JAKARTA, KOMPAS.com - Kurang lebih 60 konsumen yang menjadi korban ulah nakal salah satu pengembang perumahan di Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), yakni PT Megah Karya Nanjaya, diusulkan mendapat Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa).
Sebab, lokasi perumahan berstatus kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai, sehingga konsumen yang sudah membeli kavling dan membangun rumah terpaksa harus pindah.
Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR), Kementerian ATR/BPN, Ariodillah Virgantara menyampaikan, sesuai peraturan, bangunan yang sudah berdiri tetap dibongkar, karena fungsi lahannya akan dipulihkan menjadi hutan kembali oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Sehingga mau tidak mau masyarakat yang telah membangun rumah harus digeser dari kawasan lahan hutan lindung tersebut," jelasnya dalam keterangan resmi dikutip Selasa (23/05/2023).
Baca juga: Perjualbelikan Lahan Hutan Lindung, Pengembang di Batam Dipidanakan
Kendati begitu, Kementerian ATR/BPN sedang mencari solusi agar nasib masyarakat pembeli kavling dapat tertangani dengan baik.
"Rencananya, kami akan berkoordinasi dengan pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menyediakan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) untuk menampung pembeli kavling yang dirugikan," terangnya.
Agar kasus serupa tidak terulang, Arodillah mengingatkan masyarakat yang hendak membeli perumahan untuk memeriksa sertifikat tanah. Karena di dalam sertifikat terdapat unsur Right, Restriction, Responsibility (3R).
"Rights merupakan hak yang diberikan oleh negara dan terdapat property right dan development right. Kemudian, restriction, batasan yang harus diikuti, dan responsibility, tanggung jawab pemilik tanah," pungkasnya.
Seperti diketahui, salah satu pengembang di Batam yakni PT Megah Karya Nanjaya terbukti memperjualbelikan kavling di kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai.
Di mana satu kavling dengan perkiraan luasan sebesar 50 meter persegi–60 meter persegi dijual dengan harga antara Rp 10 juta-Rp 20 juta.
Hal itu melanggar Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepri dan Undang-Undang (UU) Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Kementerian ATR/BPN pun menindak pengembang tersebut ke ranah hukum. Tersangka dan berkas perkaranya pun telah lengkap (P21), sehingga akan sidang dua minggu lagi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.