Agar elite politik terlepas dari dosa (haram), maka di antara mereka harus dihalalkan. Caranya, mereka harus duduk satu meja, berbicara satu sama lain, saling memaafkan, dan saling menghalalkan.
KH Wahab menyebutnya dengan 'Thalabu halal bi thariqin halal', maksudnya adalah mencari penyelesaian masalah atau keharmonisan hubungan dengan cara memaafkan kesalahan.
Alur pemikiran itu kemudian membawa K.H Wahab pada sebuah istilah yang hingga saat ini dikenal luas di Indonesia, yaitu halal bihalal.
Bung Karno pun menerima baik usulan itu. Saat Idul Fitri tiba, ia mengundang seluruh tokoh politik ke Istana untuk mengikuti acara halal bihalal.
Untuk pertama kalinya sejak perbedaan pendapat di antara mereka muncul, para elite politik yang berbeda-beda itu duduk di satu meja dan momen tersebut dinilai babak baru menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
Sejak saat itu, acara tatap muka, berbincang-bincang serta saling bersalam-salaman tersebut diikuti oleh instansi pemerintah hingga masyarakat luas hingga saat ini.
Baca juga: Hukum Menghidupkan Malam Idul Fitri dan Lafal Takbiran
(Sumber: Kompas.com/Fabian Januarius Kuwado, Editor: Sandro Gatra)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.