Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyibak Jatuhnya Meteorit di Lampung Tengah

Sebab, Peristiwa Lampung Tengah hanya berselang empat hari dari Peristiwa Bali 24 Januari 2021 yang juga merupakan kejadian tumbukan benda langit, meski tanpa temuan meteorit.

Selain itu, juga hanya berselang lima bulan dari Peristiwa Tapanuli Tengah 1 Agustus 2020 yang menghebohkan.

Kejadian terakhir menyisakan bongkahan meteorit karbonan kondritik yang langka dan menghebohkan, karena meteorit telah melayang ke kolektor pribadi mancanegara.

Kemudian muncul pertanyaan, apakah sedang terjadi peningkatan jumlah benda langit yang jatuh ke Bumi?

Kejadian

Suara dentuman menggelegar menggetarkan gendang telinga sebagian penduduk daratan propinsi Lampung pada Kamis 28 Januari 2021 pukul 21:53 WIB.

Sejumlah saksi mata juga melaporkan kilatan cahaya terang di langit. Segera setelah cahaya tersebut menghilang, pada lintasan yang sama terlihat ketampakan mirip gumpalan awan yang panjang dan terkesan lurus hingga beberapa belas menit kemudian.

Awan ini mengandung ciri jejak asap (smoke trails) yang khas dalam kejadian tumbukan benda langit.

Jejak asap tersebut merupakan jejak kondensasi yang membentuk awan noktilusen di lapisan stratosfer hingga ke ketinggian maksimum 80 km di atas paras Bumi.

Selain dentuman dan kilatan cahaya, Peristiwa Lampung Tengah juga terekam dalam sensor–sensor seismometer yang beroperasi di bawah payung sistem peringatan dini tsunami Indonesia dan dikelola BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika).

Tiga sensor merekam usikan seismik unik yang bukan berasal dari kejadian gempabumi tektonik.

Usikan tersebut berkaitan dengan Peristiwa Lampung Tengah, khususnya dari sisi runut waktu.

Ketiga sensor tersebut adalah sensor UTSI, KASI dan PSSM yang terletak di Kab. Tanggamus (propinsi Lampung) di sisi barat pulau Sumatera.

Usikan seismik unik tersebut pertama kali terdeteksi di sensor UTSI, 10 detik kemudian terdeteksi di sensor KASI dan 10 detik berikutnya lagi terdeteksi di sensor PSSM.

Runut waktu tersebut mengindikasikan, sumber usikan seismik itu berada di arah timur laut dari posisi ketiga sensor, yang berimpit dengan arah ke Kab. Lampung Tengah.

Dua meteorit bertipe siderolit (besi–batuan) ditemukan dalam Peristiwa Lampung Tengah ini.

Meteorit aerolit diketahui berasal dari pecahan–pecahan asteroid yang telah mengalami diferensiasi kimiawi menyerupai planet.

Meteorit pertama (massa ~ 2,2 kilogram) menembus tepi atap dan jatuh di sisi luar dinding sebuah rumah di dusun 5 desa Astomulyo.

Sedangkan meteorit kedua yang lebih ringan (massa ~0,3 kilogram) ditemukan sehari berikutnya di desa Mojopahit, ~3 kilometer sebelah utara dari lokasi temuan meteorit pertama.

Meteorit kedua juga menembus atap sebuah rumah dan jatuh menimpa kasur yang tak dipakai. Kedua desa tersebut merupakan bagian dari Kec. Punggur, Kab. Lampung Tengah.

Kedua meteorit bisa dikenali secara fisik seiring ciri–ciri hangusan di permukaannya yang merupakan fusion crust, kerak produk pelelehan singkat dan cepat selama menembus atmosfer.

Kedua meteorit juga menunjukkan tanda–tanda regmaglypt, cekungan–cekungan mini di permukaan yang terbentuk dari olakan arus plasma sangat panas saat masih menembus lapisan–lapisan udara.

Temuan meteorit, suara dentuman, kilatan cahaya dan usikan seismik unik menjadi bukti kuat Peristiwa Lampung Tengah memang merupakan kejadian tumbukan benda langit.

Yakni, masuknya meteoroid sedang ke atmosfer Bumi untuk kemudian berubah menjadi meteor–terang (fireball) maupun meteor–sangat terang (boloid).

Di lapisan atmosfer yang lebih padat, meteor mengalami fragmentasi berganda disusul kejadian mirip–ledakan di udara (airburst). Dan berakhir dengan guyuran meteorit yang masih tersisa ke paras Bumi.

Rekonstruksi

Temuan dua meteorit menjadi indikasi adanya zona sebaran (strewnfield) dalam Peristiwa Lampung Tengah, serupa dengan Peristiwa Tapanuli Tengah lima bulan sebelumnya.

Zona sebaran di Lampung Tengah membujur dalam arah utara–selatan dengan panjang sedikitnya 3 kilometer.

Meteorit terberat ditemukan di ujung selatan sementara yang lebih ringan di ujung utara.

