Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polusi Udara Sebabkan 500.000 Bayi Meninggal, Begini Penjelasan Sains

KOMPAS.com - Sebuah analisis komprehensif pertama tentang dampak polusi udara global menemukan bahwa materi partikulat dari polusi di luar ruangan dan rumah tangga berkontribusi pada kematian hampir 500.000 bayi di bulan pertama kehidupan mereka.

Hal itu disebutkan dalam laporan terbaru State of Global Air 2020 (SoGA 2020) oleh Health Effects Institute bekerja sama dengan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME2) di University of Washington, dan University of British Columbia.

Presiden Health Effects Institute (HEI), Dan Greenbaum dalam keterangan tertulisnya menyebutkan bahwa secara keseluruhan, polusi udara saat ini menjadi penyebab kematian dini keempat di antara semua risiko kesehatan. 

Peringkat ini tepat di bawah kematian akibat merokok dan pola makan yang buruk, menurut laporan tahunan State of Global Air (SoGA) 2020.

“Kesehatan bayi sangat penting bagi masa depan setiap masyarakat, dan bukti terbaru ini menunjukkan risiko yang sangat tinggi untuk bayi yang lahir di Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika,” kata Greenbaum.

Bagaimana mekanisme polusi udara menyebabkan kematian pada bayi?

Para peneliti mengingatkan bahwa bulan pertama kehidupan bayi adalah masa rentan. Sementara itu, 1.000 hari pertama kelahiran merupakan masa emas untuk mengoptimalkan organ tubuh bayi.

"Beberapa penelitian yang dilakukan dengan baik untuk polusi udara di dalam dan di luar ruangan menunjukkan bahwa polusi udara secara konsisten meningkatkan risiko kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah," kata Dr Beate Ritz dari University of California.

Pernyataan ini telah banyak bukti ilmiahnya dari berbagai negara yang menunjukkan bahwa paparan partikulat polusi udara selama kehamilan akan berdampak pada berat lahir yang rendah dan kelahiran prematur.

Nah, untuk bayi dengan usia muda, sebagian besar kematian terjadi karena komplikasi akibat  berat badan lahir yang rendah dan kelahiran prematur itu.

Alhasil, dua kondisi tersebut juga dipastikan memicu komplikasi serius, yang kemudian tercatat menyebabkan sebagian besar kematian pada periode neonatal mencapai 1,8 juga pada tahun 2019.

Analsisis terbaru SoGA tahun ini memperkirakan bahwa sekitar 20 persen kematian bayi dalam periode tersebut disebabkan oleh polusi udara ambien dan rumah tangga.

Dalam laporan terbaru itu juga terungkap bahwa hampir dua pertiga dari kematian ratusan ribu bayi tersebut terkait dengan penggunaan bahan bakar padat seperti arang, kayu, dan kotoran hewan untuk memasak.

Menurut laporan ini, meski terjadi penurunan sebesar 11 persen selama dekade terakhir, 49 persen populasi dunia yaitu sekitar 3,8 miliar orang dipastikan masih terpapar polusi udara rumah tangga akibat memasak pada tahun 2019. 

Kebanyakan dari mereka adalah penduduk yang tinggal di 17 negara. Paparan udara kotor tersebut terkait erat dengan tingkat perkembangan sosio demografi dan ekonomi negara.

Direktur pendiri Aga Khan University Institute for Global Health, Dr Zulfiqar Bhutta menyampaikan bahwa pada tahun lalu, hampir setengah juta bayi baru lahir di seluruh dunia meninggal pada bulan pertama kehidupan karena ibu mereka yang terpapar polusi udara.

"Laporan SoGA ini mengingatkan kita bahwa polusi udara bukan hanya masalah lingkungan, ini adalah masalah kesehatan masyarakatyang utama, dan tidak dapat lagi kita abaikan," jelas peneliti yang juga sebagai Pengembang & Wakil Direktur di SickKids Center for Global Child Health.

Ia juga sependapat dengan peneliti lainnya bahwa paparan polusi udara selama kehamilan dapat mengakibatkan bayi lahir terlalu dini atau lahir terlalu kecil dengan berat badan lahir rendah.

"Yang keduanya menempatkan bayi tersebut pada risiko besar," tuturnya.

Oleh karena itu, menurut Dr Kalpana Balakrishman dari Sri Ramachandra Institute of Higher Education and Research (SRIHER) India bahwa mengatasi dampak polusi udara pada hasil kehamilan yang merugikan dan kesehatan bayi baru lahir ini sangat penting.

Terutama bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, karena banyak hal yang bisa ditanggulangi lainnya.

"Tidak hanya karena tingginya prevalensi berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, dan defisit pertumbuhan anak, tetapi karena hal itu memungkinkan desain intervensi strategis yang dapat diarahkan pada kelompok rentan ini,"  jelas peneliti yang tidak terlibat dalam pelaporan ini.

Bahan bakar rumah tangga sumbang kematian bayi

Dalam laporan terbaru SoGA itu juga terungkap bahwa hampir dua pertiga dari kematian ratusan ribu bayi tersebut terkait dengan penggunaan bahan bakar padat seperti arang, kayu, dan kotoran hewan untuk memasak.

Menurut laporan ini, meski terjadi penurunan sebesar 11 persen selama dekade terakhir, 49 persen populasi dunia yaitu sekitar 3,8 miliar orang dipastikan masih terpapar polusi udara rumah tangga akibat memasak pada tahun 2019.

Di Pakistan, polusi udara menyumbang sekitar 20 persen kematian di antara bayi baru lahir, paparan dari pembakaran bahan bakar kotor dari rumah tangga merupakan faktor utama.

Untuk anak di bawah 5 tahun, ini berpotensi menyebabkan lebih dari 40 persen infeksi saluran pernapasan bawah.

Dokter anak, penyedia layanan kesehatan, dan pembuat kebijakan perlu menyadari ancaman polusi udara terhadap kesehatan ibu dan anak.

"Tindakan mendesak dan berkelanjutan untuk membersihkan udara dan untuk menyediakan akses ke energi bersih untuk semua kebutuhan ditempatkan di depan dan di tengah dalam prioritas dan kebijakan kesehatan masyarakat kita," tegasnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/10/23/070000223/polusi-udara-sebabkan-500.000-bayi-meninggal-begini-penjelasan-sains

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke