Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tren Diet Semakin Gencar Dilakukan Remaja demi Citra Tubuh Ideal

KOMPAS.com - Sebuah studi baru yang dipimpin oleh UCL menemukan, bahwa anak remaja laki-laki dan perempuan pada generasi Z saat ini sangat gencar melakukan diet.

Umumnya diet dilakukan untuk menurunkan berat badan, tapi pada generasi Z ini, mereka cenderung melebih-lebihkan berat badan mereka.

Melansir Science Daily, (16/11/2020) seorang anak perempuan yang sedang mencoba menurunkan berat badannya, kemungkinan memiliki gejala depresi. Hal ini berdasarkan penelitian yang telah dipublikasikan di JAMA Pediatrics.

Sebesar 42 persen dari anak perempuan dan laki-laki yang berusia 14 tahun, mengatakan sedang mencoba menurunkan berat badan pada tahun 2015. Padahal, pada tahun 2005 persentasenya sebesar 30 persen.

"Temuan kami menunjukkan bagaimana cara kita berbicara tentang berat badan, kesehatan, dan penampilan dapat berdampak besar pada kesehatan mental orang berusia muda," tutur Penulis utama Dr Francesca Solmi (UCL Psychiatry).

"Dan upaya untuk mengatasi tingkat obesitas yang meningkat, mungkin memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan," imbuhnya.

Hal yang mengkhawatirkan adalah peningkatan pola makan pada anak muda, ada sebuah studi eksperimental yang menemukan bahwa teryata diet tidak efektif dalam jangka panjang.

Pada remaja, menurunkan berat badan dengan melakukan diet justru berdampak lebih pada kesehatan mental. Karena, diet memiliki faktor dan risiko kuat dalam perkembangan gangguan makan.

Tim peneliti meninjau data dari 22.503 remaja di Inggris, dalam tiga dekade berbeda, yang merupakan bagian dari studi kohort yang berbeda: British Cohort Study (orang yang lahir pada tahun 1970; data dikumpulkan pada tahun 1986), Children of the 90s study ( lahir 1991-92, data dikumpulkan tahun 2005), dan Millennium Cohort Study (lahir 2000-02, data dikumpulkan tahun 2015).

Semua remaja ditanyai tentang apakah mereka sedang, atau pernah, mencoba menurunkan berat badan, apakah mereka telah berdiet atau berolahraga untuk menurunkan berat badan.

Selain itu juga, apakah mereka menganggap diri mereka kurang berat badan, tentang berat badan yang tepat atau kelebihan berat badan (yang dibandingkan dengan tinggi dan berat badan aktual), dan mereka mengisi kuesioner yang mengukur gejala depresi.

Para peneliti menemukan bahwa pada 2015, masing-masing 44% dan 60% dari semua peserta telah berdiet atau berolahraga untuk menurunkan berat badan, dibandingkan dengan 38% dan 7% pada 1986.

Para peneliti mengatakan, bukti lain menunjukkan keterlibatan dalam aktivitas fisik yang kuat tetap relatif stabil di kalangan remaja selama beberapa dekade terakhir.

Pada saat ini lebih banyak remaja tampaknya berpikir tentang olahraga, terutama sebagai cara untuk menurunkan berat badan daripada berolahraga untuk bersenang-senang, bersosialisasi dan merasa sehat.

Sehingga, jika dibandingkan hal ini tentu memiliki alasan yang berbeda dari sebelumnya. 

"Kami menduga bahwa seruan kontroversial baru-baru ini untuk menambahkan label 'setara olahraga' pada kemasan makanan dapat memperburuk hal ini," tutur Penulis senior Dr Praveetha Patalay (Center for Longitudinal Studies and MRC Unit for Lifelong Health & Aging, UCL).

Sementara anak perempuan secara konsisten lebih cenderung diet untuk menurunkan berat badan, para peneliti menemukan peningkatan yang lebih besar selama bertahun-tahun pada anak laki-laki, yang juga menjadi lebih mungkin untuk mencoba menambah berat badan.

Dr Patalay mengatakan, bahwa tekanan sosial bagi anak perempuan untuk menjadi kurus telah ada selama beberapa dekade, tetapi tekanan citra tubuh pada anak laki-laki mungkin menjadi tren yang lebih baru.

Temuan ini telah digarisbawahi, ada dampak tekanan sosial dan pesan kesehatan masyarakat seputar berat badan yang dapat berdampak pada kesehatan anak-anak, perilaku, citra tubuh, dan kesehatan mental. 

Baik anak perempuan maupun laki-laki juga menjadi lebih mungkin untuk memperkirakan berat badan mereka secara berlebihan dari tahun 1986 hingga 2005.

Terlebih lagi pada tahun 2015, yang mana menurut para peneliti menambah kekhawatiran mereka, bahwa peningkatan upaya untuk menurunkan berat badan tidak selalu disebabkan oleh peningkatan level obesitas.

Perilaku terkait berat badan yang dilaporkan dan kesalahan persepsi berat badan dikaitkan dengan gejala depresi, dan di antara anak perempuan, hubungan ini menjadi lebih kuat selama tiga dekade yang diteliti dalam penelitian ini.

Temuan ini mungkin bisa menjadi bagian dari penjelasan, untuk peningkatan gejala depresi remaja yang telah diamati dalam beberapa dekade terakhir.

"Penggambaran media tentang tubuh yang kurus, kebangkitan industri kebugaran, dan munculnya media sosial semuanya dapat menjelaskan sebagian hasil kami," kata Dr Solmi.

"Pesan kesehatan masyarakat seputar pembatasan kalori dan olahraga, mungkin juga menyebabkan kerusakan yang tidak diinginkan," lanjutnya.

Kampanye kesehatan masyarakat seputar obesitas harus memertimbangkan efek kesehatan mental yang merugikan, dan memastikan mereka menghindari stigma berat badan.

Dengan mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan, alih-alih berfokus pada 'berat badan yang sehat', mereka dapat memiliki efek positif pada kesehatan mental dan fisik.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/11/25/110500523/tren-diet-semakin-gencar-dilakukan-remaja-demi-citra-tubuh-ideal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke