Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Butuh 9 Tahun Bangun Pembangkit Nuklir Tenaga Thorium, Ini Tahapannya

Kompas.com - 30/03/2023, 21:13 WIB
Heru Dahnur ,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang bersumber dari mineral langka thorium diperkirakan baru terealisasi pada 2031-2032 atau dibutuhkan waktu sekitar 9 tahun dari sekarang.

Pengembang harus melewati serangkaian tahapan, seperti pembangunan laboratorium bahan bakar, studi lingkungan hingga perubahan tata ruang daerah.

Direktur Operasi PT Thorcon Power Indonesia Bob S Effendi mengatakan, Thorcon bekerja sama dengan Intitut Teknologi Bandung (ITB) untuk membangun laboratorium bahan bakar.

Namun tahap ini masih dalam uji coba dan belum akan digunakan untuk pembangkit.

"Operasional pertamanya kita datangkan dari Korea Selatan, dibuat di kapal lalu ditarik ke sini. Nanti dibenamkan di laut. Sejalan dengan itu kita terus kembangkan laboratorium dengan ITB dengan monasit yang kita miliki," kata Bob, seusai laporan hasil ekologi di Pangkalpinang, Rabu (29/3/2023).

Baca juga: Gandeng Korsel, Thorcon Bangun Pembangkit Nuklir Thorium Pertama di Indonesia

Lokasi yang direncanakan, berada di Pulau Kelasa atau Pulau Gelasa Bangka Tengah. Hanya, saat ini terkendala peruntukan tata ruang yang belum mengakomodasi keberadaan PLTN.

Dia berharap, pemerintah memberi payung hukum berupa peraturan presiden (Perpres) sehingga bisa dilakukan perubahan tata ruang.

Menurut Bob, setelah kajian ekologi disampaikan, akan dilanjutkan dengan kajian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Untuk itu, perlu adanya perubahan tata ruang yang sejalan dengan pembangunan PLTN.

Ada pun kajian ekologi yang telah dilakukan meliputi 52 titik sampling. Diketahui Pulau Kelasa memiliki pepohonan yang cukup rapat dengan komposisi bebatuan dan pasir.

Sementara area pembangkit diperkirakan 15 sampai 20 hektar. Kemudian juga dilaporkan potensi gelombang laut pada musim barat yang bisa mencapai 3,7 meter, karena Pulau Kelasa berada di perairan terbuka.

Selain itu, dikaji juga potensi tsunami dari patahan Samudera Hindia dan erupsi Anak Krakatau. Potensi terjangan tsunami dinilai kecil karena lokasi pembangkit terlindung pada sisi utara pulau.

Tinggi gelombang saat tsunami yang menjalar dari Selat Sunda diperkirakan hanya 0,4 meter.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Fery Afriyanto mengatakan, studi ekologi yang telah dibahas merupakan kajian awal dari pemrakarsa.

Hal itu sebagai bahan dalam penyusunan dokumen lingkungan nantinya.

"Untuk kewenangan penilaian dokumen lingkungannya ada pada Komisi Amdal Pusat," pungkas Fery.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com