakangan ini, aglonema merah atau aglonema dengan daun berwarna merah semakin digandrungi oleh para pecinta tanaman hias. Bahkan, harga aglonema dengan warna daun merah merona bisa sangat mahal.

Kendati menjadi primadona para pecinta tanaman hias, namun tahukah Anda jika ternyata aglonema merah bukan spesies tanaman asli?

"Semua tanaman Aglaonema (aglonema) yang mempunyai warna merah yang saat ini ramai diperjualbelikan merupakan hasil hibridisasi atau hasil kawin silang," kata Peneliti Araceae Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dra. Yuzammi, M.Sc saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/8/2021).

Yuzammi menjelaskan bahwa hasil persilangan tanaman hias ini, biasanya diberi nama sesuai yang diinginkan oleh orang yang membudidayakannya.

Misalnya, Aglaonema siam aurora, atau lebih populer dikenal sebagai aglonema lipstik siam aurora.

"Kalo kita bicara nama jenis, maka artinya adalah tumbuhan asli yang berasal dari alam dan tidak ada campur tangan manusia dalam warna yang ada, misalnya Aglaonema pictum dan lain sebagainya," papar Yuzammi.

Kenapa daun aglonema bisa berwarna merah?

Tanaman aglonema merah kini difavoritkan banyak orang. Aglonema dengan daun berwarna merah merona, tak hanya dipandang unik dan cantik, tetapi harga tanaman hias ini juga bisa sangat fantastis.

Namun, Yuzammi mengungkapkan bahwa kebanyakan daun aglonema berwarna hijau atau campuran hijau dengan putih, atau cenderung warna abu dan bukan warna merah.

"Perlu saya luruskan disini, bahwa pemberi warna merah pada Aglaonema (aglonema) hasil silangan berasal dari Aglaonema rotundum," kata Yuzammi.

Aglaonema rotundum adalah spesies tumbuhan asli Indonesia dan hanya ditemukan di kawasan hutan Sumatera Utara. Aglonema ini adalah tumbuhan endemik Pulau Sumatera.

Lebih lanjut Yuzammi mengatakan bahwa Aglaonema rotundum adalah satu-satunya aglonema berdaun merah yang ada di dunia.

"Nah, bagi para breeder (pembudidaya), maka dikawinkanlah Aglaonema rotundum ini dengan jenis-jenis Aglaonema yang lainnya," imbuhnya.

Hasil dari kawin silang spesies tanaman asli ini, kemudian akan didapatkan hibrida-hibrida tanaman hias aglonema yang membawa warna merah, aglonema corak merah, maupun aglonema merah dengan daun berwarna merah mencolok.

Biasanya, kata Yuzammi, hasil silangan ini akan dikawinkan lagi dengan salah satu induknya atau disilangkan dengan jenis yang lain.

Begitu seterusnya sampai didapatkan hasil aglonema hibrida yang diinginkan oleh pembudidaya tanaman hias ini.

Aglonema merah mahal

Aglonema merah telah menjadi tren di kalangan para pecinta tanaman hias. Bahkan, corak dan warna merah yang mencolok dari tanaman ini dapat membuat tanaman aglonema tersebut dilego dengan harga yang tinggi.

Yuzammi menambahkan bahwa budidaya aglonema merah dari hasil kawin silang dengan jenis aslinya, Aglaonema rotundum, membuah spesies tanaman aslinya tak cukup banyak dikenali masyarakat sekarang.

Padahal, spesies Aglaonema rotundum adalah tanaman asli Indonesia dan endemik dari hutan Sumatera Utara.

"Tidak semua orang mengenali Aglaonema rotundum ini. Karena saat ini, kebanyakan masyarakat hanya butuh Aglaonema yang bagus dengan warna yang menarik," imbuh Yuzammi.

Sebab, menurut Yuzammi, tanaman aglonema asli yang ada tumbuh di alam, bukan hasil kawin silang, terkadang memiliki warna yang tidak menarik.

Bahkan, bentuk daun aglonema yang hidup di habitat aslinya, cenderung kurang bagus atau hanya memiliki beberapa daun.

"Di sinilah peran dari breeder untuk melakukan kawin silang, sehingga kita saat ini bisa menikmatinya," jelas Yuzammi.

Yuzammi menambahkan untuk mendapatkan hasil kawin silang tanaman aglonema yang unik dan bagus tersebut dibutuhkan waktu yang lama, makanya inilah yang membuat aglonema merah mahal, harganya bisa cukup fantastis.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/08/23/184600023/aglonema-merah-ternyata-bukan-spesies-tanaman-asli-ini-penjelasan-peneliti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke