Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemanasan Kutub Utara dan Pencairan Es Laut Arktik Pengaruhi Atmosfer

KOMPAS.com- Para ilmuwan dari Institute for Atmospheric and Earth System Research di University of Helsinki telah menyelidiki terbentuknya partikel atmosfer di Kutub Utara.

Selama ini, proses molekuler pembentukan partikel di Benua Arktik menjadi misteri.

Dikutip dari Phys, Senin (1/2/2021), selama ekspedisi yang dilakukan di Kutub Utara, para ilmuwan mengumpulkan seluruh pengukuran selama 12 bulan.

Hasil dari proyek penelitian ekstensif baru-baru ini telah dipublikasikan di Geophysical Research Letter.

Dalam studi tersebut, peneliti mengungkapkan perbedaan yang sangat jelas dari uap atmosfer, partikel dan pembentukan awan dalam berbagai lingkungan Arktik.

Studi ini menjelaskan bagaimana pemanasan global di Kutub Utara dan hilangnya es laut Arktik memperkuat proses penguapan ke atmosfer.

Penipisan es laut Arktik, memungkinkan lebih banyak emisi yodium sementara di perairan terbuka yang lebih luas, sehingga memungkinkan lebih banyak emisi uap yang mengandung sulfur.

Akibatnya, konsentirasi uap yang lebih tinggi menghasilkan jumlah partikel yang lebih banyak. Di sisi lain, hal ini akan menyebabkan lebih banyak awan yang dapat memperlambat atau mempercepat pemanasan Kutub Utara.

Dengan studi ini, maka pengetahuan rinci terkait proses ini sangatlah penting dalam memahami konsekuensi dari pemanasan global.

"Pengamatan kami berkontribusi untuk pemahaman lebih lanjut tentang apa yang terjadi di atmosfer Arktik akibat pemanasan global," kata Lisa Beck, mahasiswa doktoral di Institute for Atmospheric and Earth System Research (INAR).

Beck menambahkan bahwa secara umum, partikel atmosfer dan awan memainkan peran penting dalam mengatur suhu atmosfer, dan setiap perubahan perilaku ini memiliki konsekuensi pada pemanasan Arktik.

"Daerah Arktik (Kutub Utara) sangat sensitif terhadap perubahan dalam kekeruhan dan albedo," imbuhnya.

Dampak pencairan es di masa depan

Selama enam bulan, para ilmuwan melakukan pengukuran di Greenland Utara di stasiun penelitian Villum dan Svalbard di Ny-Ålesund.

Meskipun kedua stasiun ini terletak di garis lintang yang sama, sekitar 1000 km di selatan Kutub Utara, namun memiliki lingkungan yang berbeda.

Villum-station dikelilingi oleh lautan es sepanjang tahun, sedangkan arus laut yang hangat menyebabkan laut di sekitar Ny-Ålesund tetap terbuka.

Sementara di Greenland Utara, para penelitian menemukan pada musim semi setelah malam kutub, mikroalga di bawah es laut mulai mengeluarkan senyawa yodium ke atmosfer.

Saat musim semi berlanjut, es laut yang makin menipis menyebabkan emisi senyawa yodium menjadi lebih banyak.

Senyawa tersebut kemudian membentuk kelompok molekul yang dapat tumbuh menjadi partikel yang lebih besar.

Sedangkan di Svalbard, dengan lingkungan yang dikelilingi perairan terbuka, pengamatan menunjukkan bagaimana senyawa sulfur yang dipancarkan fitoplankton dapat membentuk sejumlah besar partikel yang dapat tumbuh dengan cepat, bahkan bisa membentuk tetesan awan.

Dalam studi yang dilakukan di Svalbard senyawa organik juga terdeteksi dalam jumlah yang besar, dan peran senyawa organik dalam pembentukan partikel Kutub Utara telah mengejutkan para peneliti.

"Kami tidak berharap untuk mengamati banyak uap organik di lingkungan Kutub Utara yang dingin, karena mereka terlihat terutama di daerah yang ditutupi oleh hutan. Kami berencana untuk melanjutkan studi di Svalbard untuk mencari tahu apa senyawa organik ini dan di mana mereka berada," kata Beck.

Konsentrasi partikel di Svalbard jelas lebih tinggi daripada yang diukur di Northern-Greenland.

"Saat ini, es laut Arktik sedang mencair dengan cepat. Akibatnya, kita dapat berasumsi bahwa proses yang diamati di Svalbard akan lebih umum terjadi di daerah Kutub Utara yang akan dibebaskan dari es laut," kata Beck.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/02/01/192600923/pemanasan-kutub-utara-dan-pencairan-es-laut-arktik-pengaruhi-atmosfer

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke