Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

New Normal, Disambut Pengusaha tapi Dipertanyakan Pakar Epidemiologi

KOMPAS.com - Menteri Kesehatan, dr Terawan Agus Putranto, merilis Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), melalui Direktur Eksekutif, Agung Pambudi, menyambut positif panduan kesehatan tersebut guna menghindari keterpurukan ekonomi yang lebih parah.

"Karena itu memang cara terbaik di dua sisi, satu menangani Covid sendiri dan kedua masih tetap bisa bekerja produktif," kata Agung Pambudi.

Namun, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menilai akan sangat keliru jika panduan Menkes tersebut diterapkan di wilayah yang masih tinggi angka infeksinya, terutama ibu kota Jakarta.

"Kalau kasus barunya nol dan stabil dalam satu dan dua minggu, dan yang terinfeksi diisolasi dengan baik, maka DKI boleh melonggarkan," katanya.

Jakarta sendiri menyatakan siap menuju transisi normal baru setelah masa pembatasan sosial skala besar pada 4 Juni mendatang berakhir, bila angka penularan turun.

Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja.

Alasan Kementerian Kesehatan

Akan tetapi, situs resmi Kementerian Kesehatan menyebutkan "dunia kerja tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda perekonomian harus tetap berjalan".

''Untuk itu pasca pemberlakuan PSBB dengan kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, perlu dilakukan upaya mitigasi dan kesiapan tempat kerja seoptimal mungkin sehingga dapat beradaptasi melalui perubahan pola hidup pada situasi Covid-19 atau New Normal,'' kata Menkes Terawan seperti dikutip dalam laman resmi Kemenkes.

Menkes mengatakan dunia usaha dan masyakat pekerja memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya mobilitas, serta interaksi penduduk umumnya yang disebabkan aktivitas bekerja.

''Tempat kerja sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya orang merupakan faktor risiko yang perlu diantisipasi penularannya,'' katanya di Jakarta, Sabtu (23/05), sebagaimana dimuat dalam laman resmi Kemenkes.

'Tiadakan sif tiga, jika memungkinkan'

Ada beragam ketentuan dalam panduan yang dirilis Kementerian Kesehatan.

Pihak manajemen tempat kerja, misalnya, harus menentukan pekerja esensial yang perlu tetap bekerja/datang ke tempat kerja dan pekerja yang dapat melakukan pekerjaan dari rumah.

Jika ada pekerja esensial yang harus tetap bekerja selama PSBB berlangsung, harus disediakan alat pengukuran suhu tubuh di pintu masuk tempat kerja.

Kemudian, mengatur waktu kerja yang tidak terlalu panjang atau lembur "yang akan mengakibatkan pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat yang dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan/imunitas tubuh".

Untuk pekerja sif:

Ketentuan lainnya dalam panduan Kemenkes adalah perusahaan wajib menerapkan physical distancing dengan jarak antar-karyawan selama bekerja di lokasi kerja, baik kantor maupun industri, minimal satu meter.

'Sempit, tidak menjaga jarak di kantor'

Akan tetapi, panduan ini tidak menyebutkan bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan protokol new normal.

Seorang pekerja perusahaan swasta di Jakarta yang sudah mulai sejak 13 Mei lalu mengaku harus bertemu 30 orang rekan kerjanya dalam ruang kantor yang sempit, tanpa menjaga jarak.

Ia mengatakan cemas terpapar Covid-19.

"Yang aku khawatirkan penularan, karena walau jaga jarak, kita tidak pernah tahu. Virus yang kita hadapi ini tidak kelihatan," kata Dea.

"Saat 100 persen karyawan masuk, kita tidak bisa menghindar, walau rajin cuci tangan. Mungkin saja penularan itu masih terjadi. Saya pasrah saja," tuturnya.

Dampak yang akan terjadi jika para pekerja diwajibkan ke kantor walaupun telah diterapkan protokol jaga jarak dan pakai masker adalah terjadinya penularan, seperti yang diceritakan seorang pekerja swasta di Jakarta bernama Lestari.

"Teman saya kena dari orang tua nya, tapi dia masih kerja, lalu tertular ke yang lain di kantor. Ada lebih dari lima yang kena. Terus yang kena yang diliburkan, kami masih disuruh masuk," katanya.

Lestari mengatakan ketakutan terpapar virus corona lebih kecil dibandingkan kehilangan pekerjaan karena banyak rekan kerjanya yang dipecat.