Berdasarkan data tersebut dan mengacu persamaan Collins dkk (2005), maka meteor yang terlibat pada Peristiwa Lampung Tengah datang dari arah utara dan dari elevasi ~20º.

Berbekal informasi tersebut serta ditunjang tipe meteorit, koordinat lokasi zona sebaran dan waktu kejadian maka kita dapat merekonstruksi asalnya.

Meteorit Lampung tengah semula merupakan meteoroid yang melaju secepat ~20 km/detik tepat saat memasuki pucuk lapisan udara Bumi di ketinggian 120 km.

Rekonstruksi orbit mengindikasikan meteoroid Lampung Tengah semula beredar mengelilingi Matahari sebagai bagian kelompok asteroid–dekat Bumi kelas Apollo.

Sehingga, orbitnya merentang di antara orbit Bumi hingga bagian tengah kawasan Sabuk Asteroid Utama.

Orbit meteoroid Lampung Tengah membentuk inklinasi ~16º terhadap ekliptika dengan periode revolusi ~3,3 tahun.

Tentu saja angka–angka ini hanya perkiraan sangat kasar. Mengingat, rekonstruksi orbit meteoroid membutuhkan minimal dua rekaman video ketampakan meteornya yang lantas ditriangulasi.

Namun, angka–angka tersebut setidaknya memberikan gambaran betapa tamu dari langit ini sesungguhnya berasal dari kawasan tata surya kita juga.

Massa meteoroid Lampung Tengah mungkin di sekitar 5 ton dengan prakiraan diameter ~1 meter.

Saat memasuki atmosfer Bumi, meteoroid berpijar terang menjadi meteor–terang (fireball) hingga mencapai magnitudo –9 dan mengangkut energi 0,2 kiloton TNT.

Tingkat energi yang tergolong kecil dalam khasanah tumbukan benda langit. Namun, jauh lebih terang dibandingkan Venus sehingga mudah dilihat di malam hari.

Pada ketinggian 35 hingga 40 km, tekanan ram mulai melampaui batas kekuatan materi meteor.

Sehingga mulai terjadi pemecahbelahan yang segera mencapai puncaknya dan disusul pelepasan energi yang menyerupai ledakan di udara (airburst) pada energi ~0,2 kiloton TNT yang tergolong kecil.

Airburst melepaskan gelombang kejut dan terdengar sebagai suara dentuman. Karena merupakan gelombang akustik, maka sebagian kecil diantaranya akan berubah menjadi gelombang seismik manakala telah menyentuh paras Bumi.

Gelombang seismik tersebut yang terekam pada sensor–sensor seismometer terdekat. Dengan energi airburst sekecil itu, dampak gelombang kejutnya dan sinar sama sekali tak menyentuh wilayah Punggur.

Kesadaran

Setiap kilometer persegi daratan di Bumi rata–rata mendapatkan satu jatuhan meteor dalam tiap 50.000 tahun.

Dengan luas daratannya 1,9 juta kilometer persegi, maka wilayah Indonesia akan mendapatkan satu jatuhan meteorit dalam setiap 10 hari.

Jika memperhitungkan luas daratan yang berpenghuni (dalam bentuk pedesaan hingga perkotaan), maka peluang menyaksikan satu peristiwa tumbukan benda langit yang menyisakan meteoritnya melambung menjadi sekitar satu kali dalam tiap 50 hingga 60 hari (rata–rata).

Statistik tersebut menunjukkan, kejadian tumbukan benda langit adalah fenomena yang sesungguhnya sering terjadi.

Sehingga, rentetan kejadian dalam lima bulan terakhir di Tapanuli Tengah, Bali dan disusul kemudian dengan Peristiwa Lampung Tengah masih tergolong wajar.

Bahwa sebagian publik Indonesia beranggapan terjadi peningkatan kejadian masuknya meteoroid ke Bumi kita, hal itu semata persepsi yang bergantung pada banyak hal.

Mulai dari kemudahan akses informasi yang sayangnya belum diimbangi dengan peningkatan kualitas informasi hingga semakin banyaknya sensor–sensor deteksi yang berperan penting dalam ‘mengendus’ kejadian sejenis.

Kita berharap semoga meteorit Lampung Tengah dapat dipreservasi demikian rupa di tanah air. Sehingga kasus ‘hilangnya’ meteorit Kolang tak lagi terulang.

Di sisi lain, edukasi publik perlu terus–menerus dilakukan oleh para pemangku kepentingan, terkait ilmu pengetahuan meteor dan tumbukan benda langit. Yakni dari ilmu astronomi, geofisika, dan geologi, agar kesadaran bisa terbangun.

Mengingat dalam aspek tertentu, kejadian tumbukan benda langit dapat menjadi bencana geologi yang unik.

Yakni bencana geologi dengan waktu perulangan sangat panjang (hingga ribuan tahun), namun memiliki dampak yang sangat dalam terhadap peradaban manusia.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/02/02/192500823/menyibak-jatuhnya-meteorit-di-lampung-tengah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke