JAKARTA, KOMPAS.com - Mengapa bangunan Candi Borobudur masih berdiri kokoh? Pertanyaan itu mungkin pernah terlintas di benak masyarakat.
Pasalnya, monumen Buddha terbesar di dunia yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ini dibangun tanpa menggunakan mortar (semen+pasir+air) untuk merekatkan setiap bebatuannya.
Lagipula, pabrik semen pertama di Indonesia baru berdiri pada 18 Maret 1910 silam. Yakni Pabrik Indarung I PT Semen Padang.
Sementara, pembangunan Candi Borobudur dikisahkan berlangsung pada masa Dinasti Syailendra antara 780 Masehi dan 840 Masehi.
Meski tidak menggunakan semen, pembangunan situs Warisan Budaya Dunia itu dipercaya sebagian masyarakat di Indonesia menggunakan putih telur sebagai perekat.
Akan tetapi, anggapan tersebut salah besar. Sebagaimana informasi yang dikutip dari unggahan akun Twitter Kementerian PUPR.
Baca juga: Menilik Arsitektur Candi Borobudur, Monumen Buddha Terbesar di Dunia
Pembangunan Candi Borobudur menggunakan teknik sambung batu pada setiap bebatuannya.
Teknik ini layaknya puzzle, di mana setiap batuan dipahat dengan bentuk tertentu agar bisa saling tersambung dan mengunci.
Terdapat empat tipe teknik sambungan batu pada Candi Borobudur, yakni ekor burung, takikan, alur dan lidah, serta purus dan lubang.
Informasi serupa dan lebih lanjut juga tersaji di laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Masyarakat menganggap Candi Borobudur dapat rekat karena menggunakan putih telur ayam. Padahal realitanya tidak demikian.
Candi Borobudur dapat kokoh berkat teknik sambungan yang merekatkan antar bebatuan pada candi.
Perlu diketahui, Candi Borobudur tersusun atas batuan andesit yang disusun dengan pola arah horizontal. Ukuran batu yang dipakai berkisar, panjangnya 40 cm-50 cm, tebal 30 cm–40 cm, dan tinggi 20 cm–25 cm.
Sebagai informasi tambahan, Candi Borobudur berbentuk punden berundak dengan denah persegi berukuran panjang 121,66 meter dan lebar 212,38 meter, serta tinggi 35,40 meter.
Dibangun di atas sebuah bukit, candi yang memiliki 10 tingkat ini berbentuk kisi-kisi dengan ukuran yang semakin pendek ke atas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.