Selain itu, kantornya pun pernah digerebek oleh pihak berwenang karena banyak karyawan yang masih bekerja.

"Sampai listrik dimatikan, tapi tetap saja kerja dan tidak ada sanksi.

"Atasan saya suruh tetap masuk karena aturan pemerintah tidak jelas dan perusahan juga tidak tahu harus bagaimana. Jadi daripada gaji orang tapi tidak kerja, ya lebih baik suruh kerja saja," katanya.

'Jakarta menuju transisi normal baru'

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan Jakarta siap menuju transisi normal baru setelah masa pembatasan sosial skala besar pada 4 Juni mendatang berakhir, namun dengan satu syarat.

"Bila di hari-hari ini, penularan di Jakarta menurun, angka kasus baru menurun, reproduction number di Jakarta bisa turun di bawah satu," kata Anies

Namun, sebaliknya, jika angka meningkat maka ada potensi PSBB diperpanjang.

"Angka meningkat karena kita mulai bebas berpergian, tidak disiplin menggunakan masker, cuci tangan, maka ada potensi kita memperpanjang [PSBB] seakan mengulang proses yang kemarin," tambah Anies.

Basic reproduction number (R0) atau angka reproduksi dasar, atua juga dikenal sebagai basic reproductive rate adalah ukuran kemampuan virus corona menyebar dari satu kasus positif.

Contoh, di Jakarta, beberapa waktu lalu sempat memiliki angka R0 3,5 hingga 4,5. Artinya, satu kasus positif bisa menularkan pada 3-5 orang. Kini R0 di Jakarta, menurut Anies berada di sekitar angka satu.

Pelonggaran PSBB di Jakarta 'keliru dan menyeramkan'

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menilai tidak tepat jika menggunakan angka reproduksi dasar sebagai tolak ukur melakukan pelonggaran PSBB, seperti mengizinkan orang kembali ke kantor.

Jakarta merupakan episentrum penyebaran virus corona di Indonesia. Berdasarkan data hingga Senin (25/05), terdapat lebih dari 6700 kasus positif dengan penambahan kurang lebih 100 kasus per hari.

"Kalau R0-nya satu, tapi kasus barunya 100, itu menakutkan. Kasus baru di Jakarta cukup banyak, menyeramkan. Jadi salah menggunakan indikator," tambah Yunis.

Yunis juga mengkritisi panduan Menkes yang tidak rinci mengatur tentang kriteria wilayah yang bisa menerapkan panduan tersebut atau tidak.

"Pemerintah harus jelas dan tegas dalam menentukan batas-batas kriteria karena tidak tepat jika itu diterapkan di Jakarta dan wilayah yang kasus barunya masih banyak," katanya.

Selain Jakarta, penambahan kasus baru, Senin (25/05) yang besar juga terjadi di Jawa Timur mencapai 223 orang, Sumatera Selatan 76 orang, Sulawesi Selatan 23 orang, dan Jawa Barat 22 orang.

Kantor dibuka itu 'win-win solution'

Direktur Eksekutif APINDO, Agung Pambudi, mengatakan perusahan tidak akan mungkin mewajibkan semua pegawai hadir dalam waktu dekat.

"Saya rasa akan berangsur-angsur, tidak bisa langsung 100 persen semua karyawan masuk. Bisa dengan pengaturan sif, bisa kerja dari rumah. Tapi di akhir tahun dan kondisi Covid berkurang, itu baru memungkinkan," katanya.

Selain itu Agung menambahkan, banyak perusahan telah membentuk dan memberlakukan protokol kesehatan bagi para pegawainya, mulai dari aturan dasar seperti menggunakan masker, cuci tangan, dan jaga jarak hingga deklarasi kesehatan.

"Jadi pegawai mengisi deklarasi kesehatan tiap masuk kerja, apakah suhunya panas, batuk, demam.

"Jika tidak maka dianggap tidak melaksanakan tugas dan berpengaruh pada penilaian kinerja bahkan dikategorikan tidak masuk kerja," kata Agung.

Belum ada data resmi berapa jumlah perkantoran hingga pabrik yang menghentikan sistem kerja dari rumah.

Pada 15 Mei lalu, Presiden Joko Widodo juga sudah menyinggung tentang pentingnya kesiapan masyarakat dalam menghadapi apa yang disebutnya sebagai "tatatan kehidupan baru".

"Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru," katanya.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/27/183200523/new-normal-disambut-pengusaha-tapi-dipertanyakan-pakar-epidemiologi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke