Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Keluarga Kalla Bangun Empat Pabrik Nikel Baru di Sulawesi

Kompas.com - 17/05/2023, 21:30 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Bukaka Teknik Utama Tbk (BUKK) yang sebagian besar sahamnya dikendalikan keluarga Kalla, makin progresif mengembangkan investasi di sektor energi terbarukan dan hilirisasi pertambangan. 

BUKK berencana membangun Tahap II pembangunan smelter nikel di Palopo, Sulawesi Selatan, melalui anak usaha PT Bukaka Mandiri Sejahtera (BMS).

"Tahap II ini terdiri dari empat pabrik nikel sulfat berkapasitas produksi 31.400 ton per tahun dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) atau hidrometalurgi," ujar Direktur Keuangan BUKK Afifuddin Suhaeli Kalla menjawab Kompas.com, Rabu (17/5/2023).

Sementara hingga saat ini, BMS tengah menggarap dua pabrik di Tahap I, yakni feronikel berkapasitas 43.000 ton per tahun dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) atau pirometalurgi, dan nikel sulfat berkapasitas 31.400 ton per tahun dengan teknologi HPAL.

“Smelter feronikel diharapkan dapat beroperasi pertengahan 2023, sedangkan smelter nikel sulfat beroperasi pada tahun 2024,” imbuh Afifuddin.

Baca juga: Soal Utang Rp 32 Miliar, Gugatan PKPU Waskita Dicabut Bukaka

Afifuddin menuturkan, keterlibatan BUKK dalam hilirisasi pertambangan nikel merupakan upaya perusahaan dalam membantu pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia.

Hal ini mengingat Indonesia memiliki sumber cadangan nikel yang melimpah. BUKK juga siap bekerja sama dengan pihak manapun terkait pengembangan hilirisasi tersebut.

Ada pun alasan BUKK melakukan ekspansi investasi di sektor hilirisasi pertambangan nikel karena sumber daya nikel Indonesia merupakan terbesar kedua di dunia, dan itu ada di Sulawesi.

Selain itu, BUKK melalui BMS merupakan satu-satunya perusahaan yang dikendalikan oleh sumber daya manusia (SDM) asli Sulawesi.

"Kepemilikan BMS ini 100 persen Nasional. Makanya kami gencar melakukan ekspansi bisnis di sektor hilirisasi pertambangan nikel," cetus Afifuddin.

Hal ini berbeda dengan perusahaan smelter nikel lainnya yang beroperasi di Indonesia yang kebanyakan merupakan gabungan antara asing dan lokal.

Alasan lain yang mendorong BUKK gencar menggarap bisnis nikel adalah permintaan pasar dengan kualitas nikel yang tinggi.

Baca juga: Perusahaan Milik Keluarga Kalla Kapok Kerja Bareng Waskita

Seperti diketahui, Pemerintah Amerika Serikat (AS) dikabarkan mengucilkan nikel Indonesia dari kebijakan paket subsidi terhadap mineral kritis untuk mendukung teknologi hijau.

Pemerintah AS berencana menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan kendaraan listrik di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Rate (IRA) dalam beberapa minggu ke depan. Undang-Undang ini mencakup 370 miliar dollar AS dalam subsidi untuk teknologi energi hijau.

Namun, komponen baterai dari Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh, baik dari sisi support system penggunaan energi hijau, juga kualitas produknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com