Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gempa Turki, BMKG: Indonesia juga Rawan, 2 Mitigasi Bisa Dilakukan Masyarakat

KOMPAS.com-  Kemarin Jumat (30/10/2020), Provinsi Izmir, Turki diguncang gempa bumi berkekuatan magnitudo M 7,0 yang terjadi pada siang hari pukul 13.51 waktu setempat

Gempa yang terjadi diakibatkan oleh patahan atau sesar dengan mekanismer pergerakan turun (normal fault) ini telah memicu tsunami, menyebabkan kerusakan bangunan hingga mengakibatkan korban jiwa meninggal dunia.

Kepala Bidang Informai Gempabumi dan Peringatan Dini Tunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono mengatakan, dari peristiwa yang terjadi di Turki tersebut, sebenarnya ada hal yang harus segera disadari dan dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Daryono menyebutkan, Indonesia juga memiliki potensi besar untuk dapat mengalami peristiwa serupa, maka hal yang seharusnya dilakukan dengan sebaik mungkin adalah antisipasi dan memahami mitigasi bencana.

Lantas bagaimana mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami yang baik?

Dijelaskan Daryono, setidaknya ada dua sisi utama yang harus dipertimbangkan dalam mitigasi gempa bumi dan tsunami ini yaitu pembangunan bangunan yang aman dan juga tata ruang pantai.

1. Bangunan yang aman

Perlu disadari bahwa setiap gempa bermagnitudo kuat itu pasti akan merobohkan bangunan, sehingga penting bagi masyarakat untuk membangun bangunan yang tahan gempa.

Untuk Anda yang tinggal dan menetap di daerah rawan gempa bumi dan tsunami sebaiknya, membangun bangunan tahan gempa yang strukturnya kuat atau sekalian bangunan yang ringan dari kayu dan bambu tanpa ada tembok sederhana (batako), karena kalau tembok sederhana pasti roboh.

Daryono berkata, kalau belum mampu membuat bangunan tahan gempa yang strukturnya dari beton dan besi tulangan, maka lebih baik membangun rumah dari bahan-bahan ringan seperti kayu dan bambu yang di desain menarik.

Tapi jangan coba-coba membuat bangunan tembok yang asal bangun.

"Gempa itu tidak membunuh sebenarnya, tetapi bangunan yang roboh, karena bangunannya tidak terstandar itulah yang menyebabkan orang meninggal dan terluka," kata Daryono kepada Kompas.com, Sabtu (31/10/2020).

Namun, diakui Daryono, banyak masyarakat yang memang ada yang merasa enggan untuk membangun hunian dari bambu dan kayu, karena alasan malu, padahal itu salah.

"Jadi aspek keselamatan gempa itu sebenarnya solusinya bangunan kayu dan bambu itu untuk di daerah rawan gempa. Terutama pada daerah rawan gempa yang masyarakatnya belum bisa menyediakan bangunan struktur kuat dari gempa," tegasnya.

2. Tata ruang pantai

Pada wilayah perairan yang memiliki sesar aktif di dasar lautnya, seperti gempa bumi Turki, maka saat terjadi gempa dengan magnitudo kuat akan mungkin sekali memicu terjadinya tsunami yang menghantam wilayah pesisir atau pantai sekitar pusat gempa.

Maka daripada itu perihal tsunami, Daryono mengingatkan bahwa antisipasi yang bisa dilakukan adalah menata ruang pantai berbasis risiko tsunami.

"Jadi kalau sudah tahu, pantai itu di bawah lautnya ada sumber gempa, harus mengelola dan menata ruang pantai berbasis risiko tsunami," ujarnya.

Jangan menyamakan tata kelola ruang pantai yang satu dengan pantai lainnya, karena perbedaan yang harus diperhatikan betul adalah apakah laut di dekat pantai tersebut merupakan wilayah yang memiliki sesar aktif di dasar lautnya.

Untuk diketahui, dari banyaknya pantai dan perairan di Indonesia, hanya sedikit area pantai yang tidak ada sesar aktif di dasar lautnya dan dianggap aman dari potensi tsunami, yakni:

Selain area yang disebutkan, umumnya memiliki sesar aktif di dasar laut sekitar pesisirnya dan memiliki potensi terjadi bencana gempa serta tsunami.

"Tapi kalau pantai-pantai yang berhadapan dengan laut yang di dalamnya ada sumber gempa itu sehingga rawan tsunami itu perlakuannya harus beda, penata ruangnya beda, harus ditata sedemikian rupa berbasis risiko tsunami," ucap dia.

Tata ruang berbasis risiko tsunami tersebut terutama adalah membuat ruang wilayah pantai batas area yang harus dikosongkan dari pemukiman sepanjang pantai.

Umumnya, BMKG akan membuat pemodelan tsunami dengan kekuatan gempa yang ada atau sering terjadi di wilayah tersebut. 

Sehingga akan didapatkan wilayah batas-batas aman di pantai berpotensi atau berisiko bencana gempa memicu tsunami tersebut sejauh mana.

Setelah batas wilayah aman di dapatkan, selebih dari batas area aman itulah baru sebaiknya diperbolehkan untuk pembangunan pemukiman masyarakat.

Dalam mensosialisasikan area rawan gempa bumi dan tsunami, batas-batas aman dan juga tindakan mitigasi yang harus dilakukan oleh masyarakat pada lini dasar, BMKG tidak sendirian.

BMKG melakukan sekolah lapang gempa dan bekerjasama dengan pemerintah daerah, TNI, Polri, pemangku adat, tokoh masyarakat, mahasiswa dan beragam perwakilan masyarakat yang bisa turut membantu menyadarkan pentingnya melakukan ragam mitigasi gempa bagi mereka yang tinggal di area rawan.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/10/31/183000223/gempa-turki-bmkg-indonesia-juga-rawan-2-mitigasi-bisa-dilakukan-masyarakat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke