IBADAH puasa di bulan Ramadhan disyariatkan sebagai salah satu dari Rukun Islam yang lima. Posisinya di tengah-tengah, setelah shalat dan sebelum zakat.
Istimewanya, orang yang berpuasa bisa sambil melakukan ibadah lain. Orang yang berpuasa boleh sambil melakukan shalat, zakat, haji, dan baca syahadat. Tapi, seseorang tidak boleh mengubah gerakan shalatnya untuk menunaikan zakat atau berhenti shalat agar bisa bertawaf waktu haji.
Puasa di bulan Ramadhan bisa menyatukan demikian banyak ibadah. Ibadah apa saja yang dilakukan di bulan ini, akan dapat status khusus. Status ini yang jadi pembeda dengan ibadah-ibadah lain.
Allah menjanjikan kelipatan pahala. Mengapa? Sebab, hanya puasa yang diklaim sebagai ibadah "milik-Nya". Dia juga yang mengganjar dan menyediakan pahala bagi pelakunya. Puasa adalah ibadah yang sulit ditembus penyakit hati.
Orang shalat sangat mungkin ada riya'-nya. Orang berzakat sangat rentan terpapar bakteri riya'. Orang pulang haji, adalah sasaran empuk virus-virus riya'. Tapi orang berpuasa? Riya' akan tidak mudah menyasar orang yang menahan lapar dan dahaga.
Bahkan orang, karena uzur syar'i, yang makan dan minum siang hari mudah "ditoleransi" dengan husnudz dzon. Siapa tahu sedang safar? Mungkin ada penyakit yang menghalanginya berpuasa ?
Ibadah shalat disyariatkan, antara lain, berguna mencegah pelakunya dari kemungkinan melakukan faksya' dan munkar. Zakat untuk menyucikan amwal dan abdan (zakat fitrah). Haji supaya memperoleh pahala mabrur.
Berbeda dengan semua ibadah di atas, Tuhan secara khusus mendesain puasa untuk tujuan khas: takwa. Takwa merupakan jalan yang dipastikan dapat rekomendasi dari Tuhan agar para hamba-Nya yang beriman semakin dekat kepada-Nya.
Jalan-jalan menuju takwa tidak sulit dan tidak di luar batas kemampuan manusia beriman. Ia sederhana. Ia terjangkau bagi siapa saja asal siap membayar harganya.
Apa harganya? Harganya adalah berupa kewajiban menaklukkan ego. Kepada siapa dibayarkan? Kepada Allah SWT.
Puasa mengajarkan orang beriman untuk mendahulukan kehendak Tuhan YME di atas semua kehendak diri. Dia menghendaki kita menahan untuk tidak makan minum, walau pun itu halal. Kita mematuhi kehendak Allah, sebab Dia sedang mendidik kita.
Orang bertakwa adalah mereka yang sehat lahir batin. Mereka harus sehat secara lahir, agar lebih bisa memberi manfaat, tanpa syarat apapun, kepada sebanyak mungkin orang, pihak dan lingkungan.
Mesti sehat secara batin agar mereka bisa menjadi suluh bagi sebanyak mungkin orang dalam gelap jalan menuju harmoni di tengah keragaman identitas. Orang bertakwa selalu mendahulukan cita dan nilai kemanusiaan di atas misi kelompok.
Komunitas orang-orang bertakwa akan menjelma ujung tombak bagi lahirnya peradaban pada semua level. Sebuah rumah tangga yang beranggotakan orang-orang bertakwa akan jadi pelita di lingkup RT.
Lingkungan RT yang beradab akan menjadi motor bagi perubahan menuju arah yang lebih baik bagi warga se-RW.
Begitu seterusnya, nilai-nilai ketakwaan akan selalu menjadi fondasi perbaikan ke arah terbangunnya peradaban.
Perbaikan dari kebiasaan yang kurang sehat menjadi lebih sehat. Dari biasa hidup konsumtif dan mulai belajar berempati.
Dari kebiasaan makan dan minum berlebih, jadi bisa berhitung dan menahan diri.
Puasa membuat orang-orang beriman berlomba menjadi lebih baik, paling tidak untuk diri sendiri. Sebab, mereka yang sudah berhasil memasuki bulan Ramadhan, menurut Rabiah Al Adawiyah, adalah mereka yang sudah dapat ampunan dari-Nya.
Artinya, mereka inilah, orang-orang yang setahun silam diampuni, lalu berdoa atau didoakan, dan doanya terkabul.
Allah SWT mempertemukan mereka kembali dengan Ramadhan. Sementara yang dia dapatkan di bulan Ramadhan berikutnya adalah ampunan dalam bentuk lain, sebagai janji Allah kepada mereka yang menunaikan puasa dengan landasan keimanan dan ketulusan. Orang mukmin akan selalu berada di dua "waktu" kebaikan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.